Monday, January 9, 2012

Harga ?

Tadi pagi ketika sarapan, istri saya sempat nyeletuk bahwa harga beras sekarang setengah juta rupiah  per karung ( ukuran 50 Kg ). Seperti  biasa saya tidak mau mengomentari keluhannya soal harga kebutuhan pokok yang  terus melambung. Namun yang membuat saya termenung dan akhirnya menoleh kearah istri saya adalah ketika dia mengingatkan kepada saya bahwa awal kami berumah tangga tahun 1985 harga baras hanya Rp. 22.000 per karung ( ukuran 50Kg).  Belum usai saya terkejut, dia juga nyeletuk harga emas ketika itu hanya Rp. 20,000 per gram dan sekarang harga mas dipasaran sudah mencapai hampir Rp. 500,000 per gram. “Apanya yang maju negeri ini”?. Nah, ujung  kata yang bernada bertanya inilah yang membuat saya benar benar tertawa. Seorang ibu rumah tangga yang tak paham ekonomi makro namun dapat mengajukan pertanyaan yang menyudutkan tentang public policy theory untuk kemakmuran.

Saya masih ingat ketika tahun 1985,  saya bekerja sebagai Penata Buku ( junior accountant ) free lance dan juga sebagai salesman kimia Industri free lance. Dari dua pekerjaan ini saya mendapatkan penghasilan rata rata sebesar Rp. 300,000 per bulan, Ketika itu usia saya barulah 22 tahun. Kalau di kurs kan dengan emas maka penghasilan saya ketika itu setara dengan 15 gram emas.  Kalau dihitung dengan harga emas sekarang maka penghasilan  saya perbulan  Rp. 7.500.000,00s ( 15 gram emas x Rp 500,000) Besarkan ! Makanya gaji sebesar itu membuat saya financial freedom. Apalagi ongkos bus kota ketika itu hanya Rp. 100. Uang muka BTN ukuran 45/124 hanya sebesar Rp. 400,000 dengan ansuran sebesar Rp. 27,000 perbulan atau hanya memenggal 9 % dari penghasilan bulanan saya.  Walau saya masih berstatus mahasiswa yang harus mencari nafkah untuk keluaga,  saya tidak merasa sulit memenuhi semua kebutuhan hidup. Benar benar hidup sangat bahagia dan lapang ketika itu.

Untuk pekerjaan saya dulu , saat sekarang masuk katagori pekerja lepas yang berhak mendapatkan gaji untuk tamatan SMU dengan UMR sebesar Rp. 1.200.000,0. Coba kurs kan dengan harga emas, maka hanya 2,5 gram emas atau hanya 15 % dari gaji saya dulu. Kalau di kurs kan dengan harga beras maka setara dengan 2,5 karung beras  ( ukuran 50 Kg /karung).  Bandingkan dengan penghasilan saya dulu yang bisa membeli beras sebanyak 15 karung.  Apakah mungkin UMR sebesar Rp 1200,000 dapat mengambil rumah BTN ukuran rumah seperti saya dulu?. Saya rasa di era sekarang itu hanya mimpi bagi pekerja dengan UMR tamatan SMU. Ini realitas. Kebayang engga di era sekarang pekerjaan sama seperti saya dulu  punya penghasilan Rp. 7.500,000.0 /bulan ? Sementara harga beras Rp. 10,000 per kg. Ongkos bus Rp, 3.500.,

Istri saya bertanya “ apanya yang maju negeri ini ?  dengan mengambil parameter beras dan emas. Beras berhubungan dengan perut dan emas berhubungan dengan keadilan alat tukar. Dua hal sangat esensi dalam mengukur tingkat kemakmuran suatu bangsa. Apa artinya data tersebut diatas ? bahwa memang negeri ini dari tahun ketahun tidak ada kemajuan , bahkan mundur kebelakang bukan hanya selangkah tapi beberapa langkah. Apa penyebabnya ? Saya tidak perlu menjelaskan dalam teori yang rumit. Cukup satu kata, yaitu INFLASI.  Inilah biang kemunduran negeri ini. Kebijakan moneter dan fiscal yang bertumpu pada pertumbuhan ekonomi ( GNP ) tentu perlu inflasi sebagai pemicu pertumbuhan, telah memenggal income rakyat. Walau pemerintah bicara tentang inflasi hanya dibawah 2 digit, itu hanyalah boong belaka diatas angka statistik, there are three kinds of lies: Lies, Damn Lies, and StatisticsKadang kenaikan harga disalahkan pedagang. Ini menipu rakyat. Kenaikan harga bukanlah ulah pedagang tapi ulah kebijakan pemerintah.

Dari masa ke masa pemerintah itu beroperasi seperti business ponzy. Mereka membuat kebijakan untuk kepentingan mereka sendiri. Tidak ada kepentingan rakyat. Setiap rezim jatuh meninggalkan luka dan derita bagi rakyat banyak dan selanjutnya digantikan oleh rezim berikutnya dengan janji perbaikan namun tak ada perubahan. Mereka justru melanjutkan permainan ponzy itu dengan bentuk dan rupa berbeda namun esensinya tetap sama, merampok rakyat. Apa permainan ponzy itu ? mencetak uang melalui penarikan hutang ( dalam dan luar negeri) sebagai mesin pendorong pertumbuhan atas dasar asumsi (pasti tidak tepat) dan kita hanya bisa merasakan harga terus naik mengalahkan kenaikan penghasilan tetap. Sementara ekses design pertumbuhan seperti itu melahirkan segelintir orang kaya dan super kaya, entah itu pejabat, politisi ataupun pengusaha yang dekat dengan penguasa. 

ERA Jokowi, dari 16 target yang tercapai hanya 2

  Realisasi kuartal III-2024, ekonomi nasional tumbuh 4,95%. Konsumsi rumah tangga sebagai pemberi andil terbesar hanya mampu tumbuh 4,91%. ...