Dua hari lalu saya bertemu
dengan teman yang saya tahu bahwa dia agent dari intel negara namun dia sendiri
tidak mau membenarkan kalau saya klarifikasi. Dia sangat hemat berbicara namun
bila berdiskusi dia lebih suka membawa kita berpikir secara rasional atas
masalah yang dibentangkannya. Seperti yang dia katakan bahwa pada saat sekarang
hasil quick count Pemilu Legislatif memastikan tidak ada super majority. Suara
terdistribusi secara merata. Walau ada yang disebut pemenang dengan skor
tertinggi namun tidak significant untuk bisa mengontrol parlemen. Nah bila
kelak terpilih Presiden ,bagaimana pemerintah itu kelak? Tanyanya. Saya
terdiam. Dia tetap tersenyum memandang saya. Tentu Pemerintahan tidak akan
efektif. Kata saya. Dia mengangguk sambil memperlihatkan jempol jarinya. Kalau
pemerintahan lemah apa jadinya ? tanyanya lagi. Tidak ada keputusan yang bisa
dibuat dengan cepat dan akurat. Semuanya akan menjadi transaksional. Kata saya
dengan kening berkerut. Dia tersenyum mendengar jawaban saya. Lantas siapakah
yang diuntungkan dari situasi ini? ya meraka yang tetap ingin system demokrasi ini ada. Mereka yang tak ingin ada kekuatan yang ingin mengembalikan UUD 45 dan Pancasila sesuai dengan aslinya. Mereka yang tak ingin kekuatan islam bisa mengontrol kekuatan di Parlemen. Ini bagian dari operasi inteligent yang rumit sehingga membuat Pemilu bukan sebagai alat perubahan nilai secara legitimate tapi hanya menghasilkan lembaga yang lemah untuk berhadapan dengan kekuatan modal. Setidaknya bisa meredam agama dan idiology untuk berbuat dengan idealismenya.
Saya hanya membayangkan andaikan
Jokowi terpilih sebagai Presiden ,apa yang bisa dia lakukan dengan program Indonesia hebat bila PDIP hanya 20% di DPR. Andai terpilih , apa yang bisa dilakukan oleh Prabowo
dengan program pro rakyatnya bila korsi Garindra di DPR hanya 11%. Apa yang bisa
dilakukan oleh Ical bila terpilih menjadi presiden bila suara Golkar hanya 15%.
Pemilihan presiden kelak benar benar hanyalah lelucon termahal namun tidak
lucu. Karena walau presiden dipilih langsung oleh rakyat dan andai 100% rakyat
memilihnya menjadi presiden , dia tetap tidak akan efektif sebagai presiden.Karena
dia harus tunduk pada system balance
power dengan DPR yang dikuasai oleh banyak partai. Ini akan sangat melelahkan. Dengan
hak yang ada pada DPR maka DPR bisa melakukan apa saja untuk adu kekuasaan dengan
presiden seperti misal DPR bisa menghentikan pembahasan APBN dan pemerintahan
bisa stuck seperti yang dilakukan oleh Parlement di Amerika. Atau kalau
Presiden berani melakukan tindakan revolusioner merubah UUD dan berniat
membubarkan Parlemen karena tidak mendapat dukungan dari Parlemen maka
militer bisa mengambil alih kekuasaan sesuai UU. Karena walau militer tidak
berpolitik namun secara konstitusi, militer bisa mengambil alih kekuasaan bila
Presiden menggunakan kekuasaanya melebih UUD. Jadi kesimpulannya, kata saya , siapapun
yang terpilih jadi presiden jangan dituntut dia dengan janjinya seperti katanya
dalam Pemilu karena presiden bukanlah satu satunya penentu agenda tapi mereka
yang ada di parlemen juga ikut menentukan. Teman saya mengangguk.
Nah, lanjut teman saya, saat
sekarang sedang berlangsung renegosiasi KK Tambang, termasuk eksistensi Freeport
dan Newmont. Sebelum Pileg terdengar rasa optimis bahwa renegosiasi KK Tambang akan
selesai setelah Pileg. Namun setelah
Pileg keadaan menjadi lain. Freeport tidak melihat sebelah mata lagi kepada pemerintah
sekarang. Makanya Freeport belum menyepakati poin divestasi, sementara Newmont
masih belum menyepakati soal perluasan luas wilayah dan penerimaan negara.
