Kalau kita perhatikan di sosmed
begitu banyak postingan yang menghujat Jokowi dan bahkan di padukan dengan
kehebatan kreatifitas image digital yang bisa meng ekspresikan kebencian
terhadap Jokowi. Ada apa ini ? Padahal mereka orang bergama dan bahkan dari
golongan islam. Demikian kata teman saya ketika silahturahmi ke rumah saya
dalam rangka hari Rayat Idul fitri. Saya bisa paham rasa kawatir yang tersirat
dari teman ini. Karena budaya seperti ini bukan hal baru. Dulu zaman Soekarno
dan Soeharto menghujat pemimpin tetap di lakukan namun di lakukan di tempat
tempat yang orang lain tidak boleh mendengar. Harus di pastikan yang mendengar
adalah teman seiring dalam politik. Namun dia era IT sekarang ini, informasi
masuk ke saku kita lewat gadget dengan contain dari media social yang bisa di
akses kapan saja , dimana saja oleh siapa saja. Di tambah lagi di era
keterbukaan saat ini, tidak ada larangan
bersikap apa saja asalkan bertanggung jawab. Apalagi dasar hokum terhadap
sosmed adalah delik aduan. Artinya kalau orang yang di hujat atau di fitnah
tidak mau melaporkan kepada Polisi maka tidak ada kasus. Dulu dan sekarang sama
aja. Itulah politik. Pemain politik begitu hebat mencuci otak pengikutnya
sehingga idiologi itu jadi candu. Siapapun yang sudah keracunan candu ini maka
tidak akan bisa kembali normal lagi. Karena otaknya sudah error.Kalaupun dia
bisa kembali normal namun sifat paranoid tidak akan bisa hilang...
Apakah ini mengkawatirkan ? Tidak. Mengapa ? Ya biarkan saja. Karena mereka bukan lagi kumpulan yang di perhitungkan oleh elite politik. Politik itu di drive oleh elite yang
punya target kekuasaan dan pasti ada transaksional di balik itu. Dengan kekuasaan itu mereka bisa menjalankan ageda bersama sama.
Bagaimana dengan orang banyak yang sudah sudah di cuci otaknya ? Manapula elite politik mau pikirkan nasip mereka. Padahal diantara akar rumput belum bisa menerima kekalahan calonnya. Sementara baik calon yang kalah dan yang menang bisa berdamai. Bahkan saling
bersilahturahmi dan saling melempar senyum penuh keakraban seakan tidak pernah
terjadi perseteruan apapun. Saya pernah bertanya dengan pimpinan
partai soal masih ada akar rumputnya yang tidak bisa menerima kekalahan
itu. Dia menduga bahwa ini
cara politik kotor. Pihak yang menang sengaja menarik gerombolan yang telah di
cuci otaknya menjadi kayu bakar untuk
menghidupkan api agar terus menyala dan membuat orang terang, walau tidak
benderang. Terang ini penting sekali agar menarik kunang kunang dalam satu
titik. Jadi kesimpulannya seperti teori marketing komunikasi bahwa cara terbaik
menarik perhatian audience adalah berita yang buruk. Orang akan berkumpul untuk
mendengar dan membicarakan berita buruk ini. Siapapun dia akan menjadi terkenal
ketika di beritakan buruk. Apalagi kalau sudah terkenal.
Bukankah berita buruk itu
merugikan. Tentu akan merugikan karena sebagian orang yang tadinya mendukung
akan menyingkir dari barisan. Dan lagi apa untungnya di dukung oleh pemilih yang tidak cerdas bersikap. Mereka bukan asset. Tapi ingat bahwa di Indonesia ini ada swing voter
yang jumlahnya jauh lebih banyak dari
akar rumput yang ada di semua partai. Mereka pemilih cerdas yang tidak bisa di provokasi dengan kampanye hitam, tidak bisa di bujuk dengan ayat Quran, tidak bisa di bujuk dengan uang goban, apalagi pencitraan. Mereka dapat bersikap santai untuk golput ketika calon yang di sodorkan oleh partai bukan orang yang mereka
percaya. Menarik swing voter tentu dengan berita buruk. Ini akan membuat mereka
mencari tahu. Saya melakukan eksperimen. Ketika ada berita buruk terhadap Jokowi, saya buat tulisan di blog dari sudut pandang berbeda secara positip, ternyata dibaca lebih dari 1.000 orang sehari, bahkan mencapai 10.000 lebih. Saya yakin yang membaca ini sebagian besar adalah swing voter. Tentu mereka melakukan cross check atas tulisan saya itu. Bila benar maka mereka akan jadikan saya narasumber. Terbukti traffic blog saya semakin tinggi. Artinya mereka mencari tahu maka mereka akan gunakan saluran yang
benar dan tidak mungkin dari saluran yang tidak jelas, apalagi dari media
yang wartawannya di gaji alakadarnya
atau dari media yang alamat dan kantornya beda atau dari sosmed yang
pengikutinya hanyalah akar rumput yang miskin wawasan.
