Sunday, November 2, 2008

Voting

Voting asal kata dari bahasa inggeris ( Vote) yang artinya adalah memilih. Kata ini biasa saja dipakai dalam keseharian. Sama dengan kata kata lainnya. Namun menjadi lain bila menjadi kosa kata dalam politik. Voting sudah menjadi aturan baku dari satu paham demokrasi. Dari sebuah Voting kekuasaan berbicara. Suara terbanyak adalah pemenang. Tidak jauh beda dengan lembaga perseroaan yang diisi oleh pedagang. Pemegang saham mayoritas yang berhak mengatur. Antara dunia politik dan dunia dagang memang tak jauh bedanya bila soal kepentingan..Apapun sarat dengan muatan kepentingan barang dagangan untuk mencapai laba. Bahkan hampir semua lembaga multilateral maupun PBB menggunakan aturan voting untuk melegitimasi keputusan.

Karena sifatnya "yang banyak yang berkuasa " maka jangan tanya soal hakikat dari kebenaran, kebaikan dan keadilan. Voting mengabaikan akan hal itu. Walau yang minoritas menyampaikan usulan yang tentang kebenaran namun tak akan bernilai bila mayoritas mengatakan tidak benar. Orang baik ditengah mayoritas orang gila , akan dicap lebih gila daripada orang gila. Setiap hasil voting pasti ada yang kalah dan yang menang. Ada yang kecewa dan ada yang ketawa. Kehidupan kelembagaan terhormat memang di design layaknya medan pertempuran. Yang kuat memakan yang lemah. Tak ada nuasa hikmat dari pelaku untuk menghasilkan kebijaksanaan.

Para pendiri negara ini ketika menyusun konsep dasar negara. Sadar betul bahwa kesatuan bangsa ini harus tegak diatas kekuatan moral yang universal. Bhineka Tunggal Ika bukanlah istilah mudah untuk dipahami apabila tidak didasarkan oleh keyakinan bersama tentang asas moral yang universal.. Bagaimana perberdaan ( plurarisme) dapat diakui untuk menjalin persatuan ( tunggal) ? caranya , pendiri negara menempatkan ruh kekuasaan kedalam sila ke empat “Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam permusyawaratan/Perwakilan”. Bahwa negara ini adalah negara kerakyatan. Bukan negara kekuasaan. Bukan pula negara partai. Ini Negara kerakyatan !. Para wakil disebut pemimpin. Mereka ini adalah orang orang yang terpilih akan hikmatnya untuk lahirnya kebijaksanaan berdasarkan musyawarah.

Kita bertanya mengapa ada kalimat “ Hikmat Kebijaksanaan “. Dua suku kata tanpa ada “dan” sebagai penghubung.? Yang tersirat dibalik “hikmat kebijaksanaan” itu adalah sesuatu yang sacral. Antara hikmat dan kebijaksanaan tak berjarak satu sama lin. Kait mengkait. Menyatu. . Mengapa ? Baiknya kita lihat arti kata dari Hikmat itu sendiri.

Hikmat atau hikmah dalam islam berarti banyak hal penafsirannya. Seperti dalam Alquran dikatakan: ud’u ila sabili rabbika bil hikmati wal mau-idhatil hasanah, wajadilhum billati hiya ahsan. Ajaklah orang-orang ke jalan Tuhanmu dengan hikmah. Para ulama memberi tafsiran yang berbeda-beda tentang apa itu hikmah. Pada tingkat yang sederhana, hikmah adalah ilmu pengetahuan. Tapi pada tingkat selanjutnya, ilmu pengetahuan tidak hanya pada aspek yang rasional, pengetahuan-pengetahuan akal, tapi juga pengetahuan batin. Jadi agama harus memadukan antara dua hal itu; pengetahuan rasional yang mumpuni dan pengetahuan spiritual yang tinggi. Singkatnya makna hikmat itu kepintaran mencapai hasil, menyusun rencana yang benar untuk memperoleh hasil yang dikehendaki. Tempat kedudukannya ialah hati ( nurani/basirah), pusat keputusan moral dan intelektual.

Dari pemahaman itu maka tahulah kita bahwa hikmat itu adalah pola berpikir dan bersikap yang benar sesuai dengan tuntunan agama dan budaya yang diyakini. Ini mengandung makna terdalam tentang kebenaran, kebaikan dan keadilan. Akibatnya tentu akan menghasilkan output tak jauh dari “bijaksana”. Bila dilakukan secara kolektive lewat musyawarah maka dia akan bernama kebijaksanaan. Makanya dalam istilah demokrasi pancasila tidak mengenal budaya atau aturan voting. Karena semua yang duduk sebagai pemimpin adalah orang orang yang hikmat ( pasti amanah ). Bukan pedagang. Kebenaran , kebaikan, keadilan adalah pemenang. Bukan yang mayoritas.

Kini setelah reformasi dan di amandemen nya UUD 45 maka kekuatan Pancasila sebagai pemersatu dari pluralisme menjadi luntur. Hikmat kebijaksanaan digantikan kepentingan mayoritas. Makanya tidak aneh bila Politik Parlemen kita menjadi seperti bursa saham. Birokrat kita seperti broker. Penegak hukum kita seperti arranger. Semuanya harus ada fee dan laba yang harus didapat. Ujung ujungnya ya duit alias UUD. Maka jangan pernah berharap akan lahirkan kebijakan untuk menjawab masalah kebenaran, kebaikan dan keadilan.

