Friday, January 31, 2014

Kita tak berdaya...

Tahukah anda ,kata teman saya  dari  China , bahwa  kelak underground mining ( Hard rock) terbesar didunia adalah milik Freeport di Papua.  Panjang terowongan tambang bawah tanah itu mencapai 1.000 km. Pembangunan itu akan berlangsung dari tahun 2012 sampai dengan 2021 dengan total investasi mencapai USD 9,8 miliar. Pada saat sekarang sudah lebih 500 Km terowongan itu selesai dibangun. Pembangunan underground mining dengan maksud  untuk menambah cadangan emas. Karena cadangan emas di tambang terbuka Papua akan habis hingga tahun 2016. Selama ini exploitasi tambang 70 persen dari permukaan, 30 persen dari underground (bawah tanah). Kedepan 100 persen dari underground.  Lewat tambang bawah tanah ini, cadangan emas Freeport yang sebanyak 2,5 miliar ton dapat bertambah, sehingga cadangannya baru akan habis hingga tahun 2057, atau beberapa tahun setelah kontrak Freeport yang rencananya diperpanjang habis pada tahun 2041. Menurut teman saya bahwa yang dihasilkan dari tambang Freeport bukan hanya emas tapi juga sampingannya seperti  Copper, Silver, Molybdenum, Rhenium. Adalagi yang sangat tinggi nilai tambahnya yaitu Rare earth.  Tidak ada yang tahu pasti berapa masing masing mineral itu jumlah yang dihasilkan karena sebagian besar dikapalkan dalam bentuk kondensat ke luar negeri  untuk diproses dipusat smelter di  Jepang dan Spanyol. Teman itu menggeleng gelengkan kepala. Betapa bodohnya orang Indonesia membiarkan kekayaan yang luar biasa dikangkangni oleh orang asing dengan cara cara engga fair.

Tapi sejak empat tahun lalu Pemerintah mewajibakan semua perusahaan tambang membangun smelter ini sesuai dengan amanat UU 4/2009 tentang Minerba. Pasal 103 UU tersebut berbunyi, (1) Pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan IUPK Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri; (2) Pemegang IUP dan IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengolah dan memurnikan hasil penambangan dari pemegang IUP dan IUPK lainnya; (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan nilai tambah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 102 serta pengolahan dan pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.  Pasal 170 berbunyi,”Pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Jadi jelas , tidak ada lagi ruang bagi Freeport untuk tidak mengikuti kehendak UU ini,kata saya.Dan lagi sudah cukup mereka menjarah kekayaan indonesia selama puluhan tahun dengan membiarkan rakyat papua hidup terpinggirkan, bahkan dikriminalisasikan hanya karena mempertanyakan keadilan akan haknya.  Saya sangat berharap bahwa UU ini benar benar tulus dari para elite politik untuk kepentingan bangsa dan negara dimasa depan. Benarkah?

Teman saya itu tersenyum mendengar alasan saya. Menurutnya, UU itu tak lain hanyalah bualan dari pemerintah dan elite politik di DPR untuk menghadang newcomer pemain tambang khususnya dari China.Baca baik baik UU tersebut. Pasal 169a UU Minerba yang berbunyi,”Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: (a) Kontrak Karya (KK) dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan mineral dan batubara yang telah ada sebelum berlakunya Undang-Undang ini tetap diberlakukan sampai jangka waktu berakhirnya kontrak/perjanjian”. Dengan ketentuan ini berarti perusahaan yang masih berjalan kontrak karyanya (KK) tidak perlu membangun smelter atau tetap mengekspor barang tambang mentah sampai masa kontrak karya selesai. Adapun KK Freeport berlaku sampai tahun 2021. Freeport telah membangun smelter PT Smelting Gresik, Jawa Timur yang  merupakan perusahaan patungan antara beberapa perusahaan Jepang (75 persen) dengan PT Freeport Indonesia (25 persen). Tapi menurut teman saya ,itu smelter tembaga, yang merupakan salah satu dari kandungan kondensat  dari tambang freeport.Mana yang lainnya? Dia yakin bahwa Freeport tak ingin mengolah 100% tambangnya di Indonesia karena  tentu bila barang jadi yang dihasilkan maka Freeport harus membayar pajak penghasilan dan pajak eksport dalam bentuk barang jadi. Ini sangat raksasa nilainya. Mereka tak mungkin mau berbagi dengan Indonesia. Dan lagi mereka sadar bahwa keberadaan Papua bukanlah gratis tapi mereka ( AS, Australia) merasa punya andil merebut Papua dari Belanda. 

Memang secara ekonomi dan sosial keberadaan Freeport tidak sepadan dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkannya, apalagi bagi hasil diluar pajak penghasilan yang didapat oleh pemerintah hanya 1% berupa royalti dari hasil penjualan emas dan 3,75 % masing-masing untuk tembaga dan perak. Selain royalti, Freeport juga berkewajiban memberikan dividen ke Indonesia. Sebab, pemerintah memiliki 9,36 persen saham Freeport Indonesia. Ini adalah kewajiban yang sangat rendah dibanding keuntungan yang dijarah Freeport. Ini business yang sangat bagus.Itu sebabnya Freeport ngotot untuk minta perpanjangan Kontrak Karya dari 2012-2041. Berdasarkan Kontrak Karya II yang diteken tahun 1991, kontrak Freeport hanya sampai 2021. Kini renegosiasi sedang berlangsung. Teman politisi dari salah satu partai mengatakan kepada saya bahwa keliatannya perundingan ini menjadi alat jualan bagi partai partai besar untuk mendapatkan dukungan dari Amerika serikat agar unggul dalam putaran pemilu yang akan datang. Karena bagaimanapun , siapapun yang ingin unggul dalam Pemilu harus dapat dukungan MPI ( Money,Politic, Intelligent ) dari  Amerika. Itulah hebatnya Amerika, lewat sistem demokrasi ia mengendalikan peta politik indonesia dari jauh untuk kepentingan bisnis konglomerasinya.Yang pasti  PT Freeport Indonesia (FI) atau McMoran Coper and Gold sampai saat ini belum bisa membangun industri hilir (smelter) dalam waktu tiga tahun ke depan. Karena mereka punya KK yang dilindungi hukum International yang tentu di back up penuh oleh White House . Kita tak berdaya...

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.