Sejak kejatuhan Lehman Brothers tahun 2007 yang memicu krisis global sampai kini terus berlangsung bahkan semakin parah. AS yang obligasinya selalu dikenal dengan No Risk kini oleh S&P diturunkan peringkatnya menjadi AAA. Kemudian index ekonomi AS terus memburuk dengan ditandai turunnya indeks industry dengan banyak rontoknya perusahaan dan meningkatnya angka pengangguran. Ini tidak bisa diselesaikan dengan cepat dan butuh waktu panjang. Selama proses ini, negara didunia yang selama ini menjadi satelit AS untuk menerima luberan pertumbuhan ekonomi AS pasti akan menerima dampaknya. Benarlah, Eropa yang dikenal sebagai mitra strategis AS terkena imbas dengan diawali krisis hutang Yunani yang gagal bayar. Kemudian merambat ke Italia, Spanyol, Portugal. Likuiditas pasar uang mengering akibat semakin tergerusnya kepercayaan dunia khususnya ASIA terhadap surat hutang Eropa.Hampir semua lembaga keuangan kelas dunia maupun multilateral semakin pesimis dengan situasi ekonomi di Eropa.
BIla tahun 2007 awal krisis terjadi, para ekonom mempunyai ruang untuk melakukan recovery dengan menurunkan suku bunga namun hasilnya nothing, bahkan semakin sulit. Kini ruang untuk bergerak lincah diatas krisis semakin sempit. Suku bunga sudah sangat rendah. Pertemuan G20 yang dulu dirancang mengatasi krisis 2008, kini harus kembali duduk satu meja mengatasi krisis ini. Lantas apalagi solusi yang akan diambil ? Karena keseimbangan ekonomi global semakin goyah. Efek dana private akan bergerak deras kenegara berkembang yang semakin menyulitkan Eropa dan AS keluar dari krisis. Disisi lain Negara berkembang akan mengalami gangguan ekonomi makro akibat suplai uang yang deras , yang cepat datang , cepat pula pergi. Intinya adalah kesulitan liquiditas menjadi hantu bagi Negara yang hidup bertumpu dari hutang ini.
Ketika bertemu dengan teman dari Eropa dan AS dalam salah satu rapat bisnis, kami sempat membicarakan soal krisis yang sedang melanda AS dan Zona Eropa itu. Teman ini semakin pesimis dengan keadaan negaranya masing masing. Nampak mereka kehilangan kepintaran sebagaimana selama ini menjadi kebanggaannya untuk mengatakan ASIA bodoh. Mereka bertanya kepada saya, bagaimana dengan Indonesia. Saya jawab dengan enteng bahwa Indonesia tidak pernah krisis. Yang krisis itu adalah pemerintah. Mereka nampak bingung dengan ungkapan saya itu. Namun dengan enteng pula saya katakan bahwa kami rakyat sejak merdeka sampai kini tidak merasakan kehadiran pemerintah didalam kehidupan kami. Kami baru menyadari Negara itu ada ketika mau Pemilu atau ngurus Izin atau perlu Passport.
Coba perhatikan kata saya, ketika tahun 1998 saat krisis ekonomi ASIA , kami Negara yang terpukul paling keras. Ketika itu, rasio utang terhadap PDB bahkan sudah mendekati 100 persen, tak beda dengan situasi Eropa dan Amerika Serikat saat ini. Ditambah lagi ketika itu , kami juga sedang menghadapi krisis politik dengan jatuhnya Soeharto. Ditengah situasi itu, kamipun terkena benca alam Tsunami dengan korban diatas 300,000 jiwa. Bayangkanlah bila ini terjadi di Eropa atau AS, krisis ekonomi datang, krisis politik juga mendera, bencana alam terburuk menimpa. Saya yakin Negara kalian akan hancur. Kata saya dengan santai. Mereka bengong. Mungkin mereka baru menyadari bahwa pernah ada prahara lebih berat dibandingkan mereka kini. Lantas bagaimana negara anda bisa keluar dari situasi terburuk itu ? Kata mereka dengan antusias ingin mengetahui lebih jauh.
Lagi lagi saya katakan dengan santai bahwa yang krisis itu pemerintah bukan rakyat. Kami rakyat tidak peduli soal krisis itu. Akibatnya para elite politik bisa berdamai satu sama lain untuk mengambil kebijakan yang cepat melalui penyelamatan perbankan dan dunia usaha sekaligus. Pemerintah atas dasar keputusan politisi menanggung semua hutang perbankan dan swasta itu dan selanjutnya akan menjadi beban rakyat selama lamanya lewat APBN. Apakah itu semuanya ditanggung ? bagaimana dengan mereka yang menjarah perbankan ? Tanya mereka beruntun. Kembali saya jawab dengan tersenyum. Ada yang diadili dan tak banyak yang dipenjara. Apa peduli kami. Mereka geleng geleng kepala. Mengapa rakyat Indonesia tidak marah ? Tanya mereka bingung. Apa peduli kami? Jawab saya singkat. Namun lihatlah hasilnya kini, dunia usaha bangkit, perbankan tumbuh dengan percaya diri, kelompok menengah tumbuh cepat. APBN meningkat ratusan persen dibandingkan sebelum krisis, rasio hutang tinggal 20%.
Apakah dengan situasi sekarang ini rakyat Indonesia mendapatkan kemakmuran? Tanya mereka. Apa peduli kami soal kemakmuran. Jawab saya santai. Dengan data yang saya berikan itu sudah cukup bukti bahwa rakyat Indonesia makmur. Kata mereka. Tapi saya jawab lagi dengan santai. Siapa yang peduli dengan angka statistic itu. Jadi apa yang rakyat Indonesia pedulikan? Kami juga tidak tahu apa yang kami pedulikan. Kami hanya berpikir hari ini dan bersyukur bahwa kami masih bisa bernafas menghirup udara pemberian Allah dan manikmati sinar matahari , yang keduanya gratis dari Allah.Soal makan ,sedikit disyukuri banyak berbagi. Itu saja. Bagaimana soal masa depan ? Tanya mereka dengan cepat. Saya jawab itulah masalah anda sebenarnya.Anda selalu memikirkan yang belum terjadi sementara hari ini anda hidup berkeluh kesah dan lupa mensyukuri. Padahal masih banyak rakyat diplanet bumi ini yang mati kelapran, sakit tak terobati, rumah hancur terkena bencana. Jadi stop berkeluh kesah. Yang pasti dimasa depan semua orang pasti mati.
Bagiamana agar hidup tidak berkeluh kesah seperti rakyat Indonesia yang dengan santai berkata Who care? . Tanya mereka. Kini saatnya anda belajar dengan rakyat Indonesia yang mayoritas beragama islam sebagai pondasi negara Indonesia yang membuat para elite terbodoh, terlambat berbuat, terkorup tetap bisa memimpin. Jawab saya santai. Lantas apa jadinya bila pemimpin anda itu orang hebat , jujur, amanah? kamilah penguasa dunia ini untuk lahirnya rahmat bagi semua. Jawab saya dengan tersenyum. Mereka bengong. Saya miris...
No comments:
Post a Comment