Tuesday, February 4, 2014

Gita Wiryawan?

Menguasai  tidak harus memiliki tapi bisa juga mengendalikan. Mengapa negara harus memiliki segala hal yang berhubungan dengan sumber daya alam dan sarana umum? Kalau swasta bisa melakukannya, sebaiknya negara berfokus saja kepada pengendalian melalui UU dan peraturan. Negara tidak perlu ambil resiko mengeluarkan dana investasi untuk mengelola SDA dan pelayanan publik itu. Negara tidak perlu keluar dana besar untuk riset penguasaan tekhnologi. Negara cukup membuat aturan agar swasta nasional maupun  asing mau bergairah melakukan kegiataan usaha dari hulu sampai kehilir, dan untuk itu negara mendulang pajak untuk memastikan APBN dapat berfungsi untuk kesejahteraan rakyat. Artinya kalau negara membangun kemandirian dengan riset dan tekhnologi, penguasaan sumberdaya alam , pengendalian distribusi produksi dari hulu ke hilir maka itu jauh lebih mahal dan beresiko bila dibandingkan dengan memberikan bantuan langsung kepada rakyat melalui APBN untuk sejahtera. Mengapa? Karena  penguasaan negara yang begitu besar dalam bentuk kepemilikan dapat menimbulkan ekonomi biaya tinggi dan celah korupsi. Demikianlah dasar berpikir neoliberal. Bahwa peran negara harus sekecil mungkin dan menyerahkan segala hal kepada pasar. Biarkan mekanisme pasar bekerja efektif untuk kegiatan produksi dan perdagangan. Mereka yakin bahwa mekenisme pasar bebas sangat efektif untuk terjadinya efisiensi produksi, kompetisi harga dan pelayanan , yang pada gilirannya yang diuntungkan adalah konsumen.

Pemikiran neoliberal tersebut disampaikan dalam bahasa laba rugi (financial aspek) oleh seorang Gita Wiryawan yang  menulis di Kompas pada 7 Oktober 2010 tentang gugatan Struktur Kepemilikan dalam Ekonomi Politik. Dalam tulisan itu , Gita tidak mempercayai kepemilikan negara untuk mensejahterakan rakyat. Gita lebih percaya biarkan swasta bekerja dan negara ambil pajak untuk kebutuhan APBN bagi kesejahteraan rakyat. Teori ini tidak salah karena begitulah yang dipelajari oleh Gita yang  alumni Harvard University jurusan administrasi publik. Harvard dikenal sebagai kampus penyokong berkembangnya creativitas free market ala Milton Friedman. Setamat kuliah dia berkarir di lembaga keuangan kapitalis Goldman Sachs di Singapura. Kemudian pindah ke JP Morgan cabang Indonesia. Di JP Morgan inilah ia pegang banyak jaringan dana asing yang bisa berinvestasi di Indonesia. Dia dikenal sebagai analis bursa yang handal dan menjadi referensi oleh banyak media rating. Dan karena itu Gita dikenal luas oleh publik pasar modal dan uang. Itu sebabnya tidak sulit bagi dia untuk punya akses ke top kekuasaan di Indonesia.  Sebelum usianya mencapai 50 tahun, ia sudah pernah menduduki posisi Komisaris Pertamina, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal pada 2009, dan  Menteri Perdagangan, kini ia siap bertarung untuk calon Presiden RI. Gita is acceptable by market. Dia akan mengembangkan ekonomi Indonesia yang sudah liberal menjadi lebih liberal. Andaikan kelak dia terplih sebagai Presiden maka negara akan berfungsi hanya sebagai service provider dan mendapatkan service fee ( pajak, royalty, bagi hasil, dll) dari Swasta nasional maupun asing. Artinya biarkan modal bekerja untuk mendatangkan modal bagi kesejahteraan rakyat. Apakah itu baik ? 

