Farmasi kimia itu terutama terdiri dari sediaan obat kimia (Active Ingredients Medicine) dan bahan aktif farmasi (API). Tahukah anda? bahwa China adalah produsen besar API kimia, yang mampu memproduksi sekitar 1.600 jenis API. China menempati urutan pertama di dunia dalam produksi massal API, untuk penisilin, vitamin, dan analgesik antipiretik, dan menguasai pangsa pasar global secara signifikan dari API unggulan seperti statin, prils, sartan. China memproduksi 2,709 juta ton API kimia pada tahun 2013. Nilai pendapatan mencapai USD 127 miliar/ tahun atau Rp. 1910 triliun.
Tahukah anda bahwa semua industri pharmaci berkelas dunia ada di China. Mereka relokasi pabrik mereka yang ada di Eropa, Jepang, Korea, AS, ke China. Mengapa? untuk dapatkan supply chain bahan baku. China sediakan ekosistem industri pharmacy di Pulau Hainan. Kini Pulau Hainan sudah seperti Dubai dan mengalahkan Hong Kong. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi. Krisis bagaimanapun orang tetap perlu obat dan kebutuhan obat semakin tahun terus meningkat.
Nah bayangkan. Dari revenue dan ekspor Bahan baku obat itu saja, mengalahkan ekspor dan pendapatan migas dan sumber daya mineral kita. Pabrik saya di Yunnan produksi bahan baku pelarut ( excipien ) beragam jenis obat dari extract banana. Margin laba mencapai 40%. Bandingkan kalau hanya jual banana, margin hanya 15%. Kemajuan China di bidang Pharmasi ada beberapa faktor penyebabnya,
Pertama, Bahan baku obat China itu berasal dari produk pertanian. Mereka dibina dan diarahkan jadi supply chain industri. Cara mengarahkan?, bukan hanya lewat retorika dan regulasi. Tetapi pembinaan dan jaminan pasar lewat insentif bagi industri pengolahan hasil pertanian untuk bahan baku obat. Pemerintah sedikan pusat stockis sehingga petani dapat jaminan pasar dan industri pengolahan dapatkan kepastian bahan baku untuk diolah jadi supply chain industry pharma berskala global.
Kedua, kalau terjadi relokasi industri pharmasi dari AS, Eropa, Jepang, Korea dan lain lain ke China, itu karena mereka perlu bahan baku antara yang siap dijadikan obat. China berkata kepada industri pharmasi berkelas dunia “ Silahkan bangun industri pharmasi disini, soal bahan baku dapat jaminan dari pusat stokis kami. Kapanpun anda perlu, kami siap delivery.”
Jadi bukan hanya sekedar tunjuk seperti kita di Indonesia “ tuh petani kami banyak. Tuh lahan pertanian luas, Tuh, ada beragam tanaman yang bisa dihasilkan. Tapi semua baru potensi ekonomi, bukan potensi real yang bisa langsung di olah.” Ya siapa yang mau relokasi pabriknya kalau hanya dapat cerita doang.
Makanya jangan kaget walau kita negara paling banyak keaneka ragam hayati, namun 90% bahan baku obat masih impor. Sibuknya hanya jual tambang dan migas. Downstream tambang dan migas pun segala galanya tergantung dengan asing. Jadilah kita budak tekhnologi dan modal asing. Bego ya…Mengapa ? kita selama ini sibuk membahas yang tidak subtansi. Lemot soal “ how to create production and compete in the industrial sector.” Pintar banget kepoan yang engga penting. Bangsa yang sibuk nyinyirin apa saja.
***
China menjadikan IT sebagai industri berawal tahun 2000. Saat itu China membangun jaringan IT untuk mendukung distribusi gas, listrik, dan air secara nasional. Sistem ini sangat ambisius, yaitu untuk memastikan wilayah barat dan timur, wilayah utara dan selatan terhubung dalam satu sistem distribusi yang rumit. Kalau di wilayah barat overload, ya distribusikan ke timur, seperti mendistribusikan air yang berlebih di selatan ke utara yang kering. Nah sistem ini membutuhkan data center, jaringan telekomunikasi dan perangkat lunak databased. Proyek raksasa ini dibiayai dari APBN.
Sama seperti kebijakan nasional lainnya. Bahwa setiap mega proyek harus dipastikan terjadinya transformasi ekonomi. Peluang bagi insinyur China untuk ambil bagi dari mega proyek ini. Sudah bisa ditebak, proyek ini menjadi pemicu lahirnya ekosistem ekonomi baru, yaitu industri infrastruktur Telekomunikasi, Pusat data center, dan aplikasi komputer jaringan. Dari sini terjadilah koloborasi antara operator telekomunikasi milik negara, perusahaan layanan cloud swasta, dan penyedia layanan pusat data internet. Saat itu pasar utama adalah Negara ( APBN).
