Wednesday, November 13, 2024

ERA Jokowi, dari 16 target yang tercapai hanya 2

 


Realisasi kuartal III-2024, ekonomi nasional tumbuh 4,95%. Konsumsi rumah tangga sebagai pemberi andil terbesar hanya mampu tumbuh 4,91%. Itu laporan BPS yang menjadi acuan kinjerja pemerintah. Dan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati disadarii adanya fenomena yang berbeda antara situasi lapangan dengan data makroekonomi. Misalnya pertumbuhan ekonomi terjaga tinggi tapi data daya beli masyarakat menunjukkan pelemahan. 


Menurut saya, pemerintah dan BPS berusaha beropini lewat narasi positif tapi misleading terhadap data yang ada. Seharusnya engga mungkin salah persepsi kalau membaca data dengan jujur. Data itu kan Akademis. Dan tidak mungkin menyimpulkan adanya fenomena perbedaan data makroekonomi dengan situasi lapangan. Mari saya terjemahkan data BPS secara sederhana.


Pertama. Industri pengolahan hanya tumbuh 4,72%, lebih rendah dari laju pertumbuhan ekonomi nasional. Kalau pabrik tumbuh di bawah pertumbuhan PDB artinya pabrik  rata rata tekor atau tidak mendapatkan akses atas pertumbuhan dari sektor lainnya. Engga bisa ekspansi, terbukti dari data index PMI memang kontraksi. Udah pasti engga ada bonus karyawan. Bahkan mengurangi kapasitas yang berujung kepada PHK.  Dampaknya sangat significant terhadap daya beli. Itu engga perlu S3 untuk paham. 


Kedua.  Sektor pertanian merupakan mayoritas rakyat Indonesia dan pencipta lapangan kerja terbanyak. Nah data usaha sektor pertanian tumbuh 1,69%. Lagi lagi dibawah PDB 4,95%. Tahu artinya ? mayoritas rakyat Indonesia semakin jauh gab nya dengan pertumbuhan PDB. sektor lainnya. Makanya yang menikmati pertumbuhan belanja konsumsi rumah tangga, pasti bukan petani, tetapi orang kaya.


Ketiga. Sektor perdagangan tumbuh 4,82%. Perhatikan pertumbuhan Industri 4,72%. Ada selisih 0,10%. Selisih itu bukan berasal dari Produksi dalam negeri tetapi dari Impor. Karena faktanya pertumbuhan industry lebih rendah dari perdagangan. Siapa yang bisa menikmati barang impor ? ya orang kaya. Tumbuh, tapi karena mereka segelintir, makanya pertumbuhanya tidak significant. Konsumsi rumah tangga di bawah PDB pertumbuhannya.


Keempat. Kalau terjadi pertumbuhan dibidang kontruksi (7,48%),  transportasi dan pergudangan (8,64%) Infokom (6,86%), jasa keuangan ( 5,49) , akomodasi dan makan minum (8,33%). Jasa lainnya ( 9,95). Itu non tradable.. Itu hanya sorak kelas menengah atas yang minoritas. Namun karena volume nya besar, tentu berpengaruh significant terhadap PDB. Artinya pertumbuhan PDB tidak berkualitas dan tidak sesuai dengan amanah konstitusil, keadilan sosial


Kalau SMI tidak paham. Dan yang lain juga tidak paham, itu wajar. Tapi saya yakin mereka sangat paham. Hanya itulah yang namanya politik. Pemerintah perlu berbohong agar rakyat tolol terhibur dengan retorika. Terbukti laporan hasil evaluasi Bappenas membuktikan dari 16 target pembangunan Jokowi sampai dengan tahun 2024, yang sukses hanya 2. Artinya selama ini sukses ekonomi karena kebohngan pubik. 


Yang ikut  berdosa adalah Lembaga survey yang mengukur tingkat kepuasaan rakyat atas kinerja Jokowi. Ternyata datanya misleading. Jadi sudahilah bermain main dengan kata kata. Dan tidak semua orang tolol mau percaya begitu saja kata kata. Karena data tetaplah data.  Terimakasih kepada Menteri Bappenas, Rachmat Pambudy yang telah membedah kinerja Jokowi. Kebenaran harus diungkapkan walau pahit sekalipun.


