Tahun lalu ada teman bicarakan bisnis. Saya menyimak saja. Apa itu bisnis?. “ Kita akan ajukan proposal kepada pemerintah tentang prokes perjalanan udara. Ini untuk memastikan orang sedang dalam perjalanan aman dari covid dan terhindar dari mereka yang positif. Ini berkaitan dengan procedur PCR dan mekanisme operasionalnya. ” Katanya. Tetapi dari itu semua diperkirakan uang masuk untuk test PCR tidak kecil. Siapa yang terlibat ? ya otoritas Bandara, airline, petugas karantina bersama team medis yang ditunjuk pemerintah, tentu tak lupa ini bagian dari program PSBB.
“ Ini uang engga kecil bro. Kalau mau kaya cepat, saatnya sekarang. Kapan lagi?” kata teman. Hebatnya pembicaraan itu melibatkan mereka yang ada di DPR dan pejabat yang punya akses ke ring 1 kekuasaan serta pejabat lainnya. Saya menyimak saja dan tidak tertarik untuk bicara banyak. Bagi saya ini masalah bisnis. Soal apakah itu bermoral atau tidak. Bukan urusan saya. Tentu bukan urusan saya juga untuk pertanyakan. Tetapi jelas saya tidak berminat membahas lebih jauh. Karena saya menjauhkan pikiran bisnis dari situasi pandemi itu.
Dimana bisnisnya? rapit test dan PCR itu ada biaya yang ditanggung oleh calon penumpang. Jumlah tarif dari Rp. 100 ribu sampai Rp 1 juta. Hitung aja berapa juta setahun jumlah orang melewati bandara. Sekilas itu bagus. Karena sikap gotong royong menanggung biaya prokes PSBB. Tetapi apakah aturan itu benar menjamin keamanan prokes ? Bukan rahasia umum. Karena adanya aturan itu, setiap pelanggaran justru mendatangkan uang tidak kecil bagi petugas. Apa yang terjadi? sertifkasi diperjual belikan dibawah meja.
Belum lagi petugas yang punya otoritas juga berhak mengatakan hasil test positif jadi negatif. Terjadilah negosiasi bisik bisik. Publik jadi benar benar pecundang. Uang mengalir ke petugas. Ada cerita penumpag yang dipaksa bayar untuk karantina di hotel dengan biaya selangit. Biaya ambulan yang tidak masuk akal. Padahal dia sudah di test di Singapore negatif. Ya pasrah saja. Belakangan terbukti, alat test PCR bekas dipakai lagi untuk test. Jadi benar benar mafia.
Makanya jangan kaget kalau bandara Hong Kong menutup semua penerbangan penumpang dari Indonesia. Karena menemukan adanya penumpang asal Indonesia yang dinyatakan positif COVID-19. Belum lagi ada 117 WN India datang di Bandara Soetta menumpangi pesawat AirAsia QZ988. Semua lolos begitu saja. Clean tanpa suspect. Belakangan diketahui oleh polisi salah satu mereka memanfaatkan jasa mafia karantina, yaitu masuk Negara kita tanpa menjalani protokol kesehatan. itu fakta tak terbantahkan. Sistem dan aturan penanganan pandemi covid kita korup. Itu sebabnya , Singapore , Arab, Taiwan, UEA juga banned Indonesia.
Karena adanya Pandemi ini, uang mengalir dari publik ke petugas, dan dari APBN/D ke petugas juga. Belum lagi bisnis yang terkait denga procurement alat kesehatan, obat dll. Bahkan uang bansos pun dikorup. Media TV dan Media sosial mendapat konten berating tinggi karena bad news COVID-19. Membuat segelintir orang kaya raya dan terus dapat uang mudah. Sudah seperti sindikat mafia. Itu semua karena aturan akibat adanya pandemi, yang niat Jokowi sangat mulia tetapi justru disitulah uang mengalir kepada mereka yang membantunya. Sementara rakyat yang memilihnya blangsat karena adannya PSBB dan PPKM. Angka kematian bukannya berkurang malah terus meningkat. Ya itulah politik.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.