Tahukah anda bahwa hasil tambang kita memasok 25% Timar, 2,2% batubara, 7,2% emas dan 5,7 % nikel untuk kebutuhan dunia. Karunia Allah kepada negeri kita sangat besar. Sumber daya energi kita kompit sekali, mulai dari minyak dan gas bumi, batubara hingga yang terbarukan seperti tenaga air, angina , surya, panas bumi hingga bio massa. HUtan yang yang terbentang dari sabang hingga marauke mencapai lebih kurang 72 juta hektar. Keaneka ragaman hayatinya tiada tara , bahkan nomor 2 di dunia. 60% dari 217 juta penduduk Indonesia adalah tenaga kerja produktif. Tapi kekayaan dan potensi besar itu tidak ada artinya sama sekali. Terbuang sia sia karena tergadaikan melalui liberalisasi dan privatisasi. Penjajahan model baru terjadi lewat UU dan Aturan oleh rezim yang berkuasa.
Dampak dari liberalisasi sector MIGAS maka kini 85% konsesi MIGAS dikuasai oleh asing dan hanya 15% dikuasai oleh Pertamina, Menurut Walhi “Sebanyak 329 blok migas di tangan asing. Jika diletakkan titik-titik pada peta Indonesia, maka Indonesia sudah tergadaikan,” Berdasarkan data yang dikemukakan oleh WALHI, maka luas lahan konsesi migas yang diberikan pemerintah kepada investor asing mencapai 49,65% dari seluruh daratan Indonesia yang mencapai 192,257 juta hektar. Semua itu terjadi berkat loby korporasi raksasa asing yang memaksa pemerintah untuk menerima. Mediator yang terlibat didalam negeri juga tidak lepas dari ring satu kekuasaan. Contohnya kasus Cevron yang mediatornya Rizal Malarangeng. Cevron (AS) kini tercatat menguasai 36,39% produksi Migas nasional
Perizinan konsesi Tambang terus berlanjut bahkan sampai kepada wilayah penghunian padat penduduk seperti Lapindo. Setiap tahunnya lahan pertanian menyusut sebesar 64.444 Hektar untuk lahan pertambangan. Tercatat ada 23 perusahaan tambang yang terkena kasus perusakan lingkungan termasuk LAPINDO , FREEPORT, NEWMONT tapi tidak pernah bisa dicabut izinnya karena terhalang oleh kekuatan arbitrase international Negara lemah dan tak berdaya. Juga daerah pesisir pantai dan daerah kepulauan terancam punah akibat exploitasi pasir dan batu. Hutan bakau sebagai penyangga pantai banyak berubah fungsi , yang akhirnya mengancam kelestarian ekosistem.
Itulah penyebab utama mengapa negara kita sampai sekarang masih dililit oleh krisis anggaran. APBN tak berdaya untuk menopong fungsi sosialnya. Banyak tanggung jawab negara yang diamanatkan oleh UUD45 akhirnya di serahkan kepoada swasta /pasar ( privatisasi). Padahal negara mengemban amanah atas resource yang begitu besar untuk mensejahkterahkan rakyat. Tapi …inilah akibat mind corruption para pengambil kebijakan , yang daya rusaknya sangat massive berskala jangka panjang, sistemik. Kita boleh mencatat ungkapan Ekonom Joseph Stiglitz di Jakarta Post, tertulis “ stiglitz also warred developing countries to be aware of widespread corruption in the privatization process , karena , in many contries , privatization got the name of barbarization. Akankah ini dilanjutkan atau dihentikan ?
Ada pendapat pembelaan soal kebijakan neoliberal dengan menjastifikasi China yang komunis tetap kapitalis. Amerika yang negara kapitalis tetap proteksi. Yang harus dicatat bahwa kebijakan china tidak pernah melepas sumber daya alamnya kepada pihak asing. Bahkan BUMN china aktive mencari sumber daya alam dinegara lain untuk kejayaan negerinya. Begitupula AS. Ketika UNOCAL akan diambil alih China, senat AS melakukan intervensi dengan menolak tender pembeliaan itu dan menunjuk CEVRON sebagai pihak yang mengambil alih. Jadi kalau menjustifikasi apa yang dilakukan oleh AS dan China soal liberalisme, kita sangat beda. Karena mereka para pejabatnya membela kepentingan nasionalnya tapi tapi kita menggadaikannya.
