Orientasi ekonomi dan politik dalam sosialisme bersifat sosial. Ini kebalikan dari kapitalisme, yang bersifat kapital. Sosialisme juga dibagi dua. Ada yang pro pasar seperti China dan India. Tetapi juga ada yang anti pasar seperti korea utara. Kapitalisme juga sama. Ada yang pro pasar bebas dan ada juga yang market regulated atau pasar yang diatur. Sejak awal Sosialisme dan kapitalisme diperkenalkan sebagai teori, terus berkembang dan akhirnya menjadi pragmatisme. Tergantung kepada situasi dan kondisi geopolitik dan geostrategis. Maklum, tidak ada negara yang bebas tanpa tergantung dengan negara lain.
Prabowo dalam setiap narasi politik nya terkesan memang seorang sosialis. Itu bisa dilihat sejak Pemilu 2014, 2019 dan 2024. Dia sinis terhadap asing yang menguasai sumber daya alam Indonesia. Singkatnya dia sinis terhadap kebijakan ekonomi yang neoliberal. Terutama dia sinis terhadap platform APBN yang pro pasar. Makanya apapun masalah bangsa ini selalu solusi nya adalah negara harus intervensi. Negara harus punya political will untuk lead terhadap sumber daya ekonomi dan sosial. Kalau membaca visi misi Prabowo -Gibran jelas sekali tergambar tentang sosialisme itu.
Sikap politik Prabowo yang sosialisme itu tidak datang mendadak. Tidak lahir dari kampus. Tetapi daatang dari Gen garis ayahnya. Kakeknya, Margono Djojohadikusumo, adalah anggota team ekonom yang ada pada BPUPKI ( Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ). Kita semua tahu, bahwa BPUPKI bertugas menetapkan Pancasila dan UUD 45 sebagai dasar negara. Salah satu spirit sosialisme ada pada pasal 33 pada UUD 45. Itu mungkin datang dari Kakeknya. Sementara Ayahnya, Soemitro Djojohadikusumo, adalah ekonom yang dikenal sebagai begawan ekonomi. Soemitro menterjemahkan pasal 33 UUD 45 itu dalam politik sosialisme. Berbeda dengan Sosialisme Marxisme. Sosialisme nya Soemitro adalah Sosialisme nya Sjahrir.
Ya seperti apa konkritnya sosialisme Soemitro itu? Sosialisme kanan. Jadi wajar kalau Prabowo terinspirasi dengan pemikiran Ayah dan kakeknya. Makanya Gerindra didirikan Prabowo bertujuan sejak awal memang memperjuangkan UUD 45 dikembalikan kepada aslinya. Lantas seperti apa kalau sosialisme itu diterjemahkan dalam bentuk UUD 45 yang asli? ya lihatlah pengalaman era Soeharto. Semua sentralistik. Dan secara berlahan lahan sejak periode kedua Jokowi berkuasa, memang proses resentralisasi itu terjadi. Itu mindset Golkarisme yang ada pada Partai Golkar, Gerindra, Partai Demokrat dan tentu Nasdem dan Yusril dari Partai Bulan Bintang. Maklum mereka itu semua pernah merasakan bulan madu terindah ketika Soeharto berkuasa.
Saya pribadi tidak bisa menghakimi konstitusi kita. Karena UU 45 yang diamandemen sejak 25 tahun lalu, ternyata tidak membuat kita lebih baik. Samahalnya 32 tahun UUD 45 asli diterapkan tidak membuat kita lebih baik. Saya percaya dengan Prabowo kalau dia seorang sosialisme kanan murni. Tetapi saya tidak percaya dengan Jokowi sebagai seorang sosialis kanan. Karena terbukti selama dia berkuasa utang betambah 5 kali dibandingkan 6 presiden sebelumnya. Jokowi itu tepatnya pragmatiisme atau opportunisme.
