Coba bayangkan bila anda sebagai Direktur Utama perusahaan, anda tidak punya kebebasan mengangkat Direktur tanpa kompromi dengan pemegang saham. Anda tidak punya kebebasan menentukan SATPAM tanpa persetujuan dari pemegang saham. Anda tidak berhak menentukan Budget tanpa persetujuan pemegang saham. Anda tidak berhak buat aturan perusahaan tanpa persetujuan pemegang saham. Anda tidak berhak mengangkat kepala cabang, tanpa persetujuan pemegang saham. Dan secara berkala orang yang bekerja untuk anda itu harus berhadapan dengan para pemegang saham sebagai cara mengawasi jalannya perusahaan. Auditor dipilih oleh pemegang saham dan bertanggung jawab kepada pemegang saham. Harap dicatat lagi, pemegang saham yang saya maksud itu hanyalah nominee bukan real share holder tapi haknya lebih tinggi dibandingkan real share holder. Sementara anda dipilih bukan oleh nominee tapi dipilih oleh real share holder. Nah, bayangkanlah, apakah anda nyaman duduk sebagai DIRUT?. Apakah anda pantas disalahkan bila anda salah?. Apakah anda pantas berbangga bila anda berhasil?
Itulah analogi yang mungkin tepat untuk jabatan presiden dalam sistem ketata negara kita sekarang ini. Inilah sistem yang di create oleh rezim reformasi, yang mengharuskan president mendapatkan persetujuan dari DPR untuk menentukan Gubernur BI, ketua MA, Ketua MK, Kapolri, Dubes, Pangab, KPK .Gubernur, Bupati, Lurah di pilih langsung oleh rakyat. Bahkan untuk jabatan menteripun, walau president punya hak prerogatif ,tetap harus mempertimbangkan kepentingan dari Partai yang eksis. Dengan kondisi itulah , seorang president harus menempatkan dirinya sebagai salah satu kekuasaan dari system kekua saan di negeri initanpa hak absolut kekuasaan. Tidak seperti Imam Sholat yang satu tanpa dipersekutukan. Tidak seperti seperti Soeharto yang INPRES nya lebih ditakuti dibandingkan UU. Tidak seperti Soekarno yang kata katanya lebih ditakuti dibandingkan UU.
Banyak tindak korupsi yang di hukum ringan dan kadang membuat pelaku koruptor bak selebritis. Itu semua karena sistem peradilan tumpul di atas namun tajam ke bawah. Ini diluar kendali dari presiden. Karena hak kekuasaan lembaga peradilan tidak ditangan president. President hanya bertugas sebagai manager untuk memastikan procedure jalan sesuai UU., Kalaupun terjadi kesalahan prosedure maka kembali lagi kepada hak Lembaga peradilan yang bukan wewenang President. Contoh, president minta adanya pembuktian terbalik tapi seketika Polri bilang ” tidak bisa ” karena dasar hukumnya tidak ada. Walau presiden punya hak mengusulkan UU namun yang buat UU, ya DPR, bukan president.
Pembangunan Ekonomi hanya bicara tentang pertumbuhan makro ekonomi. Karena memang wewenang president sesuai UU yaitu menjaga makro ekonomi, yang tertuang dalam APBN. Soal hutang , Presiden tidak bisa menentukan sendiri tanpa kuridor UU APBN yang mengatur pagu hutang , di mana defisit APBN yaitu maksimum 2,5% dari GNP. Soal Mikro itu ada ditangan Daerah sesuai undang undang otonomi daerah , UU Perimbangan Pendapatan Pusat daerah. Tidak ada lagi kanwil Kementrian di setiap daerah. Itu semua sudah diserahkan kepada Pemda, seperti Dinas perindustrian, Dinas Perdagangan, Dinas Kehutanan, Dinas Kependudukan. Dan lain lain. Soal Privatisasi, juga tidak atas dasar kemauan president. Karena itu sesuai amanat UU Pebendaharaan negara dimana negara tidak bisa lagi menjamin resiko atas financing BUMN lewat hutang . Nah pelepasan saham adalah pilihan yang dibenarkan lewat UU atau kemitraan atas dasar B2B dengan pihak investor asing. Kita marah karena sebagian besar sumber daya alam kita dikuasai oleh Asing. Inipun tidak bisa disalahkan kepada presiden karena TNC masuk ke SDA itu berdasarkan UU yang dibuat oleh DPR. President tidak bisa melarang asing masuk karena itu melanggar UU.
Kita marah kepada presiden yang lemah terhadap Iran sehingga tidak mau bergabung dengan pasukan liga Arab atas dasar keputusan OKI untuk menjatuhkan Bashar al-Assad. Ini tidak bisa di salahkan Presiden karena berdasaran UUD , politik luar negeri kita adalah politik bebas aktif dan hanya terlibat mengirim pasukan ke luar negeri untuk tujuan damai dibawah PBB. Sikap Presiden terhadap Palestina juga atas dasar ketentuan UUD dimana dalam mukadimah UUD 45 berbunyi " Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan." Itu sebabnya Indonesia tidak pernah mengakui negara israel.
Dengan mengetahui sistem kekuasaan dinegeri ini, saya berharap kita lebih bijak bersikap. Kebobrokan negara kita bukanlah kerja tangan seorang presiden.Ini kesalahan UU. Kebobrokan UU. UU dan aturan lah yang harus dirubah. Contoh Gerindra, mengajukan gugatan kepada MK soal BHP ( Badan Hukum Pendidikan ) dan berhasil. PGRI mengajukan gugakan soal anggaran pendidikan lewat MK dan berhasil. Gugatan atas UU Air di MK yang berhasil dimenangkan oleh publik. UU Energi yang berhasil di revisi akibat ada gugatan di MK. UU Koperasi yang berhasil di revisi karena gugatan di menangkan oleh aktifis pejuang koperasi. Dan banyak lagi yang dapat kita lakukan untuk perubahan yang lebih baik kalau kita paham dimana kesalahan. Inilah demokrasi, Inilah civil society. Bagaimanapun itu membuktikan bahwa rezim demokrasi liberal berdiri atas dasar pragmatisme. Apapun baik untuk rakyat maka UU dapat dirubah.
Para cerdik pandai, tokoh agama, siapapun yang peduli untuk perbaikan negara ini harus mampu berbuat untuk satu proses perubahan yang berkelanjutan untuk kebenaran, kebaikan dan keadilan. Tak elok bila energi kita habis untuk larut dalam amarah ,benci karena provokasi media massa , apalagi terfocus kepada seorang president yang notabene tidak punya kekuasaan by system untuk melakukan perubahan seperti apa mau kita. Kalau ada aturan yang kurang berkenan kita bisa ajukan kepada MK agar UU itu di rubah. Kalau ada janji pemilu Presiden tidak bisa di laksanakan maka cari tahu UU atau aturan yang sehingga presiden tidak bisa berbuat sesuai janjinya. Kemudian dorong kekuatan sipil untuk merubah UU tersebut lewat MK agar presiden bisa bekerja sesuai yang kita mau. Ya demokrasi liberal memang efektif bagi masyarakat yang terdidik baik dan punya standar moral atas dasar berpikir terbuka. Bagi masyarakat yang tidak terdidik baik dan punya standar moral yang tidak bisa berpikir terbuka maka demokrasi liberal memang mimpi buruk dan terkesan membingungkan, dan kalau bicara seperti ayam berkotek yang tidak tahu dimana kepalanya...Ingat selagi president tidak korupsi, tidak melanggar UUD dan UU, tidak selingkuh maka tak ada satupun yang bisa menjatuhkannya.
No comments:
Post a Comment