Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan,
pelemahan nilai tukar rupiah hingga level Rp 15.000 per dollar AS akan
menghantam permodalan lima bank nasional.
_Penyataan tersebut didasarkan pada hasil stress test yang dilakukan OJK
terhadap perbankan di Indonesia, Karena itu OJK sudah memanggil manajemen bank yang
kinerjanya berpotensi terganggu oleh pelemahan rupiah. Namun secara keseluruhan
keadaan Perbankan nasional masih sehat. Membaca berita ini saya hanya
tersenyum. Mengapa? Karena sudah bisa ditebak bahwa kondisi perbankan nasional
kita sangat renta dengan gejolak mata uang akibat dari factor eksternal.Perbankan
kita masih tertinggal dari Negara ASEAN apalagi dengan Negara maju. Berturut 3
bank besar ASEAN adalah milik Singapura yaitu DBS bermodal US$ 26,5 miliar, UOB
US$ 19,2 miliar, dan OCBC dengan modal US$ 18 miliar. Pada sisi kapitalisasi
pasar, bank terbesar di ASEAN adalah DBS asal Singapura dengan nilai US$ 33,1
miliar dan diikuti oleh OCBC dengan nilai US$ 27,7 miliar. Termasuk dari sisi
aset, 3 bank Singapura ini pula juga menempati 3 besar di ASEAN, yaitu DBS
dengan aset US$ 318,4 miliar, OCBC dengan aset US$ 268,1 miliar, dan UOB dengan
aset US$ 225,2 miliar. Perbankan Indonesia, hanya 3 bank yang masuk listing 15
Bank di ASEAN yakni Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Central
Asia (BCA). Dari sisi permodalan, Bank Mandiri peringkat (8) modal US$ 7,3
miliar, diikuti BRI (10) modal US$ 6,5 miliar, dan BCA (13) modal US$ 5,3
miliar, bahkan gabungan ketiga bank ini masih dibawah modal DBS. Berkaitan
dengan kapitalisasi pasar, BCA peringkat (6) senilai US$ 19,4 miliar, diikuti
Bank Mandiri (8) senilai US$ 15,1 miliar, kemudian BRI (10) dengan nilai US$
14,7 miliar. Jadi memang perbankan Indonesia belum terlalu kuat sebagai penyangga
perekeonomian Nasional dengan APBN Rp.2000 triliun dan GNP mendekati USD 500
miliar.
Menurut data riset bahwa dari
total kredit sektor perbankan sebesar Rp 3.045,51 triliun ( data juli 2013)
,30%nya atau Rp. 1000 Triliun disalurkan kepada perusahaan publik ( emiten)
yang jumlahnya 479. Ingat, hanya 479 perusahaan menguasai 30% atau Rp.1000
Triliun sumber dana permodalan nasional lewat system perbankan. Bagaimana
kualitas pemberian kredit kesektor tradable (sektor yang dapat menghasilkan
devisa (baik dari jasa maupun barang) dan dapat meningkatkan standar hidup
(living standard) masyarakatyang bedampak langsung kepada penyerapan angkatan
kerja) ? Hanya sekitar 25%. Artinya sebagian besar kredit perbankan disalurkan
kesektor nontradable atau yang tidak berdampak kepada penyerapan angkatan kerja
secara tetap ( hanya musiman) seperti property dan konsumsi produk impor.
Makanya selama 10 tahun belakangan kita menciptakan ekonomi balon. Membesar
tapi engga ada isi. Kemakmuran semu. Bagaimana
peran Perbankan nasional terhadap masayarakat bawah? Walau BI membuat ketentuan
minimum 20% dana perbankan harus disalurkan untuk kredit usaha kecil tapi belum
sepenuhnya tercapai dan sebagian besar kredit konsumsi bukan produksi. Padahal
Jumlah UMKN saat ini mencapai 56,5 juta unit, dan 98,9 persen adalah usaha
mikro, sedangkan jumlah koperasi di Indonesia mencapai 200.808 unit.
Perhatikanlah data tersebut
diatas . Apakah perbankan kita benar benar melaksanakan fungsinya sebagai agent
of development? Pastinya tidak. Perbankan kita bukan sebagai problem solving
terhadap melemahnya sector riel tapi justru sebagai trouble maker untuk sector
riel. Mengapa ? Karena lebih dari 50% saham perbankan kita dikuasai oleh Asing.
Artinya lebih Rp 1.551 triliun dari total aset perbankan Rp 3.065 triliun
dikuasai asing. Bagaimana kita bisa berharap mereka membela kepentingan nasional
dan peduli kepada program wong cilik? Melemahnya rupiah
terhadap dollar akan berdampak terhadap bank yang portfollio kreditnya sebagian
besar kepada debitur sector nontrabable. Sama dengan jatuhnya perbankan di
Amerika yang terjebak dengan kredit nontrabable. Kadang bila system keuangan
nasional tidak bekerja untuk keadilan social maka diperlukan cara smart untuk
memperbaikinya. Dan cara ini sangat keras dan pahit dirasa bagi orang yang
sudah menikmati kenyaman dari cara cara yang tidak adil. Bagaimanapun Bank BUMN
tetap kuat karena ada Rp. 300 Triliun dana fiscal parkir di bank BUMN untuk
disalurkan.Ini likuiditas yang murah dan mampu membuat mereka bertahan ditengah
badai. Dan asing atau afiliasi asing disektor perbankan, siap siap tambah modal
untuk selamat dari Hit kurs melemah atau mereka keluar ..ada banyak pengusaha
swasta nasional yang mau ambil alih bank mereka
Keadaan sekarang dengan melemahnya rupiah
adalah moment yang tepat untuk terjadinya konsolidasi perbankan nasional dan
reorientasi visi dari komersial semata menjadi agent of development , mitra tangguh
pemerintah untuk mencitptakan keadilan social. Berubahlah dengan cara yang
benar. Indonesia terlalu kuat untuk bisa jatuh ( ( too big to fail ) hanya karena melemahnya rupiah akibat
factor eksternal .Mengapa ? Ada tujuh sendi kekuatan atau points of strength
yang membuat perekonomian Indonesia terlalu kuat. Pertama, jumlah
penduduk yang besar yakni sekitar 240 juta jiwa. Kuantitas sebanyak itu
merupakan pasar yang menarik bagi para pelaku usaha. Kedua, sumber daya alam
yang berlimpah di sektor pertanian dan pertambangan. Ketiga, Indonesia memiliki
bonus demografi hingga 20-30 tahun ke depan, di mana sekitar 50 persen dari
jumlah penduduk adalah kelompok usia produktif, yang akan merupakan engine of
economy growth. Kekuatan keempat yang dipunyai Indonesia adalah cadangan devisa
yang besar. Dengan kekuatan ini,Indonesia bisa merespons setiap
perubahan lingkungan baik eksternal dan internal secara cepat. Dalam hal ini, pemerintah dan Bank Indonesia mempunyai crisis management
protocol sebagai tindakan pencegahan krisis. Kelima, Indonesia memiliki Bank BUMN yang sehat dengan daya tahan yang kuat. Dengan kondisi yang demikian
baik, perbankanpun dipandang mampu menghadapi gejolak yang ada. Keenam,
Indonesia memiliki kestabilan politik karena didukung oleh sistem politik yang
demokratis. Ketujuh, kekuatan ekonomi
Indonesia terletak pada capaian peringkat layak investasi dari sejumlah lembaga
pemeringkat internasional. Apa yang dikawatirkan? saatnya kerja keras. It is time to change or never.
No comments:
Post a Comment