K.H. Hasjim Asy'ari adalah pribadi yang unik dan haus akan ilmu pengetahuan. Ini jadi dasar mengapa dia berpikir terbuka namun tidak kehilangan prinsip keulamaannya. Pada waktu berangkat ke Makkah dia belajar ilmu hadith Bukhari dari Syaikh Mafudz dari Termas ( Pacitan) seorang ulama asal Indonesia, yang dikenal sebagai ppewaris terakhir pertalian penerima (isnad) hadis dari 23 generasi penerima Sahih Bukhori muslim. Jadi memang ilmunya orisinil sekali. Tetapi apakah dia puas. Tidak. K.H. Hasjim Asy'ari juga belajar tassawuf (sufi) dengan mendalami Tarekat Qadiriyah dan Naqsyabandiyah. Kematangan tasaufnya tidak perlu diragukan.
Pemahaman yang luas soal Hadith dan tasauf tidak menghalangi K.H. Hasjim Asy'ari untuk belajar ilmu falak, matematika (ilmu hisab) dan Aljabar. Dia juga mendalami pemahaman agama melalui prinsip rasionalitas Muhammad Abduh. Kitab Tafsir Al-manar dilahapnya. Gurunya yang membimbing ini semua adalah Syaikh Ahmad Katib, ulama asal Minangkabau yang bermahzab Safie. Dia juga terlibat diskusi cerdas dengan teman sekampusnya, Kh Ahmad Dahlan ( Darwis) dan Karim Amrullah ( ayah Hamkan). Kh Hasyim Ashari juga berguru dengan Syaikh Nawawi al-Bantani, ulama besar asal Banten yang ada di Makkah.
Luasnya pengetahuannya, membuat K.H. Hasjim Asy'ari tidak terjebak pada satu mahzah. Beliau memilih prinsip Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, adalah "ulama dalam bidang tafsir Al-Qur'an, sunnah Rasul, dan fiqh yang tunduk pada tradisi Rasul dan Khulafaur Rasyidin." Dia berpendapat bahwa sampai sekarang ulama tersebut termasuk "mereka yang mengikuti mazhab Maliki, Hanafi, Syafi'i, dan Hambali." Doktrin ini diterapkan dalam NU yang menyatakan sebagai pengikut, penjaga dan penyebar faham Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah. Jadi NU tidak mungkin bertikai dengan mereka yang menganut selain mahzab Syafi’i
Setelah pulang dari Makkah, tiga orang ini tetap menjalin persahabatan. Mereka sepakat menebarkan pemahaman pembaharuan islam dari Muhammad Abduh. Secara pribadi, K.H. Hasjim Asy'ari sangat setuju dengan modernitas pemikiran Muhammad Abduh, namun karena pemahamanya yang luas akan Hadith dan tasauf, dia memilih jalan berbeda yang ditempuh oleh KH Ahmad Dahlan dan Karim Amrullah dalam berjuang. K.H. Hasjim Asy'ari lebih focus kepada memberikan pemahaman mendasar tentang hadith dan fiqih sebagai dasar berpikir semua hal.
Gerakan yang muncul 1908 dikenal dengan Kebangkitan Nasional. Semangat kebangkitan memang terus menyebar ke mana-mana--setelah rakyat pribumi sadar terhadap penderitaan dan ketertinggalannya dengan bangsa lain, sebagai jawabannya, muncullah berbagai organisai pendidikan dan pembebasan. 18 november 2012 Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah yang berfokus dalam gerakan sosial sebagai manifestasi Surat Al Maun. Gerakan amal shaleh, seperti mendirikan Panti Asuhan Yatim Piatu dan pusat pendidikan. Saat peresmian Muhammadiyah Kh Hasyim Ashari dan Karim Amrullah datang ke Yogya.