Masa depan kita adalah masa depan anak cucu kita. Tolong terus diingat dan jangan lupa bahwa negeri ini merdeka tidak dengan gratis. Jutaan nyawa melayang demi tegaknya merah putih , demi tegaknya keadilan bagi anak bangsa. Semua mereka adalah patriot bangsa yang mati karena bedil orang asing. Tolong jangan lupa dan jangan lupa itu. Pilihlah pemimpin yang berani mengembalikan hak hak nasional sesuai dengan amanat pejuang kemerdekaan ini.. Jangan dengar alasan teoritis atau kaidah ekonomi kecuali janji untuk merebut kembali resource nasional kepangkuan ibu pertiwi. Cukup sudah selama ini kita terbuai dengan janji kaidah ekonomi namun pada akhirnya sumber daya alam kita tergadaikan.. Semuanya kembali kepada kita semua. Salah memilih meminpin adalah kekalahan.
Dampak dari liberalisasi sector MIGAS maka kini 85% konsesi MIGAS dikuasai oleh asing dan hanya 15% dikuasai oleh Pertamina, Menurut Walhi “Sebanyak 329 blok migas di tangan asing. Jika diletakkan titik-titik pada peta Indonesia, maka Indonesia sudah tergadaikan,” Berdasarkan data yang dikemukakan oleh WALHI, maka luas lahan konsesi migas yang diberikan pemerintah kepada investor asing mencapai 49,65% dari seluruh daratan Indonesia yang mencapai 192,257 juta hektar. Semua itu terjadi berkat loby korporasi raksasa asing yang memaksa pemerintah untuk menerima. Mediator yang terlibat didalam negeri juga tidak lepas dari ring satu kekuasaan. Contohnya kasus Cevron yang mediatornya Rizal Malarangeng. Cevron (AS) kini tercatat menguasai 36,39% produksi Migas nasional
Perizinan konsesi Tambang terus berlanjut bahkan sampai kepada wilayah penghunian padat penduduk seperti Lapindo. Setiap tahunnya lahan pertanian menyusut sebesar 64.444 Hektar untuk lahan pertambangan. Tercatat ada 23 perusahaan tambang yang terkena kasus perusakan lingkungan termasuk LAPINDO , FREEPORT, NEWMONT tapi tidak pernah bisa dicabut izinnya karena terhalang oleh kekuatan arbitrase international Negara lemah dan tak berdaya. Juga daerah pesisir pantai dan daerah kepulauan terancam punah akibat exploitasi pasir dan batu. Hutan bakau sebagai penyangga pantai banyak berubah fungsi , yang akhirnya mengancam kelestarian ekosistem.
Itulah penyebab utama mengapa negara kita sampai sekarang masih dililit oleh krisis anggaran. APBN tak berdaya untuk menopong fungsi sosialnya. Banyak tanggung jawab negara yang diamanatkan oleh UUD45 akhirnya di serahkan kepoada swasta /pasar ( privatisasi). Padahal negara mengemban amanah atas resource yang begitu besar untuk mensejahkterahkan rakyat. Tapi …inilah akibat mind corruption para pengambil kebijakan , yang daya rusaknya sangat massive berskala jangka panjang, sistemik. Kita boleh mencatat ungkapan Ekonom Joseph Stiglitz di Jakarta Post, tertulis “ stiglitz also warred developing countries to be aware of widespread corruption in the privatization process , karena , in many contries , privatization got the name of barbarization. Akankah ini dilanjutkan atau dihentikan ?
Ada pendapat pembelaan soal kebijakan neoliberal dengan menjastifikasi China yang komunis tetap kapitalis. Amerika yang negara kapitalis tetap proteksi. Yang harus dicatat bahwa kebijakan china tidak pernah melepas sumber daya alamnya kepada pihak asing. Bahkan BUMN china aktive mencari sumber daya alam dinegara lain untuk kejayaan negerinya. Begitupula AS. Ketika UNOCAL akan diambil alih China, senat AS melakukan intervensi dengan menolak tender pembeliaan itu dan menunjuk CEVRON sebagai pihak yang mengambil alih. Jadi kalau menjustifikasi apa yang dilakukan oleh AS dan China soal liberalisme, kita sangat beda. Karena mereka para pejabatnya membela kepentingan nasionalnya tapi tapi kita menggadaikannya.
Masa depan kita adalah masa depan anak cucu kita. Tolong terus diingat dan jangan lupa bahwa negeri ini merdeka tidak dengan gratis. Jutaan nyawa melayang demi tegaknya merah putih , demi tegaknya keadilan bagi anak bangsa. Semua mereka adalah patriot bangsa yang mati karena bedil orang asing. Tolong jangan lupa dan jangan lupa itu. Pilihlah pemimpin yang berani mengembalikan hak hak nasional sesuai dengan amanat pejuang kemerdekaan ini.. Jangan dengar alasan teoritis atau kaidah ekonomi kecuali janji untuk merebut kembali resource nasional kepangkuan ibu pertiwi. Cukup sudah selama ini kita terbuai dengan janji kaidah ekonomi namun pada akhirnya sumber daya alam kita tergadaikan.. Semuanya kembali kepada kita semua. Salah memilih meminpin adalah kekalahan.
No comments:
Post a Comment