Tuesday, September 6, 2016

G 20 di Hangzhou, China.

Hangzhou merupakan ibukota terbesar di provinsi Zhejiang di pesisir timur RRT. Terletak di kepala Teluk Hangzhou di pantai China antara Shanghai dan Ningbo. Sebelum liberalisasi ekonomi CHINA, Zhejiang adalah contoh kemampuan pemerintah local melawan system komunis. Namun perlawanan ini tidak begitu diperhatikan oleh pemerintah pusat karena letak daerah ini yang jauh dari pusat. Daerah ini sangat sedikit sekali mendapatkan anggaran dari Pusat dan hampir tidak mungkin untuk menciptakan pertumbuhan . Namun rakyat yang ada di Zhejiang bangkit dengan kemampuan kemandirian.Pembangunan dilakukan oleh masyarakat dengan dukungan pendanaan dari budaya arisan. Kebiasaan masyarakat china yang suka berkelompok berdasarkan pertemanan serta hobi hidup hemat dan gemar menabung telah menjadikan system arisan ini mampu sebagai amunisi menuju kemakmuran. Ketika system arisan ini menunjukan keberhasilan maka disinilah yang patut kita contoh dimana mereka mampu berbuat jenius tanpa dukungan penasehat keuangan Wall street dan pengacara di London.

Larangan mendapatkan dana dari system perbankan telah mendorong terbentuknya system perusahaan keluarga kolektive ( koperasi ). Kemudian dengan melobi perusahaan Negara untuk menjadikan mereka sebagai anak angkat. Melalui perjanjian dengan manajemen perusahaan Negara tersebut , koperasi itu akan membungkus dirinya dengan nama, dokumen dokumen dan nomor rekening di bank dimana perusahaan Negara itu sebagai nasabah utama, Tentu terjadinya kolaborasi tersamar ini karena didukung adanya jaminan dari system arisan yang mampu memperkuan likuiditas bank. Langkah ini tidak hanya membuat usaha mereka halal menerima kredit bank, tetapi juga membebaskannya dari keharusan membayar pajak. Sementara para petanipun melalui system pertanian kolektive yang ditetapkan pemerintah berhasil mengelabui pemerintah dengan cara yang sama.Tentu cara ini tidak akan berjalan dengan baik tanpa dukungan tidak langsung dari penguasa partai local dan intelektuak kaum muda yang tersadarkan oleh ambisi rakyat untuk mandiri. Namun melawan secara langsung kekuatan pusat adalah tidak mungkin. Maka tidak aneh bila banyak pemimpin usaha kolektiv tersebut ( koperasi ) itu dimotori oleh pejabat partai local yang gigih memberikan pendidikan untuk menimbulkan semangat kemandirian. Disamping itu para pemuda lulusan universitas Zhejiang secara diam diam melalui program kebudayaan pergi kepenjuru china untuk memasarkan produk dan juga melobi pedagang Hong Kong untuk menjadi perantara mereka masuk kepasar international.

Keberhasilan Zhejiang telah menyadarkan Pemerintah Pusat . Deng menjadikan ini sebagai momentum yang tepat melakukan reformasi ekonomi. Zhejiang pun dijadikan model pembangunan bagi seluruh provinsi. Partai Komunis mulai bersedia memperbaiki kesalahan idiologi radikal pada masa lalu, termasuk kesalahan Mao dan kelompok Empat Maois, perubahan ini menandakan era kepemimpian yang lebih praktis.Dibawah komando Deng , reformasi ekonomi dipantau dari dekat oleh Partai Komunis dan pemberatasan korupsipun dilakukan dengan cara praktis dan sistematis sebagai bagian tak terpisahkan dalam system pengawasan era reformasi. Hasilnya, hampir 40 ribu industri milik Negara yang tidak efisien telah ditutup. Sejak tahun 1996 sampai dengan 2001 sebanyak 53 juta orang yang bekerja di sector pemerintahan diberhentikan. Jumlah ini sama saja dengan seperempat penduduk Indonesia. Kini provinsi Zhejiang telah menjelma menjadi kekuatan ekonomi dengan melahap sebagian besar lahan pertanian menjadi pusat industri dari segala jenis produk. Di provinsi Zhejiang , 90 persen usaha dan penyediaan infrastructure ( tenaga listrik, jalan toll dll) adalah dikelola oleh masyarakat/swasta. Suatu persentase yang tertinggi dibanding provinsi lainnya. Perjalanan dari bandara kepusat kota , terlihat jelas iklan berbagai produk seperti kamera digital, telephone genggam dan berbagai alat permesinan. Semua itu adalah produk local yang dibanjiri oleh pedagang besar dari eropa dan amerika untuk berbelanja.

