Pada acara Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IV Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) di JIEXPO Kemayoran, berbagai isu penting terkait dengan kedaulatan pangan dan komitmen terhadap demokrasi ekonomi dibahas secara mendalam. “ Bapak Bangsa Indonesia, Soekarno, pernah menegaskan bahwa pangan itu berkaitan dengan mati hidupnya suatu negeri. “ kata Megawati dalam pidato. Wajar saja kekawatiran Megawati itu. Karena data FAO, angka kelaparan Indonesia menempati peringkat puncak di antara negara-negara ASEAN, yaitu 16,2 juta orang yang kelaparan.
“ Rakernas) IV PDIP yang mengusung kedaulatan pangan dan meminta Capres Ganjar melaksanakan agenda tersebut, seakan bersatire terhadap kebijakan Jokowi selama ini yan gagal melaksanakan program ketahanan pangan. Mengapa agenda Jokowi berbeda dengan Agenda PDIP. “ Tanya teman.
Sejak era Jokowi memang terkesan sektor pertanian tidak serius diurus. Padahal Jokowi pemimpin yang lahir dari wong cilik. Faktanya memang anggaran kementan selalu turun. Bila tahun 2015 sebesar Rp.32,72 triliun. Sejak tahun itu terus turun dan tahun 2022 tinggal 14,45 Triliun. Tentu ada alasan tersendiri mengapa Jokowi membuat kebijakan tersebut. Sementara selama era Jokowi anggaran subsidi pupuk dua kali dari era SBY. Apa hasilnya ?
“Anggaran untuk pupuk bersubsidi sekitar Rp330 triliun dalam 10 tahun, tetapi tidak ada dampak terhadap kenaikan produksi pertanian,” kata Yeka dalam artikelnya yang bertajuk Temuan dan Saran Ombudsman Untuk Perbaikan Tata Kelola Pupuk Bersubsidi di situs resmi Ombudsman RI (21/2/2023).
Apa sebabnya ? Pasalnya karena subsidi pupuk itu sumber korup. Bayangkan, penyimpangan pupuk bersubsidi terjadi sejak awal perencanaan hingga disalurkan ke lapangan. Hampir semua Pemda, melakukan praktik manipulasi data elektronik Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (e-RDKK) tani. Padahal APBN gelontorkan dana itu berdasarkan e-RDKK.. Makanya tahun 2023, Pemerintah resmi menyabut subsidi terhadap 4 jenis pupuk untuk petani. Namun, pemerintah akan tetap memberikan subsidi dua jenis pupuk pada tahun 2023 yakni Urea dan NPK (Nitrogen, Phospat dan Kalium).
" Ya kalau sampai Jokowi membuat keputusan penghapusan subsidi, itu mungkin karena PDIP dan partai koalisi pemerintah lainnya tidak memberikan dukungan politik untuk Jokowi mengeluarkan skema subsidi yang aman dari korup. " Kata teman.
Masalahnya bukan rahasia umum bahwa penyelewengan pupuk bersubsidi sangat terstruktuktur dan massive. Dan sebagian besar penyebabnya ada pada Gubernur dan Kepala Daerah. Seakan subsidi pupuk sebagai alasan menguras uang APBN tanpa ada niat baik untuk program ketahanan pangan. Ya seperti uang arisan, bagi bagi jatah setiap tahun anggaran.
" Antara Bangar DPR dan anggota DPR dengan Gubernur/kepala Daerah Dapilnya. Itu sudah seperti jaringan mafia pupuk. Makan uang subsidi berjamaah mereka. " kata teman.
Dampaknya memang sangat mengkawatirkan terhadap ketahanan pangan nasional. Apalagi proyek estate food yang dianggap strategis untuk mendukung ketahanan pangan bisa dikatakan jalan tersendat, hasil tidak jelas bahkan menimbulkan masalah lingkungan dan konflik agraria dengan penduduk adat. Kini kita terpaksa harus impor beras. Kalau tidak, bencana kelaparan akan meluas. Kalau itu terjadi, pasti akan terjadi chaos politik.
" Itu sebab ditengah dilema kemandirian pangan dan politik subsidi, Jokowi lebih memilih hemat uang APBN dengan menghapus subsidi pupuk dan gunakan uang APBN untuk impor beras kalau stok kurang. Itu lebih aman secara politik. " Kata teman. Nah apakah Ganjar bisa berani, lebih berani dari Jokowi menghadapi oligarki?
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.