Artinya saya juga tidak yakin Prabowo akan begitu saja follow Jokowi dan sebaliknya Jokowi CS juga tidak bisa follow Prabowo. Terutama para konglo yang mempunyai konsesi tambang dan kebun. Justru kalau Prabowo jadi presiden, potensi konflik antar kelompok Prabowo dan Jokowi sangat besar terjadi. Apalagi dengan kembalinya UUD 45 secara murni maka sistem presidential akan sama dengan kekuasaan fasisme Soeharto. Yang pertama kali ditebas oleh Prabowo adalah Jokowi CS.
Mengapa ? mari kita lihat konflik bisnis antara Prabowo, terutama adiknya Hashim Djojohadikusumo dan Konglomerat yang ada dibalik Jokowi. Pertama. Hashim punya dendam Pribadi dengan Boy Thahir yang hostile Adaro dari tangannya. Hashim juga punya dendam pribadi dengan Bakrie yang membuat dia dan Nick Rotschild gagal akuisisi Bumi Resource Plc tahun 2011. Hashim tersingkir dari kepemilikan saham Pembangkit listrik, Paiton Energi, berpindah ke LBP dan kemudian ke Salim Group. Kita semua tahu bahwa mereka itu semua ada dikubu Prabowo dalam pilpres 2024.
Kedua. Prabowo punya dendam pribadi dengan SBY dan Jokowi, karena sampai dengan tahun 2019 dia tidak punya akses kepada sumber daya keuangan dalam negeri untuk me- leverage 500.000 hektar lahannya. Sementara konglomerat lainnya mendapatkan kemelimpahan sumber daya keuangan dalam bentuk faslitas negara. Kecemburuan sosial pasti ada. Kita aja orang kecil ada kecemburuan sosial apalagi sekelas Prabowo.
Ketiga. Tidak ada satupun alasan yang membuat Prabowo harus patuh kepada Jokowi. Karena Jokowi bukan partai yang punya akar rumput. Bukan pula tokoh nasional yang punya basis massa seperti NU dan Muhamamdiah. Jokowi hanya dikeliling oleh relawaan dan opotunis pragmatis. Yang kapan saja bisa pergi kalau opportunity tidak ada lagi. Dan bagi Prabowo, tidak ada yang berkuasa selain negara, termasuk penguasaan sumber daya ekonomi. Jadi tidak ada alasan bagi dia untuk bayar utang budi kepada konglo yang bantu dia menjadi RI-1. Emang loe siapa, katanya.
Nah kembali ke laptop dari tulisan awal ini. Apakah Prabowo mampu melaksanakan visi UUD 45 secara murni. Kalau dia jadi presiden tahun 2009, Saya yakin bisa. Karena saat itu utang kita masih rendah. PDB juga belum sebesar sekarang. Tetapi tahun 2024 dengan tingkat utang diatas Rp. 8000 triliun atau utang publik sekitar Rp. 16 ribu triliun. Hampir tidak mungkin bisa diterapkan UUD 45 asli. Karena suka tidak suka, kita sudah kena debt trap. Negara tidak lagi sepenuhnya bisa lead. Yang lead adalah pasar. Kalau dilanjutkan program Jokowi, itu juga sulit melaksakannya. Mengapa ? Walau PDB sebesar USD 1,4 triliun namun ruang fiskal hanya 2-3% dari PDB. Kalau dipaksakan, maka nasip kita akan sama dengan Venezuela. Semua gratis tetapi nilai uang lebih rendah dari kertas tissue toilet.
Jadi apa solusinya ? Prabowo bisa mengikuti visi GAMA. Visi PDIP. UUD 45 yang diamandemen dipertahankan. Tetapi sistem ekonomi harus market regulated. Artinya segala UU yang berkaitan dengan sumber daya bernuasa neoliberal di revisi. Seperti UU Cipta kerja dan UU MIGAS. Sebaliknya UU yang bernuansa populisme terhadapat koperasi dan UMKM harus di revisi dengan paradigma ekonomi regulated, yang protektif namun membuka peluang terjadinya sinergi antara usaha besar dan kecil. Ya seperti China. Menerapkan ekonomi pasar tetapi regulated, bukan free market. Tapi saya tidak yakin Prabowo mau mengikuti Visi GAMA. Kadang mindset yang terbentuk dari pendidikan keluarga tidak mudah diubah..
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.