Ketika Obama sikulit hitam yang
buyutnya pernah menjadi warga second class di amerika karena politik perbedaan
kulit dan perbudakan di Amerika terpilih sebagai Presiden, teman saya sebagai
fund manager di New York mengatakan dalam emailnya bahwa sudah saatnya orang
bermental dan berpikir sosialis untuk memimpin Amerika. Karena pasar butuh kebijakan kapitalis yang dilakukan oleh
mereka yang berpikir sosialis dan dipilih oleh rakyat yang berharap pada
sosialisme. Yang pasti kemenangan Obama yang katanya berkat people power adalah
hadiah pembujuk tangis rakyat Amerika akibat hancurnya ekonomi Amerika oleh kaum kapitalis.
Obama terpilih, rakyat seakan melupakan kesalahan rezim dimasa lalu. Saya
sempat bingung membaca arah pembicaraan teman itu. Semua terjawab dengan mudah
ketika George Bush berkonsultasi kepada presiden terpilih Obama untuk kebijakan
mem bail out kerugian perbankan akibat krisis supreme. Usai Obama
dilantik, tindakan bail out terus
berlangsung. Dana bail out itu berasal dari Hutang dan karenanya hutang
Pemerintah Amerika terus menggunung dan akhirnya melewati pagu yang ditetapkan
oleh UU. Karenanya sempat dua kali pemerintahan Obama di suspended tapi
akhirnya kembali DPR menyetujui penambahan hutang diatas pagu. Walau Obama
mempunyai program konpensasi seperti
paket kebijakan Jaminan sosial bagi keluarga miskin namun dampak dari
kebijakan bail out itu sangat massive dan sistematis membuat sebagian besar
rakyat Amerika menderita. Sampai kini proses recovery belum juga nampak. Obama
dan rakyat Amerika telah dijebak oleh system yang membuat mereka tidak punya
pilihan lain kecuali harus menyelamatkan system dengan cara bail out.
Semua tahu bahwa PDIP yang
mengusung Jokowi sebagai Presiden adalah partai sosialis yang nasionalis.
Kebijakan subsidi adalah ciri khas sosialisme. Tahun 2012/2013 PDIP menolak
kenaikan BBM bukan bermaksud menolak mengurangi besar subsidi tapi tidak setuju
program pengurangan susbidi yang dialokasikan untuk Bantuan Tunai Langsung yang
bersifat inflatoir. Karenanya PDIP
menolak kenaikan BBM namun menyarankan agar pemerintah menaikan pajak dan
melaksanakan efisiensi dengan mendorong terbangunnya refinery baru dan
perbaikan Tata niaga BBM. Jadi lebih bersifat struktural , bukan politis. Mengapa
? Karena ketika itu Indonesia masih mengalami surplus penerimaan sektor minyak
dan gas. Tapi sekarang total penerimaan migas ditambah PPH migas dikurangi dana
bagi hasil dan subsidi itu , net impact nya sudah negatif. Penyebabnya adalah
adanya peningkatan konsumsi minyak yang sangat luar biasa, yang pada waktu bersamaan
lifting minyak menurun serta program energy alternative gagal total.Tahun ini,
sesuai ketetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN-P) alokasi
subsidi energi mencapai 453, 3 triliun. Angka ini mencakup subsidi BBM,
termasuk Elpiji dan BBN sebesar 350,3 triliun ditambah dengan subsidi listrik
tercatat 103 triliun rupiah. Sementara subsidi non-energi sebesar 52,7 triliun
rupiah sesuai kesepakatan Sidang Paripurna DPR-RI, belum lama ini. Bandingkan
tahun 2010 ketika PDIP menolak kenaikan BBM, subsdi energi masih sekitar 139,9
triliun rupiah. Yang menyedihkan alokasi anggaran subsidi BBM tersebut didanai
sebagian besar dari utang pemerintah. Kebergantungan BBM impor tentu menambah beban
anggaran sehingga mendorong terus melajunya beban utang. Inilah jebakan
kapitalis yang diwariskan oleh SBY kepada Jokowi.
