Banyak pihak yang marah kepada saya karena ada dalam
tulisan saya menyebut Prabowo punya hutang Rp.14,31 T.Menurut mereka hutang itu
sudah lunas.Dasarnya adalah berita dari Republika. Menurut saya itu karena
mereka orang awam yang tidak bisa membaca berita dengan benar. Dalam berita tersebut disebutkan sebagai
berikut “Namun pada bulan November 2011, semua masalah pembayaran utang sudah
diselesaikan di Pengadilan Niaga dengan restrukturisasi utang.” Dalam berita itu ada istilah Restrukturisasi
utang. Apa yang dimaksud dengan restruktur utang? Itu artinya hutang belum dilunasi tapi diberi keringanan oleh pengadilan agar
Prabowo bisa membayarnya. Keringanan ini bisa dari segi waktu pembayaran bisa
juga keringanan bunga atau yang biasa disebut dengan skema moratoriun. Seorang teman periset disuatu lembaga keuangan mengatakan kepada saya bahwa yang jadi
masalah adalah bagaimana seorang dengan hutang begitu besarnya menyatakan
sanggup menjadi Capres. Niatnya perlu dipertanyakan. Dan hebatnya lagi dia punya jargon akan menempatkan
kehormatan bangsa dimata international. Bagaimana bisa terhormat kalau hidup
sendiri saja terjerat hutang. Bagaimana bisa Independen kalau hidup terjebak RIBA. Jatuhnya kehormatan bangsa ini dengan kalahnya
dalam setiap perundingan international
karena negara ini terjerak hutang yang tak mungkin bisa dibayar. Setiap tahun
utang terus bertambah dan bertambah. Program ekonomi yang dibuat Garindra tidak
sama sekali realistis.Itu seperti dibuat oleh orang yang tak mengerti ekonomi
makro. Apalagi semangat revolusioner untuk mengatasi masalah terhapuskan ketika
menggandeng Hatta Rajasa sebagai Cawapres. Selanjutnya program Garindra dan
koalisi seiring sejalan dengan program Partai Demokrat. Artinya tidak
ada yang baru seperti awal awal Prabowo mencalonkan
diri sebagai Presiden. Demikian kata teman saya.
Untuk lebih jelasnya baiklah saya
uraikan bagaimana sampai Prabowo terjerat hutang. Pemilik awal PT Kiani Kertas
yaitu Bob Hasan menyerahkan perusahaan kertas itu kepada BPPN (Badan Penyehatan
Perbankan Nasional ), terkait penyelesaian utang Bank Umum Nasional (BUN)
perusahaan milik Bob senilai Rp8,9 triliun. Tahun 2002, BPPN memasukkan
perusahaan bubur kertas/pulp itu dalam program penjualan. Berdasarkan lelang yang
dilakukan oleh BPPN, Prabowo melalui PT
Vayola, dinyatakan sebagai pemenang dan berhak menguasai saham Kiani senilai Rp7,1 triliun dengan harga
Rp.1,8 Triliun. Akuisisi ini tidak dibiayai pakai uang sendiri tapi melalui
hutang atau istilah dalam bisnis disebut dengan LBO (leverage buy out). Bank Mandiri memberikan pinjaman kepada
Prabowo sebesar Rp.1,8 Triliun. Bagaimana sampai Prabowo bisa dipercaya
berhutang untuk mengambil alih Kiani tersebut? Prabowo memberikan jaminan SBLC dari BNP Paribas dalam bentuk credit enhancement kepada
Bank mandiri. Tapi SBLC itu bukanlah real collateral namun good collateral.Artinya
bisa saja default. Namun andaikan terjadi default maka Prabowo masih punya kontrak
( exit strategy ) sebagai parasut bila dia harus terjun bebas karena
default. Exit ini adalah Sales purchase agreement dengan Marubeni ( jepang) sebagai end buyer
dari Kiani yang kapanpun bisa dia lakukan. Hasil penjualan
kepada end buyer ini nilainya dua kali lipat dari hutang pengambil alihan KIANI.
Artinya memang trasaksi LBO yang dilakukan oleh Prabowo sangat aman dan bahkan
transaksi yang sangat mudah untuk mendapatkan laba paling sedkit 4 triliun
dalam enam bulan. Itulah sebabnya Bank
Mandiri bersedia memberikan pinjaman kepada Prabowo.
Saya yakin Prabowo tidak punya keahlian dan wawasan mengenai bisnis terutama LBO. Karena transaksi ini sangat sophisticated sehinga bisa "menjebak" banker kawakan seperti Neloe ( Bank Mandiri ) untuk terlibat dalam pembiayaan. Ini semua yang merekayasa adalah Hashim , adiknya. Hashim sebagai dalang dan Prabowo sebagai wayang.Namun apa yang terjadi setelah akuisisi
dilaksanakan? Prabowo bukannya melaksanakan exit strategy tapi malah dia
mempreteli Unit busines Kiani dan menjualnya secara retail kepada investor. Dengan demikian terjadi arus
kas masuk kedalam kantongnya. Yang tak bisa dijual retail ,ya dia kelola
sendiri namun dia tidak punya modal makanya usahanya stuck. Lah kemana uang
penjualan hasil mempreteli asset Kiani tersebut? Ini yang jadi tanda tanya
besar dari para kreditur. Ada yang bilang uang itu dipakai Hashim dalam
transaksi derivative di pasar uang dan kalah, ludes semua. Makanya jangan kaget
ketika hutang jatuh tempo, SBLC tidak bisa dicairkan (default). Exit strategy sudah useless akibat unit business Kiani dipreteli. Tidak ada pilihan walau dengan dongkol, Bank Mandiri
memberi kesempatan kepada Vayola untuk mencicil. Namun belakangan, PT Kiani
Kertas mengalami kesulitan modal kerja dan Bank Mandiri mendesak PT Vayola
menggandeng investor baru untuk merestrukturisasi utang perusahaan tersebut. Namun
utang tidak juga terbayar bahkan bertambah menjadi Rp2,2 triliun karena bunga berbunga. Terjadi
potensial loss terhadap bank mandiri. Hutang Prabowo ( Vayola) dinyatakan NPL oleh
BI. Karena itu Dirut Bank Mandiri ( Neloe) dijadikan
tersangka korupsi oleh Kejaksaan dan akhirnya Neloe dipenjara karena itu. Sejak
itu kasus Hutang Kiani terus berputar kencang. Tahun 2005 Prabowo membayar
hutang LBO ke Bank Mandiri sebesar Rp 2,1 triliun . Dengan demikian masalah
hutang dengan negara ( Bank mandiri ) selesai. Kasus jeratan Korupsi dari
Kejaksaan dapat dibatalkan.
