Thursday, August 10, 2023

Komunis bangkit lagi?

 



Pada era kolonial di nusantara ini berdiri beberapa kerajaan. Setiap kerajaan itu exist secara hukum international. Sekian abad tidak ada pergolakan rakyat yang inginkan kerajaan itu tumbang.  Yang ada adalah pemberontakan rakyat terhadap kolonial. Itupun biasanya karena raja berani melawan kolonial dan kalau raja tidak mau, biasanya salah satu pangeran memberontak terhadap kekuasaan kolonial. Oh ya mengapa? Karena kolonial itu bukan bagian dari kekuasaan kerajaan. Namun mereka berkuasa atas sumber daya lewat perjanjian. Dan kolonial punya senjata dan serdadu untuk mengamankan perjanjian itu. Ya sama dengan sekarang para penguasa pemilik IUP dan HGU, sewa preman  dan bayar aparat menindas rakyat.


Nah menjelang jatuhnya Jepang, ada pertanyaan dari Jepang kepada Soekarno “ Apa sistem negara yang akan dibentuk setelah jepang keluar ? Soekarno terdiam. Terbuka peluang menjadi raja nusantara. Atau menjadi bapak bangsa lewat republik. Dalam kebingungan itu, para pemuda revolusioner memaksa Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Indonesia. Mereka menculik Soekarno dan Hatta. Membawanya ke Rengasdengklok. Akhirnya sejarah mencatat, kita memilih republik Indonesia.


Nah Ide negara republik itu bukan datang mendadak. Tetapi berproses sejak tahun 1908. Diantara para kaum terpelar terbelah pemikirannya tentang republik. Ada empat kelompok. Kelompok pertama adalah nasionalis yang dimotori oleh Soekarno dan Hatta. Kedua, kelompok komunis. Yang dimotori oleh Musso, Amir syarifudin, Alimin. Kelompok ketiga adalah agama, yang dimotori oleh Kartusuwiryo. Kelompok keempat adalah Sosialis, yang dimotori oleh Sjahrir.  Diantara mereka itu bersahabat sejak muda. 


Masing masing mereka punya kader sendiri sendiri. Mereka didik dengan baik dan akhirnya jadilan golongan yang kelak kemudian hari setelah merdeka, antar mereka berseteru bahkan saling membunuh. Mengapa ? karena proses politik kemerdekaan Indonesia tidak diselesaikan oleh mereka sendiri. Tidak musawarah. Tapi ada campur tangan asing. Yaitu PBB, yang sebelumnya  bernama liga bangsa bangsa. Yang memilih jalan campur tangan asing menyelesaikan legitimasi negara  adalah kelompok nasionalis dan sosialis. Agama dan komunis, menolak. Jadi kalau sampai kini kelompok agama dan komunis selalu ditempatkan sebagai pesakitan. Itu wajar saja. Karena sejak era Soeharto, negara tidak bisa lepas dari cengkraman asing lewat neocolonialisme debt trap. 


Hanya yang lebih beruntung adalah kelompok agama. Karena kekuatan Ormas besar seperti NU dan Muhammadiah, walau tidak mengontrol kekuasaan tapi secara informal diperhitungkan. Sama seperti TNI. Dan komunis tenggelam karena peristiwa G30s PKI. Namun proses politik pula akhirnya di era Jokowi ini pemerintah lewat Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022 mengakui pelanggaran HAM berat pada kasus 1965-1966. Itu artinya memberi celah kolongan komunis bangkit lagi, tentu dengan fostur berbeda. Tidak lagi kumuh. Tapi lewat reforma agraria menuntut keadilan atas lahan dan keadilan hubungan kerja buruh - perusahaan. Dan kalau pemerintah dan elite politik tidak menyadari ini, akan membuka luka lama.


Yang bahaya lagi, issue atas penguasaan lahan dan aturan buruh pada UU Ciptakerja menjadi seksi. Karena terbukti negara gagal menegakkan keadilan terhadap dua hal itu. Sementara kredibilitas negara semakin melemah seiring lemahnya penegakan hukum dan tersumbatnya saluran demokrasi akibat adanya UU sapu jagad pembatasan kebebasan berbicara dan adanya ketentuan presidential Threshold. Ini akan cepat sekali berproses jadi bola salju. Kalau terlambat, maka yang terjadi , terjadilah… Bukan tidak mungkin Agama yang musuh buyutan dengan Komunis akan bersikap " to be or not to be. Daripada diduluin komunis, lebih baik  ambil dulu. Mereka akan bergandengan tangan lagi dengan TNI seperti tahun 1965 menjatuhkan Soekarno. Dan ujungnya bisa ditebak. TNI kembali ke panggung politik kekuasaan.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.