Ketika awal negeri ini membuat dasar negara,sebetulnya para pendiri negara bukanlah orang tolol. Mereka terdidik baik dan  sebagian besar dididik di luar negeri oleh paham sekular yang kapitalisme dan sosialisme sebagai turunannya. Mereka paham sekali apa itu kapitalisme, sosialisme. Paham sekali soal pasar bebas. Namun dengan niat baik mereka berprinsip bahwa apapun konsep ekonomi itu harus berbasis kepada kekuatan kolektif bangsa untuk melahirkan keadilan dbidang ekonomi agar tercapai masyarakat sejahtera. Karena nya dibentuklah tiga pilar kekuatan ekonomi yaitu Koperasi, PT (Perseroan Terbatas) dan BUMN. Ketiga pelaku ekonomi ini harus menjadi kekuatan kaki segitiga untuk menopang bangun ekonomi bangsa melawan segala bentuk kekuatan asing yang ingin menguasai Indonesia melalui neocolonialism. Rakyat yang lemah akan ilmu, modal serta pasar harus diperkuat keberadaannya. Caranya adalah menggunakan kekuatan budaya dan agama. Maka koperasi dinilai tepat untuk basis ekonomi rakyat. Ini adalah kekuatan kolektif rakyat untuk mengurus dirinya sendiri dalam memenuhi permintaan dan penawaran dbidang barang, jasa maupun modal. Negara harus memastikan melalui UU dan Peraturan bahwa keberadaan PT dan BUMN memberikan peluang tumbuh berkembangnya Koperasi dari tingkat desa sampai ke pusat. Itu sebabnya Koperasi dijadikan soko guru perekenomian Nasional, dan mendapat tempat terhormat dalam UUD 45. Bukankah tugas negara melindungi komunitas mayoritas, apalagi mereka tergolong lemah.  

Nah bagaimana dengan kapitalisme? Negara memberi ruang untuk itu melalui UU. Bagi yang mempunyai kemampuan ilmu , modal serta tekhnologi yang besar, diberi kesempatan untuk tampil menciptakan laba secara sendiri sendiri ( CV) atau kelompok ( Firma atau PT). Negara bahkan menyediakan wahana dan kesempatan luas kepada dunia usaha ( swasta asing maupun swasta nasional) untuk kegiatan produksi. Wilayah ini dimungkinkan terjadinya akumulasi modal melalui sistem perbankan (tabungan)  dan pasar modal , pasar uang. Negara butuh kekuatan kapitalis murni dengan tujuan agar dapat dilahirkan distribusi ( barang, modal ) dan tekhnologi yang efisen. Kebebasan adalah trigger bagi kekuatan modal untuk masuk dalam kegiatan investasi real. Negara sadar akan kebebasan itu namun tidak ingin kebebasan itu mematikan yang lain. Kebebasan harus dikendalikan. Karenanya negara menjaga wilayah ini agar terjadi persaingan yang sehat tanpa ada monopoli , oligopoly dan lain sebagainya yang dapat mengganggu kekuatan sektor riel. Artinya para pendiri negara kita tidak melarang modal bermain dan bertarung untuk menjadi pemenang,asalkan rakyat lemah yang miskin modal tidak dilibatkan sehingga tidak terkena dampak dari permainan itu. Kebebasan pasar dan modal tetap dibawah kendali negara demi kesejahteraan rakyat dan rasa keadilan dibidang ekonomi.  

Sementara sarana dan prasarana ekonomi meliputi jalan, jembatan, kerata api, pelabuhan Listrik, Air Bersih, Pendidikan, Kesehatan ( rumah sakit ), Telekomunikasi, industri strategis yang berhubungan dengan Industri hulu  (padat modal dan tekhnologi ) harus dikuasai oleh negara melalui BUMN. Karena wilayah ini menuntut resiko management yang tinggi untuk tercapainya peran sebagai penyangga ekonomi nasional. Peran sosialnya sangat tinggi untuk mendukung kekuatan ekonomi rakyat ( koperasi ) dan Swasta (PT, CV, Firma ) makanya negarapun ( BUMN) diberi hak untuk menguasai seluruh sumber daya alam seperti MIGAS, Sumber daya Mineral dan lain sebagainya. Jadi by design tiga pilar itu sebagai tulang punggung negara untuk menciptakan kesejahteraan tanpa menjadikan rakyat sebagai beban yang harus dibantu melalui APBN. By design negara menciptakan system dimana rakyat mampu mandiri untuk menghidupi dirinya sendiri tanpa harus ada charity.  Negara modern dan beradab adalah negara yang mampu menciptakan keadilan ekonomi by system dan negara berada digaris depan untuk keadilan produksi, distribusi dan modal. Sejak diamandemen nya UUD 45, keberadaan BUMN , PT dan Koperasi bukan lagi sebagai segitiga penyangga ekonomi nasional atas dasar gotong royong tapi telah berubah menjadi hal yang berdiri sendiri sendiri. Dihadapan UU semua pelaku ekonomi ( Asing maupun swasta/BUMN) adalah sama dan berhak atas segala resouce yang ada untuk mendatangkan laba, untuk saling bersaing menguasai, membunuh untuk menjadi pemenang. Dan selalu modal yang menang. Dibalik modal , ada asing! Demikian tentang Gita...


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.