Tapi karena Neraca Kiani sudah bolong akibat dipreteli dan uang hasil preteli itu raib "entah kemana" maka Kiani dalam kondisi Insolvent atau hutang melebihi asset yang ada. Keadaan tidak pernah ada solusi untuk meyakinkan pihak kreditur bahwa Prabowo punya kemampuan untuk membayar hingga terjadi perseteruan. Episod pertikaian dengan kreditur memasuki babak baru lagi. Kasus dimulai dengan ketidak sanggupan Prabowo dan PT Kiani Kertas membayar utangnya kepada PT Multi Alphabet Dinamika. Penundaan pembayaran utang kemudian disetujui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan diumumkan di harian KOMPAS dan Kaltim Pos pada tanggal 20 Juni 2011. Masalah besar terjadi, pengumuman itu berakibat pada munculnya 191 pihak kreditur yang mengklaim PT Kiani Kertas gagal bayar atas utang-utangnya. Empat dari 191 kreditur tersebut ternyata adalah perusahaan-perusahaan asing. Mereka adalah perusahaan raksasa internasional J.P. Morgan, Boschendal Investments Limited, Langass Offshore Inc, dan Credit Suisse. Keempat perusahaan asing tersebut bersama 3 perusahaan lokal memberikan utang senilai lebih dari Rp 7,9 triliun. Ketiga perusahaan asing tersebut termasuk sebagai kreditur separatis dengan tagihan separatis. Utang tersebut akan terus menjerat PT Kiani Kertas sampai tahun 2025. Bahkan sisa utang senilai USD 139 juta akan diselesaikan dengan pinjaman baru mulai tahun 2026 sampai saat yang belum ditentukan. Dengan demikian, belum diketahui pasti kapan jerat utang ini akan selesai, mengingat kondisi keuangan PT Kiani Kertas yang belum membaik sampai saat ini, terbukti dengan belum digajinya karyawan selama 5 bulan di tahun 2014 dengan alasan kondisi keuangan yang belum memungkinkan.
Tapi karena Neraca Kiani sudah bolong akibat dipreteli dan uang hasil preteli itu raib "entah kemana" maka Kiani dalam kondisi Insolvent atau hutang melebihi asset yang ada. Keadaan tidak pernah ada solusi untuk meyakinkan pihak kreditur bahwa Prabowo punya kemampuan untuk membayar hingga terjadi perseteruan. Episod pertikaian dengan kreditur memasuki babak baru lagi. Kasus dimulai dengan ketidak sanggupan Prabowo dan PT Kiani Kertas membayar utangnya kepada PT Multi Alphabet Dinamika. Penundaan pembayaran utang kemudian disetujui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan diumumkan di harian KOMPAS dan Kaltim Pos pada tanggal 20 Juni 2011. Masalah besar terjadi, pengumuman itu berakibat pada munculnya 191 pihak kreditur yang mengklaim PT Kiani Kertas gagal bayar atas utang-utangnya. Empat dari 191 kreditur tersebut ternyata adalah perusahaan-perusahaan asing. Mereka adalah perusahaan raksasa internasional J.P. Morgan, Boschendal Investments Limited, Langass Offshore Inc, dan Credit Suisse. Keempat perusahaan asing tersebut bersama 3 perusahaan lokal memberikan utang senilai lebih dari Rp 7,9 triliun. Ketiga perusahaan asing tersebut termasuk sebagai kreditur separatis dengan tagihan separatis. Utang tersebut akan terus menjerat PT Kiani Kertas sampai tahun 2025. Bahkan sisa utang senilai USD 139 juta akan diselesaikan dengan pinjaman baru mulai tahun 2026 sampai saat yang belum ditentukan. Dengan demikian, belum diketahui pasti kapan jerat utang ini akan selesai, mengingat kondisi keuangan PT Kiani Kertas yang belum membaik sampai saat ini, terbukti dengan belum digajinya karyawan selama 5 bulan di tahun 2014 dengan alasan kondisi keuangan yang belum memungkinkan.
Semoga kelak bila Prabowo jadi presiden hutang ini dapat diselesaikan dan Karyawan tetap digaji untuk melanjutkan karir mereka serta Kiani Nusantara tetap menjadi asset nasional. Demikian harapan saya namun teman saya mengatakan capres nya Prabowo adalah solusi hebat dari Hashim untuk menyelesaikan hutang prabowo dan juga dirinya. Dari mana uang untuk menyelesaikan itu? Silahkan nilai sendiri...
Woah...I missed out this one!
ReplyDelete