Penduduk Jakarta bukan orang yang keji, tapi ada sesuatu yang mengejutkan di KPK kemarin. Ahok keluar dengan gagah setelah di periksa berjam jam. Belum ada bukti bahwa dia bersalah sehingga pantas pakai rompi orange, tapi hampir seluruh elite politik dengan diam-diam atau berteriak: Ahok harus di penjara. Meliat fenomena ini mungkin Harper Lee dapat menggambarkan analogi tentang Ahok, yang dituangkan dalam Novel terkenal To Kill a Mockingbird, terbit pada 1960. Mungkin akan selalu mengingatkan kita bahwa ketidakadilan dapat dilakukan atas nama keadilan bagi orang banyak. Orang banyak itu penduduk kulit putih yang tak ingin dipermalukan seorang buruh kulit hitam, justru karena si negro tak bersalah dan dengan demikian ayah dan ibu si gadis yang bersalah, berdusta—dan bukan cuma itu, sebab dari pengadilan itu tampak bahwa Mayella itu yang mencoba merayu Tom, bukan sebaliknya.
Pengacara yang lurus hati itu, Atticus Finch, telah ikut mempermalukan mereka. Ia, duda yang senantiasa berpakaian lengkap itu, seharusnya di pihak orang ramai, kaumnya, sebab ia juga berkulit putih. Tapi tidak. Atticus Finch memutuskan untuk membela Tom Robinson. Tanpa dibayar. Tanpa ragu meskipun ia harus menghadapi para tetangganya, bahkan disesali kakak kandungnya sendiri. Dan meskipun ia tahu ia tak boleh banyak berharap, dari sebuah mahkamah di kota di pedalaman selatan Amerika, untuk melihat seorang hitam sebagai sesama manusia. ”Kasus ini,” kata Atticus Finch kepada anaknya, ”kasus Tom Robinson ini, sesuatu yang merasuk ke hati nurani, Scout. Aku tak akan sanggup pergi ke gereja dan menyembah Tuhan jika aku tak menolong orang itu.”
Apa sebenarnya yang disebut ”hati nurani”, kita tak tahu. Tapi ada dorongan untuk kurang-lebih tak palsu. Atticus Finch mungkin bukan seorang yang tiap kali membaca Injil, tetapi ia merasa harus ada hakim yang terakhir, sebuah kekuatan yang tahu persis kebenaran dan keadilan, ketika manusia begitu galau, tak tahu persis apa yang terjadi, tapi ikut berteriak-teriak, ”Salibkan dia!”. Atticus dimusuhi tetangganya. Di luar gedung pengadilan, seseorang datang, dan meludahi mukanya. Orang itu Ewell, ayah Mayella, pemabuk yang suka memukuli anaknya sendiri.Dan Atticus berkata, ”Nah, kalau meludahi mukaku dan mengancam-ancamku dapat menyelamatkan Mayella dari pukulan tambahan, aku dengan senang hati menerima diludahi.”
Di kota kecil Maycomb yang sedang menanggungkan depresi ekonomi, ketika orang dirundung cemas, Atticus Finch berdiri: ia jadi merasa kuat, justru ketika ia merasa bahwa yang ditanggungkannya bukan apa-apa jika dibandingkan dengan Mayella yang dipukuli dan Tom yang difitnah dan dizalimi oleh kekuasaan yang seharusnya melindunginya. Ahok tidak sendirian menghadapi pengadilan orang ramai yang membencinya dan akan selalu ada orang terakhir yang akan membelanya walau karena itu akan di hujat dan kehilangan citra. Tapi keadilan memang harus dimenangkan.Itu lebih baik daripada kita berbangga membaca kitab mulia dan berdoa sementara kita berbatu hati melihat orang dizolomi hanya karena dia berbeda dan pantas disalahkan...
Entahlah oh dunia..maafkan ya Tuhan karena kami lemah dan tak mampu berbuat kecuali selalu berharap semua akan baik baik saja..
No comments:
Post a Comment