Sejak itu, IT terus berkembang pesat. Pasar bukan hanya negara ( APBN) tetapi juga masyarakat umum dan bahkan mereka ekspor ke seluruh dunia. Ambil contoh aja. China Telecom mengoperasikan 450+ pusat data on-net di seluruh Tiongkok Daratan dan memiliki track di 180+ pusat data di seluruh dunia. China Telecom memilki kapasitas backbond jaringan global Tier-1 yang mencakup 47 sistem kabel (FO) dan 120+ PoP di 70+ metro di luar negeri. Belum lagi yang lain. Memang raksasa.
Kini setelah 20 tahun berlalu. Tahukah anda, hanya dari Industri perangkat lunak, teknologi informasi dan layanan, pendapatan China pertahun mencapai USD 797,26 miliar atau 3 kali dari pendapatan ekpor nasional sebesar USD 231,54 miliar. Untuk menghasilkan pendapatan sebesar itu kita mengorbankan SDA yang tak terbilang, dan kerusakan lingkungan yang massive. Tapi China, tidak mengorbankan apapun. Bisnis ini hanya kumpulan para insinyur doang, yang kerja lebih banyak diam.
Yang lebih hebat adalah dari tersedianya instrastruktur IT ini, terjadi proses transformasi ekonomi. China menuju lompatan jatuh ke depan. Terjadi dalam sagala hal, dari sejak proses produksi, bisnis process, sampai kepada pasar. Pasar domestik yang begitu besar, yang tadinya tidur, kini bangkit dan telah menggeser ketergantungan china terhadap pasar ekspor. Benar benar mandiri dalam segala hal.
***
Setiap benda modern yang kita miliki itu berawal dari petrokimia, senyawa kimia hidrokarbon yang didapat dari bahan bakar fosil dan gas alam dengan serangkaian proses penyulingan. Secara garis besar, dasar petrokimia dapat dikelompokan menjadi beberapa bagian, di antaranya Olefins (ethylene, propylene, butylene, dan butadiene), Aromatic (benzene, toluene, dan xylene), dan Methanol. Produk-produk ini nantinya akan menjadi supply chain bagi industri plastik, kertas, serat, tekstil, perekat, pelarut, pelapis, cat dan deterjen.
Secara ekonomi, industri petrokimia mampu menjadi penopang tulang punggung perekonomian modern. Dalam konteks rantai produksi, bahan baku yang dimiliki petrokimia juga punya peranan dari sisi output secara langsung (industri tambang, papan, pangan, sandang, dan fine chemicals) dan tidak langsung (transportasi, pertahanan, UKM, dan telekomunikasi).
Tahun 2019, Jonan selaku menteri ESDM, mengaku heran dengan strategi Pertamina selama ini yang tidak mempersiapkan perkembangan pemanfaatan minyak menjadi petrokimia. Padahal Pertamina kata dia telah lama menjadi pemain bisnis migas nasional maupun internasional.
Pada tahun 2021, pasar petrokimia nasional berada di angka 5-6 juta ton. Dari jumlah tersebut, 2 juta ton masih didominasi secara impor. Beberapa produk petrokimia yang masih diimpor antara lain polietilena (PE), polipropilena (PP), polistirena (PS), polivinilkhlorida (PVC), polietilena tereftalat (PET), dan karet sintetis (ABS). Jokowi pernah marah besar waktu tinjau proyek petrokimia Tuban yang engga kelar kelar.
Tahun 2022, barulah pembangunan Kilang pertamina ada harapan pasti kita bisa mandiri. Pertamina Refinery Development Master Plan (RDMP) di sejumlah kilang yang ada seperti Kilang Balongan, Cilacap, Balikpapan, Plaju, dan Dumai dan pembangunan kilang baru di Tuban, Jawa Timur. Kilang-kilang ini di-integrasikan dengan petrochemical, sehingga bukan hanya bicara tentang gasoline (bensin), tapi juga bisa di-switch ke petrochem. Itupun baru akan jadi dan siap produksi tahun 2027.
Bayangin aja. Indonesia itu tercatat sebagai salah satu konsumen dan produsen minya terbesar di Dunia. Tapi baru tahun 2027 Kita bisa mandiri soal petrokimia…Itupun kalau tidak ada halangan. Tahun 2019, Jonan sempat nyeletuk” “Itu orang di Pertamina sekolahnya apa, kok tidak bangun-bangun petrokimia. Midstream itu dimasa depan migas market-nya petrochemical. “ Ya pak kalah sama Chandra Asri, punya Koh Apheng, yang hanya tamatan SMA
Apa yang dapat kita pelajari dari proses China membangun itu dan gagalnya kita melakukan transformasi ekonomi ke Industri ? begitu besar belanja APBN kita, tetapi itu tidak menjadi peluang transformasi ekonomi dari SDA ke Industri. Justru APBN besar itu melahirkan mindset korup dan tumbuhnya komprador untuk bancakin APBN dan sumber daya, yang akhirnya menguntungkan asing saja. Ekonomi sampai kini tetap saja bergantung SDA, karena SDM otaknya engga jauh dari selangkangan.
No comments:
Post a Comment