Jadi sehebat apapun hujatan orang
kepada Jokowi dan Ahok, justru membuat swing voter semakin bertambah berpihak kepadanya. Memang kelompok swing voter tidak seratus persen setia. Mereka akan menjadi pemerhati yang cerdas dan pasti sabar. Karena cerdas pasti sabar. Selagi analisa mereka benar mereka akan tetap di belakang pemimpin yang mereka idolakan tapi kalau tidak benar maka mereka dengan easy walk way, emang gua pikirin. Lihat aja hasil pemilu, bagaimana suara PD yang merosot walau SBY sebagai icon dan bagaimana suara PKS walau agama sebagai icon. Mengapa ? karena para pengusung idiologi dan agama kehilangan reputasi akibat kasus korupsi dan amoral. Belum lagi laku dari ormas Islam yang berwajah
garang dengan slogan yang tak patut di
dengar oleh para swing voter. Apa sih yang tidak di sukai oleh swing
Voter? Tanya teman saya. Ya mereka muak bila orang bicara agama untuk mendapatkan
simpati rakyat. Mereka muak dengan arogansi kekuasaan yang penuh dengan atribut
kehormatan berlebihan. Mereka ingin hidup damai , inginkan pemimpin yang
egaliter. Mereka adalah kelompok yang
menginginkan perubahan dan sadar perubahan itu tidak mudah. Mereka memlih pemimpin
bukan karena janji politik diatas panggung tapi mereka memilih karena tahu
karakter pemimpin itu qualified untuk melakukan perubahan. Mereka tidak
menganggap pemimpin itu lampu aladin. Mereka
cerdas dan mereka kado terindah dari abad 21.
Semoga ini menjadi pelajaran bagi elite politik dari partai yang masih mastur idiologi dan agama agar berubah. Mari cerdas berjuang dan
tinggalkan niat berkuasa tapi perkuat niat untuk berkorban dan berjuang karena
Tuhan. Setidaknya mari giring akar rumput untuk menghadapi kenyataan. Beri
mereka pencerahan bagaimana mereka bisa jadi agent perubahan di lingkungan
terdekatnya.Partai seharusnya menggunakan insfrastruktur partai yang ada di seluruh Indonesia untuk meng-advokasi rakyat khususnya UKM agar punya akses kepada dana bergulir yang di sediakan pemerintah. Meng advokasi pedagang kecil agar mampu membangun pasar modern melalui dana revitalisasi pasar yang disediakan pemerintah. Meng advokasi rakyat menguasai sumber daya alam di daerah dan membentu akses pemasaran serta akses pendanaan melalui Sistem Resi Gudang yang sudah jadi UU dan menjadi kewajiban pemerintah melaksanakannya. Pendekatan menjelang Pemilu dengan retorika agama dan idiologi tidak laku lagi tapi kesalehan social,
berbagi dan menolong bagi sesama itu akan membuat orang banyak jatuh cinta. Tebarkan cinta dan kasih sayang. Sudahilah berkeluh
kesah yang tidak jelas. Lebih baik focus kepada kebaikan dan menetramkan lewat
kerja keras melahir karya nyata. BIla ini di laksanakan maka kemenangan di Pemilu mendatang adalah reward yang memang deserved menerimanya.
4 comments:
setuju sekali
mencerdaskan.
salam kenal babo..excelent
untuk jokowi saya masih setia mempercayainya.Tapi kalau Ahok saya sudah mulai memcari alternatif yg sejuk,rendah hati mencintai warganya tapi tetap jujur dan tegas.Semoga itu sudah ada
Post a Comment