Akhir minggu ini pertemuan G 20 digelar di Washington, setelah sebelumnya diadakan pertemuan Tingkat Pejabat tinggi dibidang ekonomi di Sao Paulo, Brazil. Pertemuan ini bertujuan untuk mencari solusi mengatasi krisis global. Pertemuan kali ini memang sangat penting. Setidaknya menentukan arah dan corak pengelolaan sytem financial global dimasa depan. Maklum saja hampir sebagian besar negara dunia sudah menerima secara penuh system liberalisasi pasar sebagai satu idiologi kapitalisme. Akankah kapitalisme dipertahankan atau dikoreksi ? Dalam kapitalisme sendiri ada dua paham yang bertolak belakang satu sama lain. Yaitu kapitalisme anglo saxon, yang membiarkan pasar bergerak bebas untuk menentukan keseimbangan. Yang satunya lagi adalah Kapitalisme cara Eropa ,yang menginginkan intervensi negara menjaga pasar. Perdebatan sengit antar dua kubu ini tak dapat dielakan.
Negara maju menginginkan agar dunia menerima proposal untuk memberikan dukungan likuiditas perbankan dalam rangka meningkatkan kepercayaan pasar akibat krisis. Namun sebagian negara berkembang khususnya kelompok Amerkan Latin tidak menginginkan bail out kepada lembaga keuangan namun mengutamakan kebijakan untuk mendukung sector riel melalui ekspansi fiscal. Hal ini senada dengan sikap dari US Treasury tapi segera dibantah oleh team Ekonomi Obama. AS tetap di garis depan untuk mempertahan system pasar bebas ,khususnya sector keuangan. Keliatannya dualisme sikap tak bisa dielakan. Hingga memastikan pertemuan G20 dalam bayang bayang no action. Hanya sebatas jargon.
Ditambah lagi , ada desakan dari negara berkembang , Rusia, China, India serta Amerika Latin ,agar dibentuknya Lembaga Baru yang menggantikan peran IMF. Karena kebijakan IMF yang memaksa negara anggota untuk menerima pasar bebas ternyata justru mengakibat krisis. Ini sebagai satu bentuk reformasi financial global secara menyeluruh agar ekonomi dunia tidak hanya diatur oleh G7. Sudah saatnya negara berkembang dilibatkan dalam mengatur keuangan global. Itulah sebabnya G20, yang merupakan gabungan dari G7 negara industri maju dan G13 negara berkembang diharapkan menjadi satu kelompok yang menyatu untuk menyelesaikan masalah financial global. Namun , pertemuan Sao Paulo tidak melahirkan kesepakatan yang suptansial. Kecuali hanya memberikan rekomendasi yang serba mengambang. Dan kemungkinan pasti akan kandas dalam petemuan tingkat tinggi G20 di Washington. Apalagi tekad untuk menggusur IMF.
Tidak semua negara berkembang bersikap militan untuk memperjuangkan system keuangan global yang berkeadialan. Sebagian dari mereka justru menggunakan kesempatan krisis ini untuk meloby negara maju untuk mendapatkan pinjaman lunak dan menggunakan alasan demi kesinambungan demokratisasi yang sedang belangsung dinegaranya. Demi memperahankan penguasaan sumber daya alam oleh pihak asing. Demi menggerakan ekonomi nasional agar tetap menjadi konsumen. Demi hutang tetap terbayar. Mereka tidak peduli untuk memperjuangkan system apalagi merubah system ekonomi negaranya. Walau mereka sadar system kapitalisme dan kebebasan pasar telah menelan korban tak terbilang. Namun mereka tetap berkata, “ beri kemi pinjaman lunak agar demokratisasi dan kapitalisme tetap menjadi system politik kami.”