***

SMI mengatakan ada 3 strategi yang akan dilakukan pemerintah untuk mencapai pertumbuhan 8%, yaitu  meningkatkan konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor. SMI juga memberi catatan atas kegagalan masa lalu mencapai pertumbuhan maksimal. Karena masalah ICOR yang masih tinggi. Sehingga investasi selama ini tidak efisien. Saya akan membahas soal 3 strategi ini.


Apa yang dikatakan oleh SMI itu ada dalam teori ekonomi. Di pelajari oleh Mahasiswa FE tingkat persiapan. Jadi apa yang disampaikan SMI itu sangat akademis.  Namun sejak SMI jadi Menteri keuangan dan berkarir di pemerintahan target pertumbuhan ekonomi tidak pernah mencapai diatas 6%. Artinya antara teori dan praktek berbeda. Mengapa ?


Pertama. Dalam literasi ekonomi jelas dikatakan bahwa tidak ada pertumbuhan ekonomi yang sustain tanpa melalui industrialisasi. Sejak era Soeharto sampai sekarang, ekonomi kita tidak beranjak dari berbasis SDA ke industry. Artinya selama ini kita tidak mengalami transformasi ekonomi. Masih seperti monyet di hutan yang hidup dari SDA. 


Kedua. Selama ini kita memisahkan antara teori pertumbuhan ekonomi dengan teori sosial dan budaya. Hal ini menyebabkan ilmu ekonomi semakin menjauhkan diri dari integrasi interdisipliner, mendorong masalah sosial dan ekologi ke pinggiran, dan mendorong pandangan pembangunan yang terkotak-kotak yang menekankan mekanisme pasar daripada kesejahteraan holistik.


Akibatnya antara teori dengan realitas tidak bertemu. Seharusnya terintegrasi. Mengapa ?  Pertumbuhan  ekonomi  adalah pertumbuhan peradaban. Kalau tidak berakar pada sosial dan budaya, ya sama dengan monyet di hutan. Tidak mungkin ada kebijakan negara yang bisa melahirkan inspirasi kolektif untuk tumbuhnya  masyarakat kreatif yang punya daya innovasi berbasis sains.


Ketiga. Kita terjebak dengan teori ekonomi neoliberal. Nilai sosial dan lingkungan tidak dianggap sebagai nilai itu sendiri, tetapi hanya sebagai nilai pasar. Kebijakan sosial dan lingkungan diperlakukan sebagai biaya. Akibatnya apapun diukur dari aspek ekonomi. Maka nya PDB tumbuh tapi sebagian besar rakyat tidak merasakannya. Yang terjadi malah semakin rakus mengeksploitasi SDA bersifat rente. Sains dipunggungi. 


Akibat tiga hal tersebut diatas, kalau ada goncangan ekonomi, kita selalu salahkan pasar. Penerimaan pajak tidak tercapai target. Yang disalahkan harga komoditas batubara dan CPO turun di pasar dunia. Rupiah melemah, yang disalahkan kebijakan the fed rate. Trumps terpilih sebagai presiden AS. Ancaman perang dagang AS-China. Daya beli domestic turun, yang disalahkan rakyat engga mau belanja. Deindustrialisasi terjadi, yang disalahkan barang impor.  Selalu melihat keluar. Tidak pernah melihat ke dalam. Makanya tersesat. Tanpa ada perubahan, 8% growth hanya omong kosong.



Monday, November 11, 2024

Memahami pasar uang secara idiot

 



Anda mungkin hanya tahu uang itu adalah yang ada ditangan anda berupa lembaran dan yang ada di bank dalam bentuk rekening tabungan. Itu ada benarnya. Namun uang dalam dimensi moneter dapat dipahami sebagai  M0, yang merupakan ukuran terkecil dan paling likuid. M1 dalam arti uang lebih luas dari M0 dan M2 uang dalam arti luas daripada M1. Gabungan M0, M1 dan M2 itu disebut juga uang beredar. Karena uang tidak lagi dijamin emas, tetapi oleh neraca moneter, maka kurs dan jumlah uang beredar dipengaruhi oleh neraca moneter. 


