When should i meet you ? terdengar suara dari seberang. Saya tahu dia sedang berbicara lewat telp satelit diatas ketinggian 45,000 feet dari pesawat pribadinya. Saya tahu dia dalam keadaan tertekan. Demikian email yang saya terima minggu lalu. Transaksi yang dilakukan penuh ambisi akhirnya hancur berkeping keeping. Beberapa asset yang dikuasainya di Eropa ,harganya fall down. Padahal sebagian besar asset tersebut ditempatkan sebagai collateral untuk program pembiayaan pengambil-alihan project di berbagai Negara. Sudah bisa dipastikan hanya soal waktu project yang telah dikuasainya akan diambil alih bank karena value collateral tidak lagi sufficient untuk meng cover outstanding loan nya.
Yang menyedihkan adalah seluruh harta yang dia dapat dari kerja keras siang malam dan berpuluh tahun itu, akhirnya menguap ditelan angin badai moneter global. Mungkin bila saatnya tiba, tak ada lagi harta tersisa yang patut dia banggakan kecuali harta pribadinya yang tentu lambat laun akan habis karena dimakan ongkos yang mahal, seperti jet pribadi, kapal pesiar, apartement mewah dll. Ketika bertemu dalam makan malam di Hong Kong financial club. Yang pertama kata keluar dari mulutnya adalah dia mengutuk dan menyesali kebodohan pemerintahan di Eropa yang mengakibatkan keadaan financial market tak lagi menjadi tempat nyaman untuk mengembangkan hartanya.
Tiga tahu lalu , dia sulit ditemui karena dia sibuk melakukan investasi dimana mana. Ketika negeri saya begitu sulitnya mendapatkan dana membangun pembangkit listrik , dia malah sibuk mengambil alih perusahaan pembangkit listrik di Dubai. China, Brazil dan lain lain. Ketika orang begitu sulitnya membangun infrastruktur ekonomi, malah dia sibuk mengambil alih beberapa business infrastruktur dibeberapa Negara. Ada perusahaan Pertro Chemical raksasa yang terhadang kesulitan likuiditas dan di ambang kebangkrutan, dia tampil sebagai penyelamat dengan melakukan restruktur permodalam berskala gigatik.
Kini dia kehilangan kekuatan. Masa depan terasa gelap dihadapannya. Dia mengkawatirkan nasip anak anaknya, istrinya dan tentu sederet benda kesenangannya, juga pride.. Saya hanya tersenyum mendengar keluhannya. Dia mungkin agak kesal dengan sikap saya yang tak nampak prihatin. Sebagai sahabat saya katakan kepada dia bahwa dia tak pantas berkeluh kesah karena kemana dia pergi masih menggunakan private jet. Disetiap Negara dia tinggal dirumah yang dibelinya sendiri. Itu tidak disadarinya. Dia hanya kawatir masa depan business nya akan hancur.
Ada sesuatu yang salah dari awal. Kata saya. Dia terkejut karena menyebut tentang kesalahan. Betapa tidak ? sedari awal dia hanya berpikir tentang uang. Segala daya dia lakukan untuk mendapatkan uang. Ini bagaikan narkoba yang selalu menuntut untuk lebih dan lebih. Sehingga bila awalnya uang adalah suatu kenikmatan namun pada akhirnya uang sudah menjadi racun dalam jiwanya. Sedikit saja ada masalah maka derita nestap menyelimuti dirinya. Dia kawatir hartanya akan menyusut. Kawatir tak ada lagi ruang untuk terus tumbuh dan berkembang. Pada saat itu dia tak henti menyalahkan siapapun termasuk menyalahkan pemerintah. Padahal selama ini dia menikmati kemewahan berkat regulasi pemerintah. Itupun dia tidak sadari.
Bagaimana dengan kamu ? tanyanya. Saya tersenyum karena dia seakan ingin mengetahui tentang sikap saya ditengah krisis global saat ini. Mungkin dia mencibirkan saya yang tentu lebih sulit dari dia. Ya secara materi , saya bukanlah apa apa dibandingkan dia. Namun secara kejiwaan saya lebih siap menerima kenyataan. Bukankah nasip buruk itu ada ketika kita tidak mengakui ada nasip buruk. Dan nasip baik itu ada ketika kita sadar ada nasip buruk. Begitu kata saya. Dia nampak bingung. Kamu berfilsafat !. Itu tandanya kamu sudah tidak ada lagi kata kata untuk mengungkapkan realitas. Padahal kita hidup dalam realitas. Bangunlah, sahabat. Katanya.
Bagi saya bukan soal realitas tapi memang begitulah sikap hidup saya. Bahwa saya tidak pernah menganggap kesenangan dunia sebagai tujuan. Bila kita mengejar kesenangan , harta, kepuasan , kita pasti akan kehilangan semua itu. Yakinlah. Saya bekerja keras dan terus bergerak tanpa kenal lelah. Bukan karena ingin seperti kamu., Kata saya tegas. Dalam banyak hal kita mungkin punya nature sama tapi dalam hal prinsip kita jauh berbeda. Apa itu.. Tanyanya. Yaitu kita memang butuh uang tapi itu bukan segala galanya.
Memang uang bukan segala galanya tapi segalanya tak bisa dilakukan tanpa uang. Ingat ini era uang yang bicara. Berhentilah berfilsafat, sahabat. Katanya dengan nada mengejek. Kalau begitu , inilah letak persoalan yang sedang melanda kamu, juga sebagian besar kaum seperti kita. kata saya. Kamu terjebak dalam paranoia akibat keadaan yang tidak bersahabat. Karena kamu hanya yakin bahwa uang adalah segala galanya. Orang termiskin yang saya ketahui adalah orang yang tidak mempunyai apa-apa kecuali uang. Kamu lebih lemah dibandingkan simiskin yang tinggal dirumah reot dan berbaju selembar. Berhentilah barang sejenak berpikir soal uang. Lupakan soal masa depan. Lihatlah hari ini dan syukuri sebagai berkah tak terhingga dimana kamu masih bisa bernafas dan menikmati mentari dengan gratis dari Tuhan.
Apa yang harus saya lakukan? Tanyanya. Kini dia mulai tercerahkan. Saya senang karena sahabat saya mulai berpikir rasional. Apa yang harus dilakukan adalah berbuatlah untuk membahagiakan orang lain dengan apa yang kini kamu punyai. Pernahkah kamu berpikir bahwa minuman dan makanan yang terhidang didepan kita harganya sama dengan penghasilan satu bulan buruh di Indonesia ? Pernahkah kamu menyadari ongkos sekali jalan kamu melintasi benua sama dengan penghasilan petani dua kali musim. Pernah kamu menyadari ongkos memanjakan wanita wanitamu sama dengan biaya mahasiswa miskin sebanyak ratusan orang . Pernahkah itu semua terpikirkan. ?
Sementara apa yang kamu belanjakan dari kerja keras itu tak lain hanyalah kesia siaan. Kesenangan yang menyesatkan. Tak ada nilai. Nyatanya ketika uang mulai menyusut, yang pertama kamu pikirkan orang orang terdekat kamu akan meninggalkan kamu. Padahal masih ada yang bisa kamu perbuat dengan sisa harta itu, yang tentu sangat bernilai bagi mereka yang duapa harta. Sedikit bagi kamu namun sangat berarti bagi mereka yang lapar dan tersisihkan oleh kerakurasan orang seperti kamu. Sadarlah…
No comments:
Post a Comment