Friday, October 24, 2014

Presidentil?

Memang tidak mudah menjalankan kekuasaan ditengah berbagai kekuatan dengan kepentingan berbeda beda. Ada tiga group yang punya kepentingan terhadap posisi Jokowi. Golongan pertama adalah mereka yang punya kepentingan business. Golongan ini dikenal dengan istilah “main dua kaki” Kanan kiri OK. Siapapun yang menang mereka mendapatkan keuntungan karena keduanya mendapat donasi dari mereka.  Golongan ini lebih dominan mendekati elite Partai daripada Jokowi, alasanya agar kerahasiaan bantuan mereka tetap terjaga. Jadi apa sebetulnya deal antara pengusaha dengan elite Partai , pasti Jokowi tidak akan tahu.  Jokowi baru merasakan kehadiran pengusaha itu ketika Partai bereaksi bila kebijakannya mengganggu kepentingan Pengusaha, termasuk bila menteri pilihannya tidak sesuai dengan kehendak pengusaha. Golongan kedua adalah pihak negara asing yang punya kepentingan terhadap geostrategisnya. Pihak negara asing bisa mendekati Partai secara langsung namun juga bisa mendekati Jokowi secara tidak langsung yaitu melalui NGO yang berafiliasi dengan  asing. Bantuan mengalir tidak hanya dalam bentuk uang tapi juga informasi dan konspirasi media massa. Golongan ini akan bereaksi bila kepentingannya geostrategisnya terganggu. Group ketiga yaitu Ormas keagamaan. Keberadaan ormas sebetulnya tidak sepenuhnya berada disemua pihak namun bisa saja ada dimana mana. Ormas agama biasanya berafiliasi dengan salah satu partai pendukung. Mereka akan bereaksi negative bila kementerian Agama diberikan kepada pihak lain atau ada kebijakan yang merugikan umat islam.

Ya, benar bahwa dalam sistem demokrasi liberal seperti Indonesia ini, tidak ada kekuasaan didapat tanpa "biaya". Semua proses menjadi RI-1 itu memakan ongkos sangat mahal. Semua pihak yang terlibat baik melalui hartanya, pengaruhnya, ketokohannya, tenaganya, berhak mendapatkan reward dari terpilihnya seseorang mendapatkan kekuasaan. No such free lunch. Jadi bila penetapan calon anggota kabinet terkesan lambat maka itu bukanlah karena cermin sikap Jokowi pribadi. Itu adalah cermin tentang Jokowi yang tidak bebas menentukan sikap layaknya presiden dalam sistem presidentil. Group yang ada dibalik terpilihnya ia sebagai Presiden sedang menuntut bagian sharing nya. Mereka ingin ikut berperan menentukan siapa yang pantas menjadi Menteri. Karena maklum saja bahwa Partai itu diisi oleh orang orang yang sudah terikat dengan commitment kepada pihak lain. Tentu commitment ini harus dijaga dan di delivery. Kalau tidak maka Partai akan ditinggalkan "pendukungnya" dan ini tidak elok untuk hubungan jangka panjang. Jokowi sadar itu tapi Jokowi bukanlah produk Partai yang murni. Ia seorang anak bangsa yang berlatar belakang wiraswasta yang melamar ke Partai untuk menjadi pemimpin. Tidak ada jaminan dia akan sukses di Partai namun dia harus siap berkorban. Dia telah berkorban dan dia mendapatkan miliknya. Partai berhak namun Jokowi lebih berhak. Mengapa? hak partai pernah digunakan namun dua kali gagal menempatkan Ketua Umum sebagai presiden. Ini fakta. 

Setelah menjadi Presiden,Jokowi adalah milik semua pihak. Jokowi hanya ingin memberikan reward kepada para pendukungnya dalam bentuk natura. Bahwa misi keberadaan partai berjuang untuk kepentingan orang banyak dapat direalisasikan dengan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan kepada rakyat. Dan itu harus dengan kerja keras dan amanah. Jokowi hanya ingin memastikan siapapun termasuk pengusaha yang mendukungnya mendapatkan keadilan distribusi kesempatan dan modal untuk lahirnya masyarakat mandiri. Jokowi ingin pastikan kepentingan geostrategis asing tidak mengorbankan Indonesia, dan karena itu perlu adanya kemitraan yang adil. Agar semua komponen masyarakat merasakan kehadiran negara untuk dibelanya kebenaran, dilaksanakannya kebaikan dan tegaknya keadilan. Hanya seperti itu balas budi yang harus ditunaikannya. Kalau karena sikapnya itu ada pihak yang merasa dirugikan maka itu adalah resiko yang harus dihadapinya. Ingat bahwa tidak ada keputusan yang bisa menyenangkan semua pihak namun Jokowi harus berada disemua pihak. Jangan salahkan Jokowi bila dia harus berdamai dengan Prabowo dan menaruh hormat kepada SBY. Jangan salahkan Jokowi bila dia "berbicara" face to face dengan ARB.Jangan salahkan Jokowi jika secara diam diam dia akrab dengan elite PKS. Dia paham bahwa sistem demokrasi menyediakan ruang palka untuk dialogh dan kompromi karena tidak ada satupun yang ingin chaos. Tidak ada satupun yang ingin kapal NKRI ini karam. Semua ingin berlayar dengan cuaca teduh dan langit cerah.

Karenanya jangan salahkan Jokowi bila dengan santun menggunakan tangan KPK menolak susunan kabinet yang diinginkan Partai dan koalisi. Jokowi hanya inginkan kepastian bahwa siapapun yang menjadi menteri maka tidak ada lagi kaitannya dengan partai. Menteri harus dan hanya patuh kepada Presiden, dan Presiden patuh kepada kehendak rakyat dan konstitusi. Ini harus clear! Jadi dengan situasi tersebut maka kita sebagai rakyat harus cerdas. Apapun reaksi sumbang dari elite partai , media massa ( bisa saja karena pesanan dari asing) maupun ormas atas kebijakan atau sikap Jokowi maka itu semua karena kepentingan mereka tergangu. Itu aja. Itu sebabnya Jokowi membutuhkan Kabinet yang diisi oleh orang yang bersih. Logikanya sederhana bahwa bila orang yang berada pada posisi puncak namun rekam jejaknya bersih maka dia memang terlatih untuk menjadi petarung,setidaknya mampu mengalahkan dirinya sendiri. Tentu tidak sulit baginya bertarung melewati tantangan yang berat melalui cara yang smart tanpa membuat pihak lain merasa dirugikan namun kepentingan nasional tidak dikorbankan. Mengapa? Walau sistem negara kita menganut presidentil dimana  penguasa tunggal pemerintah dan negara adalah President namun dengan diamandemen nya UUD 45 kekuasaan itu terdisitribusi secara sistematis sesuai dengan trias politika. Berdasarkan UUMD3 Partai adalah penguasa di DPR. Melawan Elite Partai sama saja melawan DPR. Team yang "bersih" akan mampu menjaga keseimbangan semua pihak. 

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.