***

Kita perhatikan kurs Rupiah turun naik atau terjadi volatilitas. Itu bukan gamebling. Engga perlu ruwet amat lewat Analisa yang canggih untuk tahu jawabannya dan penyebabnya. Karena itu memang mekanisme pasar yang mudah diketahui sebagaimana hukum demand and supply. Saya akan beri gambaran sederhana soal pasar uang ini.


Pergerakan kurs rupiah terhadap valas, itu dipengaruhi oleh pasar dan pasar melihat dari indicator neraca PII. Misal pada semester pertama 2024. Aset financial Luar negeri ( sudah termasuk Cadev) sebesar 491,5 miliar dolar AS. Sementara kewajiban financial Luar negeri sebesar 738,7 miliar dolar AS. Maka selisihnya kewajiban sebesar USD 247 miliar. 


Mari pahami neraca PII itu.  Karena kewajiban financial luar negeri jauh lebih besar dari asset financial luar negeri. Artinya uang Rupiah di kantong anda itu, 100% jaminan valas nya berupa utang ( pasar). Dengan demikian maka volatilitas Rupiah dipengaruhi oleh  keluar/masuknya modal asing ( uang). Kalau lebih besar keluar, rupiah akan melemah. Kalau lebih besar masuk, rupiah akan menguat. 


Jadi BI sebagai otoritas moneter harus menjaga jangan sampai terjadi capital outflow netto. Kalau ada yang keluar, harus diupayakan ada yang masuk. Ya cash flow harus dikelola. Caranya? Ya BI gunakan instrument SRBi (Surat Berharga Rupiah Bank Indonesia). SBRI ini instrument structure dari SBN yang ada pada BI. Lewat mekanisme lelang (bid/ask) SBRI di tawarkan kepada investor. Tentu bunga harus lebih tinggi dari bunga negara lain, misal the fed-rate.  Spread atau jarak bunga dengan negara lain dikelola.


Berapa rate lelang SRBI, tergantung pasar.  Tidak sepenuhnya bergantung kepada BI-Rate.  Misal, walau BI- rate 6% namun bunga SRBI diatas 7%.  Pasar yang berkuasa. BI harus patuh. Kalau engga, lelang SRBi tidak diserap pasar. Maka seketika kurs rupiah melemah. Sekali melemah dalam kondisi BI gagal dalam lelang SRBI, itu dampaknya sangat significant menjatuhkan kurs rupiah. Makanya BI selalu hadir di pasar. Jagain terus biar Rupiah engga tumbang. 


Bagi pemain forex kakap, lelang SRBI ini sangat diperhatikan untuk pasang posisi. Mereka tidak terkecoh dengan Analisa pasar yang bias. Apalagi retorika pejabat yang menjanjikan kurs rupiah akan dibuat Rp 5000/1USD. Mereka focus kepada data. Lagian data pergerakan demand and supply SBRI ini bisa dimonitor setiap waktu. Jadi tahu pergerakannya. Juga laporan PII dibuat BI setiap kwartal. Mereka jadikan itu dasar Analisa. Engga sulit dapat cuan dari pasar uang.


Siapa yang menanggung biaya intervensi BI itu? Kan bunga harus dibayar. Apalagi SRBI kan tenornya dibawah 1 tahun tergolong hot money. Ya, yang menanggung adalah negara Indonesia. Siapa yang menikmati ? ya orang kaya. Mengapa negara mau saja berkorban demi jaga kurs? Karena pelemahan kurs berkorelasi langsung dengan index pasar modal dan inflasi.