Keadaan menjadi stuck. Saya tahu itu karena salah satu fund manager dari Cooper
Network mengatakan bahwa keliatannya petinggi Freeport dan Newmont di
Washington lebih pede menyelesaikan perundingan dengan pemerintah baru. Saya tidak tahu mengapa. Namun ada yang
bilang bahwa ini soal kalkulasi bisnis. Lebih murah ongkos lobynya setelah
pemerintah baru daripada sekarang. Karena pemerintah baru lebih lemah
dibandingkan pemerintah sekarang. Sehingga tidak sulit menekan pemerintah
melalui parlemen. Bagaimana dengan bangun koalisi? Sistem ketata negaraan kita
bukanlah Parlementer tapi presidentil. Kesepakatan koalisi tidak mengikat
secara undang undang sehingga tidak ada pelanggaran hukum bila anggota koalisi
ingkar janji. Pengalaman terdahulu, koalisi tidak pernah kompak mengawal
pemerintah SBY makanya president lambat mengambil keputusan.
Siapakah pemenang sesungguhnya
dalam pemilu saat ini ? Ya Kapitalisme! Rich Dad’s , Conspiracy of the rich , dari Robert T.
Kiyosaki menyebutkan ada empat hal yang membuat demokrasi harus dipertahankan
oleh kapitalisme yaitu perlunya uang sebagai kekuataan dan karenanya perlu
inflasi untuk memeras rakyat, perlu hutang untuk menggadaikan resource dan
perlunya konsumsi untuk membuat orang tergantung terhadap pasar. Sebuah sistem
nilai yang hebat tentang konspirasi orang kaya dan penguasa untuk menjajah yang
lemah. Jadi yang diuntungkan dari Pemilu saat ini demokrasi tetap exist karena tidak ada super majority yang bisa menghapusnya. Bagi kapitalisme ini kemenangan
yang mudah karena orang Indonesia sangat mudah diprovokasi untuk lupa musuh
yang sebenarnya. Mudah diadu domba, sehingga antara mereka saling menghujat dan merasa paling benar, saling tidak mempercayai
sehingga persatuan mereka pecah. Di dalam system persatuan umat pecah, dan
diluar system juga pecah. Dan anehnya mereka tidak sadar sedang diobok obok dan masing masing mereka masih yakin bahwa
apa yang mereka lakukan adalah benar walau kenyataanya besok mereka harus siap
dengan kenaikan BBM dan kenaikan semua kebutuhan pokok. Karena pasar butuh
margin dan mereka semua harus bayar itu.
Engga ada yang gratis.Tentu akan bertambah orang miskin yang tak mampu membeli
dan itulah korban dari umat yang tak bisa bersatu untuk tegaknya keadilan bagi
semua. Kini saya tak bisa lagi meminta kepada Allah kecuali berdoa “Allahumma,
la ilaha illa anta. Subhanaka, inni kuntu minazzhalimin. Saya dan anda memang zalim ..
6 comments:
Saya senang masih bisa membaca tulisan pak erizeli dengan analisanya mendahului yang lain.
Analisa bagus, cair, dan menarik, mencerdaskan (y)
Sae sae sae...
Tapi nu penting, kudu kumaha atuh ari geus kieu???
jika Partai berbasis islam bergabung dengan total suara 37%. bisa menjadi kekuatan yang signifikan diparlemen dan mengajukan capresnya..
Ali, benar sekali.Masalahnya adalah apakah mungkin terjadi lagi koalisi poros tengah seperti tahun 1999? Mari kita berdoa semoga para pemimpin dari partai Islam bisa dibukakan hatinya untuk bersatu demi tegakknya agama....
Saya sangat setuju, Menarik tulisannya Pak?
Mimpi dan janji itu yang banyak ditebar para calon pemimpin kita, Andai kita sedikit lebih berani dan mau sebentar menderita melawan "The Great Conspiracy" Barat tentunya suatu masa nanti anak cucu kita akan tersenyum lebar sambil menepuk dada Sambil Berteriak "Indonesia Bangsa Yang Berani"...Salam
Post a Comment