Menurut hukum di Indonesia bahwa kebijakan public tidak bisa diadili. Artinya bila Mentri, Gubernur, Bupati, Walikota, Presiden , membuat keputusan dengan Surat berlabelkan Republik Indonesia maka seburuk apapun dampaknya ditengah masyarakat maka itu tidak bisa diadili. Hukum kita hanya mengenal hukum positip. Bila karena keputusan itu pejabat mendapatkan keuntungan pribadi berupa uang dan memperkaya diri maka itu dapat dijadikan tersangka dan akhirnya terpidana. Mengapa kebijakan pejabat publik itu tidak bisa diadili? Karena setiap kebijakan dibuat berdasarkan sumber hukum yang jelas dan berjenjang. Lengkap pula dengan istilah ”mengingat ” ” menimbang” dengan bahasa pilosopis dan bahasa hukum. Ya, sebuah cara procedural untuk memastikan hukum manusia adalah hukum Tuhan yang bebas dari kesalahan. Baik kah itu ?
Mind corruption atau korupsi pemikiran ternyata jauh lebih dahsyat daya rusaknya dibandingkan korupsi uang. Atau kalau ingin dibuat lebih praktis bahwa kejahatan korupsi uang karena adanya korupsi pemikiran. Nah, mind corruption itu dalam bentuk kebijakan , dalam keputusan berlabelkan Republik Indonesia. Cobalah perhatikan, ditengah budaya brengsek para elite, acap kita tahu tentang kebijakan pemerintah yang pada gilirannya menguntungkan pihak tertentu. Selalu kebijakan tu datang berkat loby dari orang atau kelompok yang punya kepentingan. Kepentingan itu bisa bersifat politik,uang atau kekuasaan. Para petani betapa sulitnya mendapatkan keuntungan lebih dari hasil kerja kerasnya karena kebijakan import bibir, import pestisida, import pupuk dan import beras. Pengusaha angkutan dan supir merasa terpenggal pendapatannya karena kebijakan kenaikan harga BBM tanpa diberi hak untuk menaikkan tarrif secara pantas
Sistem kapitalisme adalah mind corruption yang berskala predator. Sistem ini mengenal buy low sell high and pay later. Mereka yang menguasai tekhnologi menuntut diadakannya perlindungan akan hak paten.Pejabat yang berkuasa memenuhi hak mereka dengan UU dan peraturan , lengkap dengan ancaman penjara bagi yang melanggar. Tapi pada waktu bersamaan , pemilik paten menjadikan tekhnologi sebagai cara untuk memeras konsumen. Mereka bebas menentukan harga sesukanya, dengan alasan kebebasan pasar ( free market). Perhatikanlah , tak ada satupun linked produk ( bahan pendukung industri , pertanian, IT , pertambagan ) yang tak dikuasai oleh pemilik tekhnologi. Mereka adalah Trans National Corporation (TNC). Mereka kuat dibidang riset dan pendanaan. Dengan sistem kapitalisme mereka hidup menjadi diktator ekonomi dan memaksa semua negara tunduk dengan mereka.
Bukan hanya dalam bidang tekhnologi linked produk, Dalam dunai keuangan pun sama. Semua produk investasi pasar uang dan modal berbasis kepada kekuatan lingkaran pemilik modal kelas dunia. Tak mungkin saham bisa laku deras bila tidak di underwrite oleh Fund Manage kelas dunia. Tak laku asuransi dijual bila tidak didukung reinsurance kelas dunia. Tak laku clearing house bila tidak didukung oleh international clearing house. Tak laku mata uang bila tidak didukung oleh mata uang asing seperti Dollar, euro. Semua itu tidak datang dengan sendirinya. Ia datang karena kekuatan yang melahirkan kebijakan oleh pejabat Publik. Yang dapat kita rasakan adalah semakin tergantung kita dengan kekuatan modal dan tekhnologi ,yang sebagian besar mereka orang kafir. Mereka menjajah kita lewat pemuasan akan barang dan jasa. Semakin hari semakin membuat kita semakin tergantung seiring dengan semakin mahal barang dan jasa itu.
Negara yang kita cintai terjebak dalam permainan ala kapitalisme itu. Uang sudah diperdagangkan, Riba sudah menjadi permisif. Ketamakan sudah menjadi air susu ibu. Individualisme menjadi kepribadian untuk aman dalam putaran waktu. Ya, mind corruption , memang dahsyat menghancurkan peradaban. Itu semua karena pejabat public tidak melihat hakikat mereka terpilih mengemban amanah. Mereka hanya bercermin kepada realiitas yang harus tunduk tanpa berbuat apapun. Maka jadilah masyarakat dan bangsa terjajah dalam segala hal. Sangat sulit kemerdekaan dibidang ekonomi dapat tercipta ditengah budaya mind corruption ini.
No comments:
Post a Comment