Harap dimaklumi keadaan APBN
sudah lampu merah karena melambatnya pertumbuhan ekonomi global yang berdampak kepada turunnya permintaan komoditas andalan Indonesia serta harga export yang terus melemah. Akibatnya nilai tukar rupiah terhadap valas sepanjang tahun 2014 melemah. Pelemahan
rupiah itu membuat beban subsidi naik , beban bayar bunga dan cicilan hutang
juga naik fantastik, pertumbuhan ekonomi melambat dengan menurunnya penerimaan APBN. Tentu hal ini berdampak buruk terhadap makro ekonomi dengan defisit menganga, yang terpaksa menambah hutang lagi. Data Ditjen Pengelolaan
Utang Kemenkeu, total utang pemerintah hingga Februari 2014 mencapai 2.428,63
triliun rupiah dengan rasio 24,7 persen terhadap PDB namun debt service ratio tahun 2014 ini diperkirakan sudah melewati batas aman yaitu 45%. Sementara tahun 2014 ini,
pemerintah masih akan mencari utang untuk menutup defisit anggaran. Salah
satunya akan menarik utang baru melalui penjualan surat utang atau
obligasi. Disisi lain, nilai inflasi yang sulit dikendalikan oleh Pemerintah membuat investor khususnya di
sektor finansial cenderung khawatir akan kondisi makro ekonomi Indonesia. Tingginya ekspektasi inflasi tersebut membuat suku bunga (yield) obligasi
pemerintah naik tajam. untuk obligasi tenor 10 tahun misalnya, naik hingga tiga
persen dalam dua bulan terakhir. Akibatnya, beban APBN semakin berat, dan
berat. Jokowi bisa saja tidak menaikan BBM namun pemerintah harus menutupi
difisit itu dari hutang lagi. Saya rasa salah besar kalau kita memilih Jokowi
hanyalah melanjutkan mindset dan mental kekuasaan seperti Presiden sebelumnya; berhutang demi popularitas dan memanjakan rakyat dengan pertumbuhan ilusi. Kita
memilih Jokowi karena kita inginkan perubahan,walau karena itu sangat pahit.
Tidak perlu pulalah kita mengutuk
masa lalu penuh pesta yang meninggalkan beban utang gigatik. Yang penting sekarang pemerintah harus keluar
dari jebakan hutang ini. Apa yang harus dilakukan oleh Jokowi? Pertama, jangan
menambah hutang baru. Kedua, ciptakan ruang fiskal dengan menghindari difisit anggaran. Caranya ? kurangi subsidi secara gradual dan pangkas anggaran belanja pegawai sampai 30%.Ketiga, meningkatkan penerimaan negara lewat pajak
dan perbaikan pola bagi hasil migas dan Minerba. Namun jangan lagi focus ketergantungan
sumber penerimaan devisa dari eksport komoditas SDA seperti migas, minerba,
CPO, Kopi, Coklat. Mulailah membangun
dengan paradigma baru yang berlandaskan kepada kemampuan SDM. Indonesia harus mempunyai visi
menjadi negara Industri yang kuat. Dengan melakukan ketiga hal tersebut maka pemerintah harus fokus memprovide infrastruktur ekonomi secara
luas agar semua potensi wilayah bisa
menjadi potensi ekonomi real, agar arus barang dan jasa menjadi efisien untuk
kesejahteraan Rakyat. Memang dalam jangka pendek kebijakan ini akan sangat
menyulitkan bagi rakyat kecil karena akan terjadi kenaikan harga sembilan bahan
pokok sebagai akibat inflasi effect namun ini tidak akan berlangsung lama.
Dalam jangka menengah ekonomi akan bergairah karena adanya ekspansi fiskal
menstimulus ekonomi lewat pembangunan jalan raya, jalan kereta, bendungan,
pelabuhan laut, bandara, kawasan industri,dan lain lain. Disamping itu kebijakan penguatan industri
lewat sistem moneter akan bersinergi mensuplai dana sektor produksi. Semua ini
dalam jangka panjang akan membuat rakyat sejahtera karena kesempatan terbuka luas bagi siapa saja yang mau bekerja keras.
Semoga Jokowi tidak meniru Obama yang mengeluarkan kebijakan sosialis untuk kepentingan kapitalis. Kita ingin Jokowi seperti Deng Xiaoping yang mengeluarkan kebijakan kapitalis untuk kepentingan sosialis. Kebijakan ekonomi yang baik adalah bukan menentukan berapa harga dipasar tapi bagaimana agar rakyat mampu membayar harga. Nah inilah tugas negara yang sebenarnya. Pertumbuhan ekonomi lewat subsidi adalah pertumbuhan ilusi,tidak mendidik rakyat dan tentu tidak terstruktur.Di China , harga BBM dua kali lipat dari Indonesia. Berobat tidak ada yang gratis.Sekolah harus bayar tapi semua rakyat China mampu membayarnya karena mencari nafkah mudah dan setiap kerja keras dihargai secara pantas oleh sistem yang di create oleh negara...
Semoga Jokowi tidak meniru Obama yang mengeluarkan kebijakan sosialis untuk kepentingan kapitalis. Kita ingin Jokowi seperti Deng Xiaoping yang mengeluarkan kebijakan kapitalis untuk kepentingan sosialis.
2 comments:
PETRAL Tandingan..
Secara struktur Pertagas dan Petral di bawah Pertamina tapi PGN lepas dari Pertamina. Kenapa tidak dibuat tandingan Petral yg secara struktur mirip dng PGN ?
PETRAL Tandingan..
Secara struktur Pertagas dan Petral di bawah Pertamina tapi PGN lepas dari Pertamina. Kenapa tidak dibuat tandingan Petral yg secara struktur mirip dng PGN ?
Post a Comment