Ada cerita dari teman. Dia perlu pelabuhan khusus untuk angkut Sawitnya ke pabrik. Posisi pelabuhan itu di muara sungai. Dia urus ke pemda untuk dapatkan izin pelabuhan khusus. Dari izin lokasi, sampai AMDAL dia penuhi. Itu butuh 6 bulan baru izin keluar. Setelah kantongi izin, dia mulai buat rencana pembangunan pelabuhan. Tetapi apa yang terjadi ? dalam hitungan hari, telah berdiri 80 bagan di depan dermaga yang akan dia bangun. Kemudian, ada aksi demo ke DPRD minta agar pelabuhan itu dibatalkan. Alasannya merugikan nasip nelayan. Padahal sebelum ada rencana buat pelabuhan engga pernah ada bagan nelayan.
LSM dan Aktifis nelayan menekan perusahaan agar menghentikan pembangun pelabuhan. Mereka datang bergelombang. Akhirnya dia terpaksa tunda pembangunan sambil menanti arahan dari pemda. Mau tahu apa jawaban pemda ?
“ Kamu sebaiknya bayar aja tuntutan kerugian rakyat. Sekalian uang kesejahteraan kepada mereka. Selesai“. Saat itu aktifis dan LSM berserta aparat keamanan hadir dalam rapat. Nego terjadi antara LSM dan pemda terjadi alot. Disepakati kompesasi kerugian nelayan Rp. 80 juta per bagan. Artinya teman saya harus bayar Rp. 6,4 miliar. Uang itu diserahkan kepada aktifis yang mewakili Nelayan. Urusan selesai.
Teman itu berkata “ Gua engga habis pikir. Gua sudah dapatkan izin AMDAL sebelumnya dari pemerintah. Tetapi kalau ada masalah, pemerntah daerah lepas tangan. Kalau memang izin itu tidak punya kekuatan hukum berhadapan dengan Aktifis, kenapa izin dikeluarkan.
“ apakah benar uang itu untuk nelayan?
“ engga juga. Itu semua rekayasa. Sudah konspirasi antara DPRD, Aktifis dan Pemda, termasuk aparat. Begitu cara mereka memeras uang pengusaha. Padahal tampa pengusaha, tidak ada pajak, tidak uang negara bayar gaji mereka. Tetapi itu tidak mereka pahami.” Katanya.
***
Ada juga teman melobi pejabat pemda dan pusat agar tata ruang disesuaikan dengan rencana pengembangan atas lahan yang dia kuasai. Dengan perubahan tatan ruang itu, infrastruktur yang dibiayai APBN dan APBD mengalir untuk kepentingan kawasan yang akan dia kembangkan. Setelah infrastruktur dibangun negara, harga tanah dia akan melambung berlipat. Engga ada urusan kalau perubahan tata ruang itu merugikan dan meminggirkan rakyat yang ada, Mengubah budaya tradisional jadi kapitalis.
Bahkan pengusaha bisa dengan mudah mengubah peruntukan lahan yang sudah dialokasikan untuk orang lain atau negara. Apa tujuannya? agar harga tanah jatuh. Setelah jatuh, baru dibeli dengan harga murah. Setelah semua tenang, izin baru keluarkan lagi. Namun semua lahan sudah dikuasai pengusaha rente. Semua diatur dengan uang dan dampak politik diselesaikan dengan uang juga.
***
Jadi di kepala aparat, politisi, pejabat, hanya uang. Bagaimana mereka bisa kaya raya selagi mereka ada posisi. Mana ada dikepalanya berpikir soal rakyat jelantah. Mengapa? Waktu mereka sudah sibuk melayani dan memanjakan keluarga, saudaranya dan selirnya. Kalau anda masih juga berharap dari mereka untuk makmur, kebangetan dah bolotnya. Jadi , keluarlah dari ketergantungan kepada politik. Focus kepada diri sendiri dan berusahalah beradaptasi dengan perubahan. Raih sekecil apapun peluang. Kejar walau harus merangkak dan menyapu dengan lidah. Itu aja..
No comments:
Post a Comment