Kebayang engga. Hampir semua LQ 45 itu saham gorengan yang udah bubble. Kalau terjadi goncangan kurs, akan sangat mudah index bursa terjun bebas. Dampaknya sistemik. Yang korban bukan hanya orang kaya sebagai pemegang saham mendadak asset nya susut, tetapi dana pension, asuransi akan susut asset nya, NPL bank akan meningkat dan tentu PDB kita juga menyusut. 


So, apa kesimpulannya? Selagi PII kita negative karena mechanism pasar bebas, maka selama itu juga volatilitas rupiah terjadi dan selama itu juga orang kaya ogah invest di pabrik yang menyerap Angkatan kerja luas. Lebih baik menikmati bunga tinggi. Dan kalaupun ada investasi langsung, orang kaya hanya tertarik  dapatkan fasiltas bisnis rente. Misal bisnis minerba atau non tradable. Lewat skema off take market dan inkind loan via trader di Singapore atau HK, Resiko kecil dengan investasi minim, tapi cuan besar. Nah cuan itu mereka gunakan lagi goyang SBRI lewat capital flow (in/out). 


Volatilitas kurs terjadi, mesin uang terus bekerja datangkan laba. Tapi tidak ada industri terbangun luas. Yang terjadi justru deindustrialisasi dan index PMI kontraksi. Bahkan perbankan juga ogah biayai sektor real. DPK mereka ditanamkan ke SBN juga. Nikmati spread bunga SBN dan tabungan. Apalagi BI sediakan kanal likuiditas lewat fasiltas REPO. Nah, itu akan berhenti setelah likuidits mengering dan pemerintah surrender. Karena udah engga kuat bayarin ongkos operasi moneter. Yang ujungnya memaksa uang dicetak, dan tissue toilet lebih berharga daripada uang.



Friday, November 8, 2024

Danantara datang saham BUMN terkoreksi

 





Sepertinya Prabowo tidak ingin ganggu system bandahara negara yang ada dimana otoritas ada pada Menteri keuangan. Dia juga setuju tidak memisahkan Dirjen Pajak dari Menteri keuangan. Pasti bukan karena permintaan SMI saja. Tentu disebelah sana ada IMF yang pelototi. Jadi Prabowo milih patuh saja demi stabilitas ekonomi.   Walau dia tahu selama SMI jadi Menteri keuangan tidak pernah mencapai pertumbuhan ekonomi diatas 6%. 


Tetapi kalau terus diikuti cara kerja SMI, janji Prabowo untuk dongkrak pertumbuhan ekonomi diatas 8% tidak akan tercapai. Jadi gimana solusinya ? Prabowo punya cara lain. Dia tidak sepenuhnya tergantung kepada Menteri keuangan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Caranya? Yaitu lewat pembentukan Lembaga di luar kementrian keuangan yang bertindak sebagai fund raising untuk dapatkan sumber pembiayaan pembangunan di luar APBN. 


Maka dibentuklah Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara ( BP Investasi Danantara). Ia akan jadi super holding BUMN, yang terpisah dari BUMN. Yang jadi masalah, Danantara ini dasar hukumnya PP dan Peraturan Presiden. Akan sulit bergerak tanpa ada perubahan UU BUMN. Dan lagi sesuai UU Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,  walau asset BUMN dibawah kementrian BUMN, namun kepemilikan ada pada Menteri keuangan. Kan balik lagi ke Menteri keuangan. 


Apakah mudah mengubah UU No 17 tahun 2003? Tidak mudah. Karena suka tidak suka, skema penerbitan surat utang negara (SUN) oleh Menteri Keuangan juga menggunakan asset BUMN sebagai underlying. Nah kalau ada badan baru lagi seperti BP Investasi Danantara melakukan hal yang sama. Kan jadi rancu. Bisa bisa keduanya jadi distrush di pasar. Karena tidak ada kepastian hukum. Kan jadi kontradiksi terhadap tujuan mendapatkan sumber pembiayaan. 


Engga percaya ? Itu lihat aja. Rencana kemarin BP Investasi Danantara akan diluncurkan oleh presiden, saham BUMN di Bursa drop terkoreksi terutama saham perbankan. Untunglah batal di resmikan Prabowo yang keburu keluar negeri. Moga bisa jadi pelajaran agar jangan terburu buru membuat kebijakan. Karena negara kita sangat besar dan regulasinya sudah established, Engga mudah mengubahnya. 