Yang pasti masyarakat Zhejiang dan begitupula dihampir semua provinsi di china telah menjadi momok yang menakutkan bagi pencinta paham kapitalis tentang teori penguasaan modal ,yang ternyata telah dijungkir balikan oleh kekuatan system komunitas yang bergerak bagaikan roket dan hampir tidak bisa ditemukan dalam teori ekonomi kepitalis (yang menempatkan kekuatan konglomerasi sebagai pendorong pertumbuhan).Salah satu pejabat china berkata pada saya bahwa “ pertumbuhan ekonomi yang begitu pesat dan pencapaian kemakmuran disemua kota dan desa adalah sangat mengejutkan kami. Tak pernah terbayangkan sebelumnya. Ini bukanlah hasil kerja dari pemerintah pusat, Semuanya datang dari antusias masyarakat yang sadar untuk memperjuangkan kehormatan keluarga dan negaranya, berdasarkan cara cara yang kami yakini dan bukan meniru cara Amerika , eropa atau Negara lainnya.” Dari teman saya yang pernah bekerja di Credit Suisse dan sekarang memimpin satu perusahaan securitas mengatakan bahwa “ Munculnya perlawanan system di provinsi Zhejiang sebetulnya karena tekanan kemiskinan dan rendahnya dukungan anggaran dari Pemerintah. Apa yang mereka lakukan adalah revolusi system tanpa melalui revolusi phisik dengan cara menggerakan semangat kebersamaan untuk melawan ketidak adilan dbibidang ekonomi dan politik. Keliatannya, Xijinping memilh kota Hangzhou sebagai tempat pertemuan G20 sekarang, sebagai satire kepada negara maju lainnya untuk jangan rapat kalau hanya ngeluh soal krisis global tapi buat tindakan konkrit, realistis, dan solusi nya hanya ada pada kemandirian rakyat. Itu aja

***
Saya dapat email dari sahabat saya di China. Dia seorang analis investasi. Untuk apa G20 di adakan. Ini hanya buang buang waktu. Dari sejak krisis global 2008, sepertinya anggota G20 tidak punya persepsi yang sama untuk mengatasi dampak dari crisis global. Saat sekarang Negara anggota yang masih menikmati pertumbuhan ekonomi adalah China dan Indonesia. Selebihnya masih belum mampu keluar dari jebakan structural akibat pasar yang menyusut dan kelebihan produksi. Benar benar masa depan yang suram. Saya hanya tersenyum baca email tersebut. Karena persoalan mendasar dari kekacauan Ekonomi dunia saat ini adalah di picu oleh konsep utopia Globalisasi investasi sehingga dunia usaha tidak lagi melihat bangsa dan idiologi dimana dia harus mengembangkan usahanya. Ukurannya adalah kemudahan mendapatkan akses barang modal, bahan baku , tenaga kerja dan uang. Itu semua berkaitan dengan sumber daya bisnis yang bisa menjamin pertumbuhan usaha dengan mencetak laba. Sampai dengan tahun 2015 total invetasi asing di China mencapai USD 3,8 Triliun. China memang piawai memanfaatkan Globalisasi , dimana asing di manjakan melakukan investasi dengan jaminan segala kemudahan namun uang sendiri di kerangkeng agar hanya berputar di China untuk terus memberikan dampak berganda kepada rakyat. Inilah yang membuat China bisa melakukan lompatan jauh kedepan meninggalkan Negara maju lainnya.

Kota Hangzhou, China tempat pertemuan G20
Awal reformasi Deng di canangkan sampai dengan tahun 2005, pertumbuhan Invetasi asing di china setiap tahunnya diatas 34 %. Terjadi fenomena invetasi dunia. Ratusan perusahaan yang terdaftar di China berhasll menarik dana ratusan miliar dollar dari pasar modal  di luar negeri. Bagaimana ini bisa terjadi? Padahal China menganut idiologi komunis yang anti demokrasi ? kata kuncinya adalah kecerdasan pemerintah menyediakan subsidi terselubung melalui tersedianya industry hulu yang menghasilkan produk murah, seperti industry baja, Industri kimia dasar, Industri pengolahan hasil tambang, Industri dasar lainnya sehingga invetasi asing untuk industry hilir mengalir deras memanfaatkan produk hulu yang murah ini. Di samping itu Pemerintah china juga memberikan subsidi terselubung berupa logistic system yang luas dan murah. China merakayasa agar mata uangnya melemah sehingga produknya semakin kompetitiv di pasar international. China juga memberikan subsidi Bunga dan biaya riset bagi pengembangan UKM agar menjadi supply chain  bagi industry yang terus tumbuh di seluruh China. Dari dukungan UKM ini saja, dalam 20 tahun China berhasil melahirkan 90 juta wirausaha baru dengan daya serap angkatan kerja mencapai 900 juta orang atau lebih dari separuh angkatan kerja nasional. Orang terkaya dunia memang tidak di pegang China tapi jumlah populasi orang kaya dan kelompok menengah ada di China.

