Anda semua sudah tahu tentang kilang tangguh yang terletak di Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat, Indonesia dan proyek fasilitas produksi gas lepas pantai dengan kapasitas produksi LNG sebesar 7,6 mtpa. Proyek kilang tangguh ini selalu mendiskreditkan Megawati. Terutama kerika harga LNG naik di Pasae dunia, sementara kotrak jangka panjang penjualan gas ke china dengan harga murah sekali. Pengamat dan politisi mengatakan yang bertanggung jawab adalah Megawati sehingga negera dirugikan. Saya akan uraian secara sederhana duduk persoalannya.
Dari awal memang project ini mengalami kendala serius soal pendanaan karena negara dalam posisi downgrade yang puncaknya krisis 1998. Beberapa financial resource international tidak tertarik untuk membiayai proyek ini karena syarat suku bunga yang ditetapkan pemerintah Gus Dur dan kemudian Megawati LIBOR +0,5 %. Di samping itu pemerintah tidak boleh memberikan jaminan resiko atas hutang itu. Keadaan inilah yang membuat pembiayaan mega proyek ini menjadi terkendala.
Ketika Megawati jadi presiden, Megawati tegas bersikap. Jangan serahkan ke asing pengelolaannya tetapi kita kelola sendiri. Kalaupun hutang jangan pakai negara menjamin. Darimana duit ? cari dan pikirkan ! sikap itu diterjemahkan oleh team kabinet. Maka solusi pembiayaan menerapkan skema dikenal dengan TBS (Trustee Borrowing Scheme), dimana pinjaman dibayar dari porsi penjualan kotor hasil LNG yang telah disetujui dengan Offtake kontrak. Pihak pembeli membayar secara langsung ke Trustee Account and Paying Agent. Trustee merupakan peminjam dari Lender dan pembayaran akan debt service dibayarkan melalui Trustee Account. ( lihat Photo Skema dibawah).
Jadi kalau dianalogikan secara awam. Skema pembiayaan itu sama dengan ijon. Pemodal ( kreditur ) biayai semua kebutuhan investasi dan operasi, dan pengembalian modal dari hasil penjualan. Artinya kalau memang ada produksi. Kalau gagal ya resiko kreditur. Paham ya. Kembali ke LNG tangguh. Karena skema TBS itu keamanan lender ada pada kepastian penjualan, maka diperlukan market off taker atau jaminan penjualan jangka panjang. Tanpa itu engga ada kreditur mau beri pinjaman. Waktu Megawati jadi presiden, harga gas sedang murah. Tapi tidak ada negara mau beli kontrak jangka panjang.
Akhirnya Megawati terbang ke china. Berkat lobi dansa antara Megawati dengan Jiang Zemin, kotrak penjualan LNG senilai USD 10 miliar ditanda tangani. Dengan demikian skema pembiayaan TBS dapat dilaksanakan. Konsorsium terdiri dari Bank of China USD 950 juta, Japan Bank for International Cooperation (JBIC) USD1,2 miliar, Asian Development Bank (ADB) USD350 juta, dan komersial bank lainnya 1 miliar dolar. Proyek bisa dimulai kontruksi. Tapi belum proyek selesai dibangun, Megawati sudah tidak jadi presiden.
Proyek selesai dibangun dan mulai beroperasi tahun 2009. Tapi entah mengapa skema pembiayaan berubah jadi Skema PSC, yang saham proyek dibagi bagi ke BP memegang 37,16% saham di proyek tersebut. Mitra-mitra kontrak Tangguh lainnya adalah MI Berau B.V. (16,30%), CNOOC Muturi Ltd. (13,90%), Nippon Oil Exploration (Berau), Ltd. (12,23%), KG Berau/KG Wiriagar (10,00%), Indonesia Natural Gas Resources Muturi Inc. (7,35%), dan Talisman Wiriagar Overseas Ltd. (3,06%). Padahal kalau menggunakan skema PSC para kontraktor itu harus bailout skema hutang TBS dulu dan harga gas tentu mengikuti harga pasar. Sehingga negara bisa dapat sharing. Tetapi mengapa harga kontrak skema TBS masih diterapkan ?
Apa artinya ? SDA diserahkan ke Asing dan haega ditetapkan dari awal murah. Agar skema bagi hasil ( SPC) merugikan negara. Kontraktor dapat selisih harga kontrak dengan market di luar negeri. Ya semacam transfer pricing. Agar pajak juga rendah. Jadi dari semua sisi negara tekor karena diperlakukan tidak adil oleh kontraktor. Yang jahatnya politik, malah Megawati di fitnah. Padahal perubahan dari TBS ke PSC itu siapa ? Ya SBY.
Edited 2010.
1 comment:
sedih dan marah. sangat sangat sedih dan marah...meski nggak sama, kesedihan ini mengingatkan saya pada penjualan murah Indosat ke Temasek....masyaa allah
Post a Comment