Bagaimana hubungan antara Jokowi dan Megawati sekarang?. Tanya teman. Saya tahu dia tanyakan itu karena kesannya Jokowi itu tidak sepenuhnya loyal sebagai petugas partai. Menurut saya, Jokowi itu memang kader partai. Tetapi siapapun kader partai yang punya ambisi besar berkuasa, dia tidak sepenuhnya menjadi robot partai atau mesin partai. Kerena partai adalah jalan menuju kekuasaan dan setelah berkuasa, kader pasti berpikir untuk mengendalikan partai, bukan dikendalikan. Maklum saat dia berkuasa segala sumber daya dalam genggamannya. Dan dia punya banyak pilihan bersikap. Termasuk kepada partainya sendiri. Biasa saja.
Tentu Jokowi tidak mau memubazirkan kekuasaan ditangannya. Walau jabatannya secara konstitusi akan berakhir 2024, tentu dia tidak ingin melepaskan akses itu kepada pihak lain. Caranya dia lakukan dengan elegan. Meskipun ia adalah presiden pertama sejak reformasi yang tidak memiliki kredensial era Orde Baru. Namun akhirnya dia mampu mengkapitalisasi partai koalisi diluar PDIP yang sejalan dengan agenda dia dan tentu para relawan yang setia dengannya. Dia tidak gembosi PDIP. Tapi lewat oligarki yang didukung pengusaha besar, dia kendalikan institusi demokrasi Indonesia, khususnya partai politik dan parlemen.
Kalau dia tidak ingin lagi dibawah kendali PDIP itu juga wajar. Kan tidak mungkin matahari kembar dalam satu tempat. Bukan rahasia umum bila Jokowi lebih ingin Prabowo berpasangan dengan Ganjar. Sikap Jokowi ini tentu dibaca oleh DPP PDIP. Walau Megawati tetap dengan sikapnya namun tidak semua DPP PDIP sejalan dengan Megawati. Bisa saja sebagian secara diam diam sependapat dengan Jokowi. Karena bisa saja mereka sebagai personal bagian dari elite oligarki yang selama ini bersama Jokowi mengatur sumber daya.
Ditengah sikap Megawati yang tetap menjadikan Ganjar sebagai capres, Jokowi terus melangkah dengan exit strateginya. Dan kalau mungkin menjadikan Gibran berpasangan dengan Prabowo. Meng-akuisisi PSI dan menjadikan putranya, Kaesang sebagai ketua Umum. Andaikan dia gagal kontrol kekuasaan Presiden tapi dia masih punya partai untuk tempat mengakses kekuasaan dan menjadi bagian elit kekuasaan. Itu akan aman bagi dirinya dan keluarga, juga para mereka yang selama ini setia dengan nya. Sambil mempersiapkan putranya untuk jadi capres pada pemilu berikutnya. Nah semua terserah PDIP. Apakah tetap dengan menjadikan Ganjar sebagai capres yang akan berhadapan dengan Prabowo dan Anies. Apapun pilihan PDIP, Jokowi nothing to lose.
Apakah Megawati kecewa dengan sikap Jokowi itu? Menurut saya tidak. Karena sepanjang karir politik Megawati udah kenyang dipukul dari belakang oleh kawannya. Ditohok kawan seiring. Banyak kader hebat diawal kebangkitan PDIP tahun 1999 akhirnya memilih hengkang dari PDIP, seperti Eros Djarot, Laksamana Sukardi, Arifin Panigoro, Kwik, Permadi dan lain lain. Bahkan dengan adik dan kakaknya saja dia berbeda paham. Jadi biasa saja. Bagi Megawati politik itu soal sikap dirinya. Yang tahu sebenarnya hanya Megawati dan Tuhan saja. Semua kader PDIP loyal sebatas menuju tangga. Setelah naik, mereka mikiri dirinya sendiri. Mana ada lagi mikir kan partai atau megawati. Megawati paham itu. Dia aktor pemain di panggung Politik Indonesia.
Kalau tiga paslon. Yaitu Prabowo, Ganjar, Anies, bagaimana petanya? Tanya teman. Menurut saya, tergantung siapa wakilnya. Anies sudah jelas yaitu Cak Imin yang merupakan satu paket mengusung politik identitas. Bagaimana dengan Prabowo? apakah tetap menggunakan tokoh islam untuk meredam Anies ? atau malah lebih percaya menggandeng Gibran sebagai Wapres untuk memanfaatkan Jokowi effect yang approval ratingnya diatas 80%. Atau Gibran dimanfaatkan oleh PDIP sebagai wakilnya Ganjar. Jelas peluang untuk manfaatkan Gibran ada pada PDIP. Atau PDIP lebih memilih Mahfud MD atau tokoh Islam. Apapun pilihannya tetap tidak efektif menghadapi gerakan politik identitas dan populisme yang inginkan perubahan.
