Siti Fadilah Supari. Itulah namanya. Dia seorang wanita dan berkarir sebagai dokter setelah menamatkan Fakultas Kedokteran UI.. Sebelum menjadi menteri Ia dikenal luas sebagai periset spesialis Jantung /penyakit jantung. Pernah bertugas sebagai Kepala Pendataan dan Penelitian (Pusdalit) Rumah Sakit Jantung, Harapan Kita.. Peraih S3 dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI), Jakarta, 1996. Yang menarik tentang Siti Fadilah Supari adalah naluri keibuanya lebih dominant dibanding naluri politisi dalam menghadapi semua masalah yang berkaitan dengan beban tugasnya sebagai menteri. Ketika pertama kali dilantik, dia sudah langsung berkata kepada publik tentang rencana kerjanya untuk menjadikan Rumah Sakit dan kesehatan bukan sebagai komoditas komersial tapi misi sosial. Untuk itu dia bertekad hati untuk membangun sistem pelayanan rumah sakit yang murah.
Dia tidak pernah berpikir jauh bila akibat dari tekadnya akan menghadapi perang terbuka dengan kekuatan globalisasi , TNC dibidang industri pharmasi. Mereka menguasai pengaruh hampir disemua lembaga multilateral. Karena ini menyangkut businss triliunan dollar. Tekad menjadikan Rumah sakit dan kesehatan sebagai misi sosial itu terus dijalankannya tanpa peduli dengan segala tekanan. Ketika upayanya menghadapi tantangan dari system kekuasaan didalam maupun diluar negeri, naluri keibuaannya makin bangkit untuk melawan dibatas akal sehatnya. Lembaga Multilateral seperti WHO , dikritik kerasnya sebagai sumber reproduksi virus H5N1 untuk menguntungkan sindikat industri pharmasi kelas dunia. Tidak sampai pada kritis tapi berlanjut dalam perundingan tingkat global hingga terjadi reformasi ditubuh WHO. Ini luar biasa. Dia sudah menjadi negosiator yang andal. Diplomat yang ulung
Sebagai Ibu, dia berjuang layaknya Cut Nyak Dien yang tahu betul siapa dalang kemunduran bangsanya. Dalam setiap kesempatan dia berkata lantang kepada siapapun tentang kejahatan sistematis industri pharmasi yang berlindung dibalik Lembaga Multilateral. Dalam satu forum dia pernah berkata bahwa Amerika paling takut dengan kaum muslimin tapi kita takut duluan. Putri Kiai ini menggunakan kesempatannya mengemban amanah bangsa tidak hanya sebatas jabatannya sebagai menteri kesehatan tapi lebih daripada itu dia tampil sebagai negarawan yang melawan segala hegemoni asing untuk menganeksasi bangsanya. Baginya globalisasi adalah bentuk lain dari penjajahan cara baru. Dimana hegemoni negara kuat menindas negara yang lemah
Dalam satu forum pada acara peluncunran bukunya yang berjudul “Saatnya Dunia Berubah; Tangan Tuhan di Balik Flu Burung”. Dia berkata dengan lantang “Tatanan globalisasi yang seperti sekarang ini adalah globalisasi yang hegemonik. Globalisasi negara kuat menindas negara yang tidak kuat. Ini tidak sehat untuk dunia. Maka solusinya harus adil, harus transparan dan harus setara.”Diapun menambahkan penjajahan berbentuk globalisasi ini sudah masuk secara total dalam bidang kesehatan, pendidikan dan ekonomi negeri kita. Hal ini tidak bisa dilepas dari ideologi kapitalistik. Oleh karenanya perlawanan harus dilakukan secara ideologis pula. Dan umat Islam punya senjata yang luar biasa. “Sebetulnya ideologi Islam yang paling lengkap,” katanya dengan tegas.
Sebagai sebuah perjuangan yang panjang. Dia telah melewatinya dengan gagah berani. Dia tidak peduli karena sikapnya dia tidak populer diantara teman temannya, juga atasannya.. Dia tidak peduli bila pada akhirnya dia harus tersingkir dari arena. Tak ada kekalahan bagi petarung seperti dia. Tidak ada. Namanya akan abadi bagi pejuang keadilan dalam tatanan global. Lagi , seorang srikandi , seoran Cut Nyak Din tersungkur ditanahnya sendiri oleh kekuatan asing.
No comments:
Post a Comment