Saturday, August 18, 2012

Nilai Islam : keadilan.


Tadi sore saya bertemu dengan teman lama. Dia mengundang saya berbuka bersama di restoran. Kami bicara banyak dan akhirnya sampai pada issue politik yang kini sedang hangat dalam putaran Pilkada DKI. Dimana agama dijadikan alat oleh elite politik untuk memancing emosi rakyat agar terpilih menjadi penguasa. Mengapa ? tanya saya. Bukankah selama ini agama dibuat berjarak dari hiruk pikuk perjuangan nilai nilai kehidupan social politik budaya? Teman ini mengatakan bahwa dalam system demokrasi, untuk menjadi pemenang,  apapun digunakan untuk dikemas dalam seni berkompetisi, termasuk menjadikan Ayat Al Quran dan Hadith sebagai dalil.  Rakyat awam tidak paham siapa rezim kini yang berkuasa sekarang. TIdak begitu paham tentang Negara ini tidak berdasarkan syariat Islam. Sepenggal ayat AL Quran dan Hadith sudah cukup ampuh untuk membuat rakyat terpedaya dan mengekor.  Ini lebih jahat ketimbang Yahudi. Saya terkejut dengan ungkapan teman ini. Menurutnya , Yahudi jelas jelas berjuang untuk hegemoni agama dan ras nya. Mereka melakukan apa saja untuk kepentingan mereka. Kita bisa menghadapinya dengan jelas pula. Tapi , kalau ada orang islam berbaju gamis namun mindset  Yahudi dipakainya setelah berkuasa tentu dia lebih jahat dari Yahudi.

Saya belum bisa menerima analogi teman ini. Menurutnya lagi, bahwa dalam sejarah perjuangan umat islam yang bersih dari pengaruh Yahudi adalah generasi pertama islam. Pada mereka,  Yahudi dijadikan musuh utama walau dalam prakteknya mereka masih penuh toleran. Allah sendiri sampai menyindir akan sikap generasi pertama islam itu dengan firman “ ….Inilah kamu! Kamu kasih kepada mereka, padahal mereka tidak kasih kepada kamu. “ (QS Ali Imran 119). Artinya Yahudi itu memang musuh laten bagi perjuangan Islam meninggikan kalimat Allah. Yahudi mampu melakukan apa saja untuk  bergesernya aqidah Islam. Mereka sadar bahwa untuk melemahkan perjuangan islam adalah ciptakan kekuasaan yang dekat dengan kemewahan agar nafsu mampu menjadi raja sesungguhnya. Bila pemimpin sudah menjadikan nafsu sebagai raja maka sikap sinis kepada agama akan muncul. Hukum islam tegak hanya untuk rakyat jelata sementara bagi penguasa hukum dikebiri. Titah raja adalah segala galanya. Keadilan menjadi jauh dan jauh.

Itu sebabnya Iman Hanafi memilih untuk lebih baik berdagang kain daripada menjadi Qadi Besar Kerajaan Bani Abbas dan akhirnya mati dipenjara. Itu sebabnya Imam Syafii menolak untuk berkolaborasi dengan Bani Abbas untuk melawan keluarga Ali bin Abi Thalip dan akhirnya Iman Syafii di fitnah sebagai musuh Negara. Dari Yaman, dia dibawa ke Bagdad dalam keadaan kaki dirantai. DIsiksa dalam fitnah yang sangat kejam. Imam Hambali juga memilih untuk dipenjara oleh Khalifah Al Ma’mun hanya karena tidak ingin mengeluarkan fatwa yang sesuai apa kata Raja. Beliau disiksa didalam penjara dengan luka disekujur tubuhnya. Iman Malik yang memilih berjarak dengan Khalifah Al Manshur dan tidak ingin datang atas panggilan Raja hanya karena meyakini bahwa Raja tidak lagi bicara tentang keadilan. Dari tumpukan aklak para pemimpin Bani Abbas yang mempermain Agama untuk melanggengkan kekuasaannya akhirnya tumbang  dengan sangat hina oleh lascar dari Mongolia (Tartar). Semua keluarga kerajaan berserta kemewahan Bagdad diluluh lantakan dalam penyerbuan kolosal. DI Indonesia, Orla tampil , Piagam Jakarta dihapus, ulama dipenjara. Era Orba, asas tunggal Pancasila terbentuk, ulama dipenjara. Era Reformasi, demokrasi bangkit tapi tetap saja ulama yang bersuara soal keadilan masuk penjara. 