Untuk memperkuat akses dalam negeri terhadap modal asing, sampai dengan akhir tahun 2005 ada total 71 bank Asing dari 20 negara maju membuka cabang di China, termasuk Bank Mandiri yang berdiri di Shanghai. Sementara bank BUMN China berusaha membuka cabang di luar negeri dan berperan sebagai gateway untuk mengalirnya dana asing masuk ke China. Semua cara di lakukan China agar arus investasi asing masuk ke china. Apakah ini melahirkan kemakmuran? Itu relative. Namun setidaknya hampir 1 miliar orang China yang tadinya hidup bergantung dari hasil pertanian dan buruh dengan penghasilan USD 2 perhari, kini penghasilan telah melonjak berpuluh kali lipat. China memang nampak hebat dengan menempatkan dirinya sebagai kekuatan ekonomi kedua dunia. Semua itu tidak didapat dari gratis. Tak terbilang derita rakyat akibat  proyek besar membangun insfrastruktur harus menggusur tempat tinggal mereka , dan menempatkan mereka sebagai buruh dengan penghasilan 10 % dari upah pekerja yang ada di Eropa dan Amerika. Tak terbilang aktifis kemanusiaan yang di bunuh sehingga tidak ada lagi orang yang berani berbeda pendapat dengan rezim komunis China. Berpuluh tahun pembangunan tiada henti terjadi di semua wilayah , yang di pandang bisu orang ratusan juta rakyat.

Setidanya kemajuan China Selama ini menimbulkan budaya baru di Eropa dan AS, orang malas produksi karena mereka bisa mendapatkan barang murah dari China. Akibatnya banyak Industri menengah yang gulung tikar da ada juga yang hengkang ke China agar bisa lebih efisien dari segi upah buruh dan supply chain. Akibat index Manufacture yang melorot, Negara maju menjadikan konsumsi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi. Tapi sebagian besar konsumsi itu tidak didapat dari kemampuan financial real tapi melalui berhutang. Generasi muda dari kaum terpelajar di kota kota besar adalah generasi bokek. Mereka hidup dalam kebebasan berkonsumsi untuk memenuhi imajinasi orang sukses ,namun semua di dapat dari berhutang. Sehingga memanggal lebih dari separuh gajinya. Mereka kehilanga keatifitas untuk menjadi pionir  karena biaya hidup yang sudah terlanjur mahal dan cicilan hutang yang membuat stress. Di satu sisi, pemerintah tidak menyadari peradaban modern yang di simbolkan dengan subway, mall raksasa, gedung pencakar langit, kampus yang sesak dengan biaya selangit, menggiring orang semakin tergantung kepada pemerintah. Para petualang politik mulai melirik sosialis untuk membujuk orang malas yang kaya mimpi untuk menjadi pemilih, dan tentu pada akhirnya di bodohi.

Kegagala zona Eropa menstabilkan Ekonomi dan AS yang stuck, Jepang masuk krisis spirald, semua  menyalahkan China sebagai biang kerok semua kekacauan ekonimi global. Seorang eksekutif muda yang saya temui pada waktu seminar di Beijing, berkata kepada saya bahwa semangat Globalisasi yang di canangkan Barat dan AS dulu mendesak China masuk secara purna, dengan tujuan menciptakan peradaban dunia baru ( New world orde era ) , ternyata justru membuat dunia masuk dalam era gelap. Pertemuan G20 yang di adakan di China mengkonfirmasi bahwa keadaan ekonomi semakin memburuk dengan tidak ada perbaikannya harga komoditas ekspor.  China lebih dua kade berkorban dengan konsep new world orde era itu dan sampai kini belum menikmai kemakmuran yang di janjikan itu. Sementara dunia mulai menyalahkan China. Solusi nya adalah china tidak seharusnya merakayasa melemahkan mata uangnya. Meminta China membuka pasarnya lebih luas agar keseimbangan perdagangan dunia terjadi. Memaksa China memberikan kebebasan capital flow. Lebih peduli kepada konsep dampak buruk rumah kaca dan lingkungan hidup. Lebih menjamin demokrasi dan hak azazi manusia.

Saya tidak tahu di mana kami salah?  Demikain kata teman di Hong kong. Tidak ada pemerintah di dunia yang sempurna. Tidak ada tesis yang paling tepat untuk setiap Negara. Yang ada hanyalah soal pilihan. Dulu ketika Eropa dan Amerika sukses dalam ekonomi dan menikmati kemakmuran dari pertumbuhan ekonominya, kita di Asia dalam keadaan terpuruk. Kita tidak menyalahkan siapapun. Kita terus berbuat dan berkerja dengan pilihan kita. Ketika kita di ASIA mulai merasakan sedikit kemakmuran, Amerikadan Eropa terpuruk dan  mereka menyalahkan ASIA, khususnya China. Saya rasa ini bukan masalah system ekonomi tapi karena rusaknya budaya kreatifitas dan kemauan berbagi atas dasar gotong royong. Sifat rakus dan individualisme Itulah penyebabnya dan dunia kini mendulang prahara karena budaya tersebut. G 20 seharusnya membuat komunike tentang perlunya perbaikan akhlak dalam membuat kebijakan ekonomi dan social. Geopolitik dan Geostrategis seharusnya melahirkan perdamaian bagi semua orang, di belahan dunia manapun. Mungkinkah.?.


No comments:

ERA Jokowi, dari 16 target yang tercapai hanya 2

  Realisasi kuartal III-2024, ekonomi nasional tumbuh 4,95%. Konsumsi rumah tangga sebagai pemberi andil terbesar hanya mampu tumbuh 4,91%. ...