2 comments:

Anonymous said...

Pancasila : Wadah, Isi, Sarana dan Manfaat

Sila-1 - Ketuhanan yang Maha Esa…------- Ashadu anlla ilaha illa Allah..
Sila-2 - Kemanusian yang adil dan beradab ------ Waashadu anna Muhammadarrasulullah.Sila-1 dan 2 ini menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan.sebagaimana syahadat itu sendiri Jadi menjadi kewajiban negara untuk mentauhidkan manusia Indonesia...Qul huwAlllahu Ahad..(surat Al-Ikhlas)
Jika syahadatnya hanya kepada Allah saja, maka jadilah ia golongan yang lain contohnya iblis. Sedang kita, ummat Isalam, untuk syahadat kita tentang Allah harus melalu baina-baina (perantara) yang berpongkol Kepada Baginda Rasul saw. Sedang ummat lain, masing2 mengklaim punya baina sendiri. Tapi berdasarkan kisah-kisah para Rasul yang 25..maka Hanya Baginda Rasul yang mengenal haqqul yakin bagaimana Allah sesungguhnya melalui peristiwa Is’ra’ Mi’raj

Sila-3 – Persatuan Indonesia ...<--------- Qul ’audzu birabbil falak..
Untuk mewujudkan persatuan, maka prasarat utama dan pertama adalah menghilangkan sikap iri, hasad, hasud, dengki dan dendam. Tapi terpenuhinya prasyarat ini (hilangnya rasa hasad, hasud, iri dan dengki) tidaklah cukup untuk mengukuhkan kelanggengan persatuan dari berbagai macam budaya yang sangat rentan akan rasa-rasa was-was terhadap kepentingan masing-masing. Untuk itu permohonan perlindungan seperti yang tersirat dalam surat Al-Qur’an tsb memerlukanm perlindungan sebagaimana yang tersebut dalam surat An-Naas , sehingga Bhinneka Tunggal Ika bisa terjaga.

Jadi kalau bisa dianalogikan antara wadah dan isi, maka yang menjadi wadah Sila – 3, sedang isinya adalah sila-1 dan 2. Timbul pertanyaan mana yang dulu antara wadah dan isi..??

Jika Wadah dan Isi sudah ada…selanjutnya mau apa..? Berdasarkan misi kerasullaan Rasulullah, sesungguhnya Baginda Rasul saw di utus Allah untuk menjadi rahmatan lil ‘alamin <----- Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tapi dengan cara bagaimana..? Apa petunjuk dan pedomannya……ilmunya? Kerakyatan yang dipimpinan oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Kalau dicari asa-usul kata ”hikmat” maka kata-kata tersebut berasal dari bhs Arab ”hikam, hakim”. Dan kalau boleh disimpulkan, maka hikam di sini adalah Al-Qur’an yang merupakan PEDOMAN. Sehingga jika pedoman ini dipegang teguh, maka kita menunggu qada dan qadarnya Allah yang akan berlaku . Jika Allah berkehendak Allah akan mengajari manusia (bukan hanya Rasul) ma lam ya’lam (surat Al-Alaq 3,4,5). Jadi manusia-manusia pilihan inilah yang seharusnya kita jadikan PETUNJUK. Timbul pertanyaan ...bagaimana kita mengetahui dan mengenalnya..? Kita perlu dan harus mencari baina (perantara) untuk mengukuhkannya..sehingga kita sampai pada pemahaman apa itu arti…Alif Lam Mim . Dza likal kitabula roiba fihi hudallilmuttaqin . Alladzina yu’minuna bil ghoib....(surat Al-Baqarrah 1,2,3) Bahwa benar manusia tersebutlah petunjuk yang bijaksana (fathanah) yang akan menuntun ke jalan shiratal mustaqim. Shiratal ladzina an’am ta alaihim..(al-fatiha)

Setiap baina, perlu baina dan baina ini berbaris teratur (as-shaf) dan tidak terputus , sambung-menyambung (estafet) hingga ke Rasulullah. Rasulullah saw pun masih memerlukan baina Jibril dan bouraq untuk mi’raj ke arsynya Allah. Nah menjadi tugas kita mencari tali saf tersebut dengan bekal aqal, mata, hati dan pendengaran untuk meniliti saf kita. Kalau ada terselip yang lain, pasti tidak akan sampai ke Rasulullah. Dan kalau sudah dapat, pegang erat dan ikatkan ke pinggang erat-erat agar tidak terlepas (kaffah). Ibarat layang-layang, biarlah yang pongkol menarik atau mengulurnya..

Anonymous said...

SHAF BAINA
Diantara baina-baina tersebut ada yang berproses seperti Syaidina Ali dari kecil sudah commit, dan consisten atau berproses seperti Syaidina Umar yang mengawalinya dengan penghapusan dari masa lalu. Baina pertama kita di dunia nyata ini adalah kedua orang tua kita.

ERA Jokowi, dari 16 target yang tercapai hanya 2

  Realisasi kuartal III-2024, ekonomi nasional tumbuh 4,95%. Konsumsi rumah tangga sebagai pemberi andil terbesar hanya mampu tumbuh 4,91%. ...