Di sisi lain, Jokowi berusaha mempersatukan Prabowo dan Ganjar, sehingga hanya ada dua paslon. Walau politik indentitas akan tampil kepermukaan. Anies dan cak Imin akan mainkan itu. Tentu akan jadi gerakan apokalipso menumbangkam capres yang didukung koalisi partai pemerintah. Paslon Prabowo dan Ganjar akan efektif meredam Politik identitas itu. Masalahnya bagaimana platform penyatuan capres PDIP dan Gerindra. Itulah yang complicated. Makanya sampai kini Megawati belum tegas menentukan siapa pasangan cawapres Ganjar. Begitu juga dengan Prabowo. Seperti orang menari lengso. Satu maju yang lain mundur. Begitu sebaliknya.
Andai pada waktunya tidak ada sikap jelas diantara KIM dan PDIP, kemungkinan besar mereka tidak akan daftarkan paslon ke KPU. Hanya paslon Anies - cak Imin yang daftar. Nah pemilu bisa batal. Karena hanya ada satu paslon. Bisa jadi karena itu MK akan bersikap untuk membuka kebuntuan konstitusi dengan memberikan hak mandat ke MPR untuk memilih presiden.. Kalau itu terjadi, Anies dan cak Imin dipastikan gagal. Yang menang dalam voting MPR pastilah koalisi besar. Bukan tidak mungkin pasangan Probowo dan Puan yang menang. Platform bersama Mega dan PS terbentuk sudah. Ganjar terpaksa menerima nasip seperti Anies. Hanya dicalonkan doang. Kalau ini terjadi chaos tidak bisa dihindari. Legitimasi pemimpin terpilih bisa dipertanyakan.
Sumber masalah friksi politik sekarang terletak pada kehadiran Anies sebagai Capres yang diusung Nasdem. “ Itu trouble maker bagi koalisi pemerintah. Dan Surya Paloh sangat paham peta permainan politik di tingkat elite terutama partai koalisi pemerintah. Ya kelebihan dan kelemahannya dia ketahui pasti. Sebenarnya yang ditakuti bukalah Anies sebagai personal. Tetapi karena begitu besar outstanding selama era Jokowi berkuasa. " Kata teman. Saat Kampanye ini akan jadi narasi besar melemahkan retorika kesuksesan Jokowi diatas angka approval rating.
Apalagi meliat survei Bank Indonesia (BI) mengenai Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) untuk enam bulan ke depan. Survei pada September 2023 tersebut justru menunjukkan pelaku usaha dan masyarakat pesimis pada kondisi ekonomi, usaha, dan pasar tenaga kerja enam bulan ke depan atau Maret 2024. Banyak pedagang di pasar tradisional yang bangkrut karena sepi pembeli. Gelombang PHK pabrik tekstil terjadi meluas. Harga komoditas global yang jatuh di pasar dunia membuat trend penerimaan devisa terus turun. Kurs rupiah yang terus melemah akan berdampak kepada naiknya ongkos logistik dan barang produksi dalam negeri yang bergantung supply chain global. Ancaman elNino yang berdampak turun nya produksi pertanian, tentu harga kebutuhan pokok akan ikut melambung. Begitu juga dengan harga BBM akan naik seiring memanasnya konflik Timur Tengah.
Lantas apa yang dipikirkan dan dikawatirkan Megawati sebenarnya ? Dia hanya focus kepada persatuan Indonesia. Yang dikawatirkan Megawati adalah lahirnya politik identitas. Dia tahu dan paham itu ketika gagal menggolkan RUU Haluan Idiologi Pancasila. Artinya potensi keretakan persatuan itu ada. Walau gerakan Islam bisa diredam secara UU dan aturan serta deradikalisasi program namun mereka tidak padam. Mereka hanya menanti moment yang tepat untuk bergerak. Dan kalau friksi politik semakin tidak terkendali, TNI dan POLRI tidak akan bisa tegas. Kerena pemicunya bukan karena agama tetapi nilai agama untuk keadilan, yang bisa saja dimanfaatkan oleh kaum oportunis. Dan selama 7 kekuasaan presiden memang belum ada yang bisa delivery keadilan sosial. Terbukti rasio GINI ekonomi dan rasio GINI lahan masih sangat timpang. Andaikan ekonomi sedang booming, atau setidaknya seperti periode pertama Jokowi, tentu Anies bukan ancaman serius.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.