Wednesday, July 1, 2009

Hutang

Kemarin waktu meeting dengan Fund Manager yang kebetulan perusahaannya pernah terlibat dalam meng underwrite penerbitan Global Bond kita, dia mengatakan bahwa Indonesia berpeluang besar untuk merestruktur hutang lnya. Saya terkejut dengan kata katanya itu. Apakah mungkin ? Karena jawaban dari ekonom kita dan juga Cawapres yang sekarang memegang posisi dewan Gubernur IMF mengatakan tidak mudah. Kalau bisa jumlahnya tidak berarti bagi efektifitas APBN. Kemudian teman ini mengatakan “bahwa masalahnya adalah memang tidak ada kemuan dari pemerintah Indonesia untuk melakukan itu.Itulah masalahnya.. “Kenapa “ tanya saya . Dia hanya tersenyum.

Dari beberapa sumber saya ketahui bahwa permasalahan hutang luar negeri Indonesia , sudah masuk kewilayah bukan lagi kebutuhan pembangunan tapi sudah menjadi alat atau resource bagi elite politik yang berkuasa untuk mendapatkan kekuasaan lebih dan lebih. Ini suatu cara kolektive untuk menciptakan mesin birokrasi menjadi loyal kepada penguasa. Terbukti menurut laporan BPK, penyelesaian utang ini pun mengalami kesulitan karena buruknya manajemen dan administrasi utang pinjaman luar negeri oleh Pemerintah RI sendiri. Dokumen-dokumen kontrak tidak ada, tapi cicilan harus bayar. Kita membayar sesuatu yang data pendukungnya tidak handal, Ditambah lagi oleh belum ada sumber informasi yang handal dan akurat mengenai posisi dan penarikan pinjaman luar negeri yang dapat dipercaya dan dapat digunakan Pemerintah dalam mengambil keputusan.

Masih menurut laporang BPK, ada 500 perjanjian hutang luar negeri hilang. Belum lagi jumlah pinjaman luar negeri yang sudah direaliasikan tidak jelas kemana masuknya dan siapa yang nerimanya atau tidak jelas manfaatnya. Ditambah lagi masalah sangsi default fee yang mencapai triliunan rupiah.. Dari hal tersebut ,dapat dibayangkan bahwa masalah hutang luar negeri sudah menjadi benang kusut, sekusut system birokrasi kita sendiri.
Itulah penyebab utama kenapa elite politik yang pro hutang selalu takut bicara penjadwalan hutang. Gimana mau dijadwal kalau management hutang amburadul. ? Yang lebih mengerikan adalah masalah hutang Obligasi Rupiah ( SUN ) retail yang tentu tidak semudah menyelesaikan hutang luar negeri. Karena ini berada ditangan investor local/retail. Tentu harus ada keberanian politik dalam negeri untuk menyelesaikannya .

Padahal dalam kontelasi global sekarang ini dan sesuai kesepakatan international di forum PBB , sudah ditetapkan dengan jelas penyelesaian hutang luar negeri bagi negara berkembang. Ada berbagai cara dapat dilakukan sepanjang ada kemauan dari Pemerintah dan elite politik untuk itul Hanya saja penyelesaiannya tidak hanya melalui pendekatan ekonomi semata tapi lebih daripada itu adalah pendekatan diplomasi politik luar negeri yang smart. Kita butuh team pelobi mengenai hutang luar negeri disamping upaya reformasi management hutang secara konprehensive termasuk restructure SUN.. Sudah saatnya penyelesaian hutang luar negeri dilakukan oleh Team Nasional yang ditunjuk oleh DPR. Team ini harus terdiri dari ahli keuangan, hukum international dan Politik luar negeri.

Sayang sekali , yang punya visi dan program konkrit menyelesaikan masalah hutang ini ada pada Mega Pro. Prabowo bukan hanya punya konsep tapi berani bersikap dengan jelas dalam kampanyenya. Bahwa masalah keterpurukan bangsa ini hanya terletak oleh tidak berdayanya APBN melaksanakan fungsi sosialnya. Hingga berbagai program social banyak dipangkas atau di privatisasi dan itu disebabkan oleh tekanan hutang. Dan karena itulah dia meminta mandate kepada rakyat. Ini bukanlah konsep yang luar biasa tapi menjadi luar biasa karena dihadapkan oleh system yang korup alias melawan arus para elite yang dimanjakan dengan rezim hutang.

Akankah Prabowo berhasil dengan impiannya membangun kedaulatan rakyat hinggai dihargai di forum international ? kita liat nanti. Yang pasti kekalahan dia adalah kekalahan kita semua yang ingin berdaulat lahir batin sebagai bangsa.

No comments:

ERA Jokowi, dari 16 target yang tercapai hanya 2

  Realisasi kuartal III-2024, ekonomi nasional tumbuh 4,95%. Konsumsi rumah tangga sebagai pemberi andil terbesar hanya mampu tumbuh 4,91%. ...