FPI ( Front Pembela Islam ) bersama FUI ( Forum Umat Islam ) bertekad
melengserkan Ahok melalui cara extra parlementer. Demikain kata saya kepada
teman yang saya kenal baik reputasi dan wawasan politiknya. Dia tidak mengerti
bagaimana FPI dan FUI begitu yakin untuk
melengserkan Ahok. Apakah ini merupakakan awal dari agenda besar untuk merubah
Republik yang bersendikan Pancasila menjadi khilafah bersendikan Syariah Islam?
Tanya saya. Apakah gerakan itu akan mendapat dukungan dari cendikiawan ? Apakah
akan mendapatkan dukungan kelompok Menengah dan Atas?. Apakah mendapat dukungan
dari Elite partai? Mengapa ini saya tanyakan ? katanya, karena kekuatan extra
parlementer dimanapun berada akan menjadi people power apabila didukung oleh kelompok yang saya tanyakan tersebut. Kerumunan
rakyat banyak yang berdemo tidak pernah masuk perhitungan kalkulasi politik.
Karena moncong senjata Polisi dan TNI selalu diarahkan kepada rakyat bukan
kepada elite politik. Para pegiat agama diwilayah politik hanyalah omong kosong. Mereka sedang mencoba bargain position tapi sebetulnya itu tak lebih mastur politik. Membosankan dan memalukan.Kata teman itu.Yakinlah kepentingan elite politik berserta kelompok
menengah bukanlah idiologi tapi kepentingan ekonomi. Semua elite politik dan
birokrat berada dalam kalkulasi bisnis.Harap maklum bahwa kini 90 % APBN bersumber dari Pajak
dan ingat ! bahwa 90% pembayar pajak adalah corporate dan kelompok menengah dan
atas. Kepentingan business dan kelompok menengah haruslah segala galanya, dan semua itu bermuara kepada UANG.
Mengapa ? Kita mengenal uang
sebagai ujud lembaran kertas atau koin. Uang itu kita kenal dan akrab dengan
keseharian kita untuk melakukan aktifitas pertukaran barang dan jasa. Dengan
uang maka semua ada nilai untuk dibeli, dijual dan di nominalkan. Lantas
bagaimanakah uang itu diciptakan dan darimana asalnya ? Dahulu kala uang itu
dibuat dari emas dan perak. Berapa nilai uang itu , ya tergantung dari beratnya
koin emas atau tembaga. Artinya uang berhubungan langsung dengan nilai materi
yang melekat padanya.Tapi dia era modern , ketika populasi manusia semakin
bertambah, kebutuhan semakin luas, perpindahan penduduk, barang dan jasa
semakin cepat. Maka uang tak bisa lagi sepenuhnya ditentukan dengan materi yang
ada. Uang sudah bergeser menjadi ”sebuah nilai ” yang tak bisa
lepas dari "Internationalisasi." Uang dan politik adalah satu
kesatuan yang tak terpisahkan. Suka tidak suka inilah kenyataanya. Dari segi monetary system kita menyatu dengan system keuangan global. APBN harus dibuat
berdasarkan Standard Government Finance Statistic (SGFS) yang sehingga kekuatan fiskal negara dapat setiap saat dimonitor sebagai dasar forecasting value Rupiah. Disamping itu juga Sistem Akuntasi Moneter Bank Indonesia harus
mengacu kepada International Reserves and Foreign Currency Liquidity (IRFCL).
Sehingga setiap detik posisi devisa BI dapat dimonitor secara international. Semua
menjadi transference dan terhubung keseluruh dunia secara border less
Walau semua serba transference namun pasar berbuat sesukanya berdasar data real tesebut. Disinilah nilai uang
diukur dan ditentukan oleh segelintir pemain. Cadang devisa negara dalam
berbagai mata uang tak lagi terkait langsung dengan jumlah rupiah yang beredar.
Cadangan devisa hanya dipakai untuk transaksi atau belanja yang mengharuskan
tunai atau cash advance bermata uang asing. Sementara hampir 90% transaksi
lintas negara ( cross border ) yang dilakukan dunia usaha tidak berupa cash
advance tapi commitment. Commitment ini dalam bentuk instrument yang
dilegimite oleh kesepakatan multilateral baik dalam kuridor WTO maupun BIS dan
lainnya. Hitunglah berapa perputaran uang dibalik commitment itu?. Anda akan terkejut. Jumlahnya
diatas cadangan devisa negara kita. Bahkan melebihi SUN yang kita terbitkan.
Atau melebihi dari jumlah pajak yang terkumpul. Proses uang itu sangat sophisticated, misal Corporate melakukan pinjaman luar negeri. bermata uang asing.
Apabila mereka mendapatkan penghasilan dalam mata uang rupiah, lantas bagaimana
menjamin keseimbangan kurs antar mata uang agar transaksi ini tidak merugikan.
Pertanyaan berikut, apabila pinjaman itu gagal siapakah yang akan menjamin uang
itu kembali. Juga beragam kegiatan investasi yang berhadapan dengan resiko
perbedaan kurs itu. Pertanyaan ini akan panjang sekali bila kita melihat
melalui kacamata uang secara normal.Proses itu bergerak sangat cepat , bukan lagi jam atau hari ukurannya tapi detik.
Tapi dalam system moneter ini
sudah diantisipasi. Yaitu melalui berbagai instrument
derivative yang mendukung proses perputaran uang. Instrument ini tidak melihat
devisa negara sebagai kekuatan mata uang. Tidak melihat fundamental ekonomi sebagai
dasar uang. Tapi melihat dari sisi ”kepercayaan ” ( trust ).
Trust ini adalah energy ( power) dari uang itu sendiri untuk terus berputar
mengorbit melintasi dunia sebagai alat tukar. Sementara system moneter
adalah software untuk memungkinkan uang terkendali sesuai program yang
diinginkan. Didalam software itu terdapat fiture seperti CDS dan berbagai
produk derivative keuangan lainnya. Besar /kecilnya atau kuat / lemahnya trust ( energi)
dapat dilihat dari tingkat premium credit Default Swap (CDS) yang dibayar. CDS itu biasanya meliat tingkat rating (
trust ) obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah. Semakin murah CDS semakin
tinggi tingkat ”trust” dan tentu semakin tinggi energy yang berputar. Arus
investasi akan masuk deras. Nah, Apa jadinya bila CDS tingkat premiumnya
semakin tinggi ? tentu ongkos transaksi semakin mahal dan resiko semakin
terbuka lebar. Uang akan mengalir keluar ketempat yang energynya besar. Pada
saat inilah commitment uang menjadi hancur. Bila hancur maka mata uang yang
kita pegang lepas dari orbit. Uang akan terjun bebas tak terkendali hingga
harga harga barang sehari hari akan melambung tinggi tentu akan membuat
rakyat miskin semakin miskin.Yang kaya jatuh miskin.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.