Empat tahun setelah itu atau tahun 2016, Kh Hasyim Ashary mendirikan Nahdlatut Wathan (Kebangkitan Tanah Air) pada tahun 1916. Organisasi pergerakan melawan kolonialisme. Kemudian tahun 1918 didirikan Taswirul Afkar atau dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri (Kebangkitan Pemikiran), sebagai wahana pendidikan sosial politik kaum dan keagamaan kaum santri. Selanjutnya didirikanlah Nahdlatut Tujjar, (Pergerakan Kaum Sudagar) yang dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar itu, maka Taswirul Afkar, selain tampil sebagi kelompok studi juga menjadi lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota.
Ketika Raja Ibnu Saud hendak menerapkan asas tunggal yakni mazhab wahabi di Mekah, serta hendak menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam maupun pra-Islam, yang selama ini banyak diziarahi karena dianggap bi'dah. Gagasan kaum wahabi tersebut mendapat sambutan hangat dari kaum modernis di Indonesia, baik kalangan Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang selama ini membela keberagaman, menolak pembatasan bermadzhab dan penghancuran warisan peradaban tersebut.
Sikapnya yang berbeda, kalangan pesantren dikeluarkan dari anggota Kongres Al Islam di Yogyakarta 1925, akibatnya kalangan pesantren juga tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu'tamar 'Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Didorong oleh minatnya yang gigih untuk menciptakan kebebasan bermadzhab serta peduli terhadap pelestarian warisan peradaban, maka kalangan pesantren terpaksa membuat delegasi sendiri yang dinamai dengan Komite Hejaz, yang diketuai oleh KH. Wahab Hasbullah.
Atas desakan kalangan pesantren yang terhimpun dalam Komite Hejaz, dan tantangan dari segala penjuru umat Islam di dunia, Raja Ibnu Saud mengurungkan niatnya. Hasilnya hingga saat ini di Mekah bebas dilaksanakan ibadah sesuai dengan madzhab mereka masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban sing sangat berharga.
Berangkat dari komite dan berbagai organisasi yang bersifat embrional dan ad hoc, maka setelah itu dirasa perlu untuk membentuk organisasi yang lebih mencakup dan lebih sistematis, untuk mengantisipasi perkembangan zaman. Maka setelah berkordinasi dengan berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama) pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini dipimpin oleh KH. Hasyim Asy'ari sebagi Rais Akbar. Untuk menegaskan prisip dasar orgasnisai ini, maka KH. Hasyim Asy'ari merumuskan Kitab Qanun Asasi (prinsip dasar), kemudian juga merumuskan kitab I'tiqad Ahlussunnah Wal Jamaah. Kedua kitab tersebut kemudian diejawantahkan dalam Khittah NU , yang dijadikan dasar dan rujukan warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
Untuk merancang persiapan kemerdekaan Indonesia, dibentuklah Panitia 9 BPUPKI yang terdiri dari Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Mr. A.A. Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, Abdul Kahar Mudzakkir, Haji Agus Salim, Mr. Achmad Subardjo, Wahid Hasjim, dan Mr. Muhammad Yamin. Dari 9 orang elite itu, tiga berasal dari tokoh pergerakan islam, yaitu Wahid Hasjim, Putra dari KH Hasyim Ashari dari NU, Abdul Kahar Mudzakkir, dari Muhammadiyah, Haji Agus Salim, dari Sarekat Islam. Hasilnya? Kita tidak mendirikan sistem khilafah atau negara islam. Tetapi kita memilih Republik.
Dari sejarah tersebut diatas maka jelaslah bahwa NU bersama dengan Muhammadiyah dan Sarekat Islam adalah team arsitek berdirinya negeri ini berdasarkan Pancasila. Bagi Nahdlatul Ulama, Islam adalah akidah dan syariah, meliputi aspek hubungan manusia dengan Allah dan hubungan antarmanusia. Penerimaan dan pengamalan Pancasila merupakan perwujudan dari upaya umat Islam Indonesia untuk menjalankan syariat agamanya.
Selamat ulang Tahun NU ke 95
No comments:
Post a Comment