Para loyalis system kapitalisme sadar bahwa pengaruh krisis global ini akan membangkitkan paham neososialisme yang akan menjungkir balikan structure kapitalisme. Nasionalisasi penguasaan sumber daya alam akan terjadi dengan sendirinya. Pemimpin baru untuk itu akan tampil dengan sendirinya, yang tentu akan menjadi blok kekuatan untuk melawan system kapitalisme..Pertemuan G20 di Washinton tak lebih adalah loby para penghamba paham kapitalsime untuk menjilat kepada G7 agar mendapatkan pinjaman lunak karena bayang bayang revolusi terhadap kapitalasime yang menakutkan didepan mata…
Negara maju menginginkan agar dunia menerima proposal untuk memberikan dukungan likuiditas perbankan dalam rangka meningkatkan kepercayaan pasar akibat krisis. Namun sebagian negara berkembang khususnya kelompok Amerkan Latin tidak menginginkan bail out kepada lembaga keuangan namun mengutamakan kebijakan untuk mendukung sector riel melalui ekspansi fiscal. Hal ini senada dengan sikap dari US Treasury tapi segera dibantah oleh team Ekonomi Obama. AS tetap di garis depan untuk mempertahan system pasar bebas ,khususnya sector keuangan. Keliatannya dualisme sikap tak bisa dielakan. Hingga memastikan pertemuan G20 dalam bayang bayang no action. Hanya sebatas jargon.
Ditambah lagi , ada desakan dari negara berkembang , Rusia, China, India serta Amerika Latin ,agar dibentuknya Lembaga Baru yang menggantikan peran IMF. Karena kebijakan IMF yang memaksa negara anggota untuk menerima pasar bebas ternyata justru mengakibat krisis. Ini sebagai satu bentuk reformasi financial global secara menyeluruh agar ekonomi dunia tidak hanya diatur oleh G7. Sudah saatnya negara berkembang dilibatkan dalam mengatur keuangan global. Itulah sebabnya G20, yang merupakan gabungan dari G7 negara industri maju dan G13 negara berkembang diharapkan menjadi satu kelompok yang menyatu untuk menyelesaikan masalah financial global. Namun , pertemuan Sao Paulo tidak melahirkan kesepakatan yang suptansial. Kecuali hanya memberikan rekomendasi yang serba mengambang. Dan kemungkinan pasti akan kandas dalam petemuan tingkat tinggi G20 di Washington. Apalagi tekad untuk menggusur IMF.
Tidak semua negara berkembang bersikap militan untuk memperjuangkan system keuangan global yang berkeadialan. Sebagian dari mereka justru menggunakan kesempatan krisis ini untuk meloby negara maju untuk mendapatkan pinjaman lunak dan menggunakan alasan demi kesinambungan demokratisasi yang sedang belangsung dinegaranya. Demi memperahankan penguasaan sumber daya alam oleh pihak asing. Demi menggerakan ekonomi nasional agar tetap menjadi konsumen. Demi hutang tetap terbayar. Mereka tidak peduli untuk memperjuangkan system apalagi merubah system ekonomi negaranya. Walau mereka sadar system kapitalisme dan kebebasan pasar telah menelan korban tak terbilang. Namun mereka tetap berkata, “ beri kemi pinjaman lunak agar demokratisasi dan kapitalisme tetap menjadi system politik kami.”
Para loyalis system kapitalisme sadar bahwa pengaruh krisis global ini akan membangkitkan paham neososialisme yang akan menjungkir balikan structure kapitalisme. Nasionalisasi penguasaan sumber daya alam akan terjadi dengan sendirinya. Pemimpin baru untuk itu akan tampil dengan sendirinya, yang tentu akan menjadi blok kekuatan untuk melawan system kapitalisme..Pertemuan G20 di Washinton tak lebih adalah loby para penghamba paham kapitalsime untuk menjilat kepada G7 agar mendapatkan pinjaman lunak karena bayang bayang revolusi terhadap kapitalasime yang menakutkan didepan mata…
No comments:
Post a Comment