Sunday, December 26, 2010

Ekonomi sekular

Tahun 2010 sudah diujung dan sebentar lagi akan memasuki tahun 2011. Bank Indonesia memprediksi ada tiga ancaman ekonomi nasional. Pertama, risiko dari ketidakseimbangan ekonomi global di mana melambatnya ekonomi negara maju dan moderasi akselerasi emerging market yang dapat menyebabkan menurunnya permintaan eksternal terhadap ekspor emerging market, termasuk Indonesia. Kedua, derasnya aliran modal asing (capital inflow) dan isu perang kurs, di mana kebijakan quantitative easing tahap kedua dari AS akan mengakibatkan berlanjutnya aliran capital inflow yang deras dan tekanan apresiasi nilai tukar emerging market, termasuk rupiah. Sementara risiko ketiga, kuatnya permintaan domestik dan tekanan inflasi. Walau menurut analis keadaan crisis global sudah mengarah stabil namun pertumbuhan ekonomi global ditahun mendatang tidak akan lebih 4,4% seiring terus berlanjutnya konsolidasi fiskal. Pertumbuhan sebesar 4,4% sebagian besar atau 60% bersumber dari emerging market.

Ada yang sulit ditebak tentang masa depan perekonomian global atau lebih kepada rasa takut membayangkan yang akan terjadi. Yaitu ancaman ekonomi AS dan China sebagai akibat dari pengaruh crisis global. Suka tidak suka kedua negara ini telah menjadi magnit dan juga lokomotive ekonomi dunia setelah jepang terjerembab. Tidak ada satupun kebijakan harga dan investasi global yang tidak memperhatikan kedua negara ini. Bila dua negera ini flue maka dunia akan demam. Kini kedua negara ini sedang dalam posisi seperti anjing dan kucing. Bermusuhan tapi tak pernah serius untuk bertikai namun membuat stress penonton. Amerika yang kapitalis yang meradang akibat moneter dan China yang sosialis yang mulai meradang oleh kelebihan produksi. Kedua negara diambang tarikan black hole untuk the lost decade.

Karena sebagaimana diketahui bahwa pertumbuhan ekonomi China dipicu oleh sektor property , Industri dan pertanian. Sektor property sudah sampai pada tingkat bubble yang sangat mengkawatirkan. Diperkiran nilai bubblenya lebih besar dibandingkan dengan tingkat bubble property di AS yang berakibat terjadinya crisis mortgage. Hanya bedanya di AS sektor property dibiayai sebagian besar oleh pasar uang ( wall street ) tapi di China sebagian besar dibiayai oleh sektor perbankan yang notabene dimiliki oleh Negara. Hasil stress test yang dilakukan bank central China terhadap kredit Property dengan penurunan harga sampai 60% benar benar membuat collapse sebagian besar perbankan di China. Itulah sebabnya China kemarin sebelum natal sudah melakukan tindakan radikal dengan menaikkan suku bunga perbankan sebagai cara mengendalikan inflasi. Ini akan berimplikasi negative terhadap perluasan investasi dan harga komoditi global.

AS telah masuk fase yang sangat berhaya bagi perekonomian global dengan kebijakan Quantitative easing (QE) nya. Pengaruh dari kebijakan QE ini adalah semakin melemahnya mata uang dollar di pasar uang dan semakin menguatkan kurs negara emerging market. Disamping itu terjadi arus hot money kepasar global khusus di negara emerging market sebagai akibat dari QE. Keadaan ini akan semakin membuat panasnya kondisi negara emerging market dalam mengendalikan inflasi. Ditambah lagi tekanan dari Rusia . China serta negara OPEC untuk mengurangi cadangan devisanya dalam mata uang dollar akan semakin memperparah kurs dollar. Belum lagi perang mata uang yang picu oleh ketegangan antara China dan AS yang diperkirakan ditahun mendatang belum akan ada titik temunya ditengah bayang bayang ancaman China untuk tidak akan membeli surat utang AS. Apa jadinya bila negara lain juga tidak mau lagi beli surat hutang AS. ?

Sementara negara emerging market akan mengalami peningkatan permintaan akan barang dengan pasokan yang terbatas. Belum lagi akibat ancaman iklim global yang akan mengganggu produksi pangan. Ini akan memicu kenaikan harga pada level tertinggi. Supply minyak akan menurun akibat semakin mahalnya sumber dana untuk pemboran minya lepas pantai. Sementara permintaan logam akan tinggi sekali karena adanya mega project China membangun rel kereta. Ini akan mengakibatkan harga minyak dan baja akan meningkat dipasar global. Dari semakin tingginya permintaan akan komoditas strategis termasuk pangan dan melemahnya daya dukung produksi akibat kurs yang tidak stabil serta semakin ketatnya likuiditas , akan membuat situasi ekonomi berjalan ditempat. Yang pasti apapun yang buruk terjadi pada China dan AS akan berdampak sangat buruk bagi negara emerging market. Dan apa yang terjadi bila ditahun mendatang ekonomi China ambruk untuk menyusul AS yang sudah lebih dulu terpuruk. Mungkin saja, ya kan.?

Hari ini dan kedepan kita menyaksikan bagaimana ekonomi sekular sibuk mengatasi masalahnya sendiri. Sementara isu mengenai global warming, kemiskinan, masalah palestina, afganistan ditanggapi sambil lalu. Ternyata masalah kantong lebih utama ketimbang masalah sosial dan lingkungan. Sebuah peradaban yang sibuk menggali kuburannya sendiri. Kalau sudah begini, keliatannya kapitalisme dan sosialisme tidak akan berumur lebih dari 100 tahun. Apalagi mencapai 600 tahun seperti era kejayaan khilafah Islam.

No comments:

ERA Jokowi, dari 16 target yang tercapai hanya 2

  Realisasi kuartal III-2024, ekonomi nasional tumbuh 4,95%. Konsumsi rumah tangga sebagai pemberi andil terbesar hanya mampu tumbuh 4,91%. ...