Di era modern, Umat islam dibujuk untuk bersatu, dan agama digunakan sebagai perekat. Setelah umat islam bersatu, rezim terbentuk, Undang Undang, Peraturan dibuat tidak berdasarkan syariat Islam, Pengaruh Yahudi masuk lewat berbagai kebijakan dibidang social ,politik dan budaya, Mereka mengatakan bahwa agama membelenggu kemajuan kecuali paham secular. Ini sangat menyakitkan. Kata teman itu. Saya hanya diam untuk menjadi pendengar yang baik. Jadi benarlah, mereka lebih culas ketimbang Yahudi. Ya, mereka terlalu paham tentang kekuatan islam , dibanding Yahudi dan tentu ahli bagaimana melemahkan umat islam agar tak berdaya dihadapan mereka. Itu sebabnya Allah memasukan mereka dalam golongan orang  Munafik. Mengapa ? karena janji Politik mereka membawa bawa AL Quran dan Hadith namun mereka ingkar akan janji ketika berkuasa. Berkali kali kita umat islam diberi janji , berkali kalipula kita terkecoh. Mereka benar benar jahat. Kalau sudah begini, kata teman saya, kitalah sebenar sebenarnya zolim. Karena kita tidak menggunakan akal dan hati untuk memilih pemimpin.

Dalam system demokrasi liberal saat ini, wajah Yahudi dibalik topeng itu semakin tak nampak lagi samar. Ia sudah mudah ditebak  asalkan kita smart membaca , mendengar, melihat.  Cara cara kampanye membangun citra digunakan dengan membayar ulama selebritis untuk memancing emosi rakyat awam agar terpedaya memilih mereka. Ketika kampanye, mereka tidak bicara tentang perlunya syariat islam dalam system ketata negaraan. Mereka hanya membaca sepenggal Al Quran dan Hadith yang tidak berhubungan dengan nilai nilai islam utamanya yang berhubungan dengan akhlak membangun spiritual social untuk keadilan, kebaikan, kebenaran. Tidak ada! Bukankah , kata saya, kini kita punya pemimpin yang sebagian besar beragama islam. Kita juga punya banyak partai Islam. Kita juga punya banyak ulama yang aktif berdakwah. Dan Negara membiarkan soal itu. Benar !. Kata teman itu mengaminkan. Tapi, agama bukan soal atribut dan indentitas formal yang melekat pada Negara dan orang. Tapi seperangkat nilai yang bertumpu kepada keadilan.

Lantas bagaimana nilai nilai islam itu bisa tegak ? Itu hanya bisa tegak apabila Negara berlandaskan kepada AL Quran dan Hadith. Negara islam.Katanya dengan tegas. Apa jadinya bila Negara itu bukan Negara Islam ? bukankah ini yang sedang kita alami? Apa sikap kita? Tanya saya. Memang tidak mudah bersikap. Namun kita harus memilih pemimpn yang dekat dengan kita. Terutama yang dekat kepada kaum miskin dan peduli berbuat.  Pemimpin seperti itu haruslah berlaku seperti khalifah pada generasi pertama islam. Mereka amanah, tak punya kepentingan pribadi kecuali untuk orang banyak, hidup sederhana, jujur, tak banyak berkata tapi banyak berbuat. Tak jauh dari rakyat dan selalu ada untuk rakyat disaat mereka butuh keadilan. Bagaimana bila karakter seperti itu dimiliki oleh orang yang tak paham agama atau beragama non muslim? Tanya saya, Teman itu menjawab sambil mengulang kata kata ulama besar Syaikh al-Islam Ibn Taimiyah “lebih baik dipimpin oleh pemimpin yang kafir yang adil, daripada dipimpin oleh pemimpin muslim yang dzalim. Mengapa ? tanya saya. Ya, karena walau dia kafir namun pastinya bukan Yahudi. Itu lebih baik ketimbang islam tapi mindset Yahudi. Tapi dia bukan muslim? Kata saya bingung. BIla Allah berkehendak, maka hidayah akan sampai kepadanya. Tugas kita memberi kesempatan untuk tegaknya keadilan dari manapun sumbernya dan selanjutnya urusan Allah menyelesaikannya. Saya termenung...

No comments:

ERA Jokowi, dari 16 target yang tercapai hanya 2

  Realisasi kuartal III-2024, ekonomi nasional tumbuh 4,95%. Konsumsi rumah tangga sebagai pemberi andil terbesar hanya mampu tumbuh 4,91%. ...