Jadi bagaimana seharusnya? Saran saya efektifkan saja INA ( Indonesia investment authority). Kan sudah ada dasar hukum nya yaitu UU Cipta kerja dan sudah pula ada PP nya. Atas dasar itu dana APBN sudah masuk ke INA lewat PMN. Tujuanya sama yaitu menggalang dana di luar APBN, namum tentu tidak boleh leverage asset BUMN secara langsung seperti idea BP Danantara. INA bisa gunakan potensi SDA kita sebagai underlying terbitkan surat utang semacam Thematic Bond. 


Kalau sejak berdirinya INA belum efektif menjadi sumber dana alternatif pembiayaan di luar APBN, itu bukan salah INA, tetapi salah SDM nya memang tidak qualified. Karena INA itu perlu skill diatas rata rata khusus financial engineering. Kita memang kurang skill semacam itu. Tapi kan pemerintah bisa hired professional berkelas dunia. Banyak kok putra/putri Indonesia berkarir di Lembaga keuangan kelas dunia di luar negeri. Mereka mau pulang asalkan digaji wajar dan tidak direcoki oleh elite partai sebagai komut. 

Friday, November 1, 2024

Cara China mengelola BUMN.

 




Tahun 80an China melakukan reformasi ekonomi. Tantangan yang dihadapi China adalah terbatasnya sumber daya manusia yang terpelajar. Anggaran nasional yang terbatas. Ketergantungan tekhnologi dari luar. Sementara China berburu dengan waktu. Maklum jumlah penduduknya banyak. Telat sedikit aja bergerak maju ke depan, tantangan dan habatan akan semakin besar di masa depan. China tidak bisa hanya sekedar jalan cepat. Tetapi perlu lompatan jauh. 


Kalau negara lain mengundang FDI untuk speed up pembangunan. Atau menyerahkan SDA kepada asing agar jadi financial resource membangun ketertinggalan. Namun China menjadikan BUMN nya sebagai strategi melakukan lompatan jauh ke depan. Alasannya? Memanfaatkan secara optimal sumber daya manusia terpelajar yang terbatas . Menjadikan BUMN lead dalam hal misi kode 60/70/80/90/70/90. Menyumbang 60% dari PDB Tiongkok, dan bertanggung jawab atas 70% inovasi, 80% lapangan kerja perkotaan, dan menyediakan 90% lapangan kerja baru. 70% investasi dan 90% ekspor. Jadi BUMN bertufas melakukan trickle down effect kepada rakyat banyak melalui industrialisasi.


Kalau diibaratkan China itu adalah BigCorp yang dikelola secara oligarki. Pemerintah, Partai, Corp dalam satu sinergitas. Untuk membangun BUMN sesuai angka kode itu dan atas dasar disiplin  tinggi terhadap visi dan misi dari amanah konstitusi maka struktur BUMN dibentuk dengan otoritas dibawah SASAC- The State-owned Assets Supervision and Administration Commission of the State Council ( Komisi Pengawasan dan Administrasi Aset Milik Negara). SASAC terhubung dengan universitas,  pusat riset nasional, PEMDA dan kota, kementrian keuangan dan Bank Central.


Walau keberadaan BUMN ini menerapkan pasar bebas, namun dikomandani oleh negara. BUMN memang tidak 100% berorientasi laba sebagaimana prinsip kapitalis. Namun kehadriannya di desgin sebagai lokomotif dunia usaha dan cahaya terang bagi rakyat banyak menuju masa depan. Yang tentu juga pengawal hebat negara dalam menghadapi sinergi, kolaborasi dengan asing lewat FDI. Ini cara jenial China me-leverage sumber daya moneter dan fiskal  yang terbatas. Jadi bagaimana teknis implementasi dari design BUMN tersebut ? 


Ya, BUMN focus kepada Industri hulu dibidang Petrokimia, Oil and Gas, Sumber daya mineral ( Baja, tembaga, nickel, almunium, timah, silica, logam tanah jarang dll), Teknologi tinggi, Jasa kontruksi, Infrastruktur ekonomi, Agro, estate food. Seluruh Industri hulu itu disubsidi oleh Negara. Subsidi meliputi bunga murah, bebas bea, kemudahan pembiayaan, biaya R&D. Namun mereka tidak boleh ekspor kecuali pasar domestic sudah tercukupi. Karena tugas BUMN memang mendukung tumbuh berkembangnya Industri downstream secara luas, yang memang menjadi agenda nasional agar rakyat terlibat berpartisipasi langsung dalam pembangunan.


Perjuangan itu tidak mudah. China sempat dilanda chaos politk. Tragedi Tiananmen Square pada tahun 1989. Mahasiswa curiga, pemerintah menghalangi demokrasi demi membesarkan oligarki. Tapi berkat kepemimpinan yang kuat, proses pembangunan terus berlanjut dengan sikap disiplin keras. Elite yang korup di-hukum mati. Apa hasilnya? Tahun 2000-an, downstream Industri berkembang pesat. China berubah dari negara pengimpor utama barang-barang seperti kaca, kertas, produk baja, dan suku cadang mobil, menjadi produsen utama dan eksportir global yang dominan untuk produk-produk ini. Dan kini China sudah lead di semua produk industri dan menjadi kekuatan dalam supply chain global.


Bagaimana pergeseran seismik ini dapat terjadi dalam industri-industri di mana China tidak memiliki keunggulan khusus dalam hal tenaga kerja, teknologi, atau sumber daya alam?  Jawabannya, ya karena kebijakan subsidi produksi dan aliran modal yang diarahkan negara kepada BUMN. Yang dimotori oleh Central Huijin Investment Ltd, yang merupakan Sovereign Wealth Fund dan bersama sama dengan Bank BUMN seperti Bank of china, khusus investment, China Construction Bank, khusus infrastruktur dan development, Industrial and Commercial Bank of China (ICBC), khusus industry dan perdagangan, Agriculture bank China khusus pertanian, serta People Bank of China (PBOC).


Untuk menjamin pertumbuhan berkelanjutan. Pendapatan ekspor berupa devisa tidak dibelanjakan, tetapi melalui Investment Holding (CIC, CIITC dan lain lain ) di-investasikan ke luar negeri lewat surat berharga agar kurs China semakin stabil dan saham korporat negara lain yang menguasai SDA agar pasokan material Industri hulu domestic terjamin.  Dan ini menambah deretan proxy BUMN China dalam bentuk Holding Company yang beroperasi secara international. Mereka jadi agent China, bukan hanya upaya mendapatkan teknologi, juga menarik modal dari pusat keuangan dunia.


Tidak ada yang tahu pasti berapa banyak BUMN beserta unit bisnisnya di China. Mungkin kalau digabung BUMN/BUMD ada 391.000 unit, tetapi analisis baru menemukan data bahwa 363.000 merupakan 100% milik negara, 629.000 adalah 30% milik negara, dan hampir 867.000 negara hanya sebagai penyerta tanpa kendali.  Itu belum termasuk perusahaan swasta dengan ekuitas negara secara tersamar. Ada 109 perusahaan China yang terdaftar di Fortune Global 500. Swasta hanya 16. Sisanya adalah BUMN. 


Jadi sebenarnya BUMN itu memang melaksanakan 60% peran negara dalam melaksanakan agenda nasional. Kalau rasio GINI China 0,42 terliat timpang, namun segelintir itu bukan private tetapi BUMN.. Kalau utang domestic Publik China sangat besar atau diatas 300%  PDB, itu bukan utang pemerintah tetapi utang BUMN kepada rakyat lewat  thematic bond seperti LGVF dan lain lain yang project dedicated. Bunga sangat kecil dan kebanyakan skema SUKUK atau revenue bond. Mungkinkah Indonesia belajar dari China ?