Saturday, December 28, 2013

Chaos 2014?

Kemarin saya bertemu dengan teman seorang praktisi  hukum untuk meminta second opinion terhadap proses bisnis yang sedang saya lakukan. Dalam pertemuan itu mitra saya dari Singapore sempat meminta pendapat mengenai situasi politik Indonesia 2014.  Teman ini nampak terdiam sebentar sambil melirik kearah saya. Kemudian dia tersenyum. Menurutnya dia tidak paham soal politik hanya yang menjadi kekawatiran adalah apa yang akan terjadi bila ternyata PEMIILU 2014 gagal dilaksanakan? Kegagalan itu bisa karena berbagai sebab tapi yang pasti gejalanya sudah nampak dengan perseteruan soal Daftar Pemilik Tetap (DPT) yang setiap Peserta pemilu merasa tidak puas dan menilai pemerintah dan KPU tidak bekerja dengan benar. Keberadaan Boediono yang terancam Pidana kasus Century. Siapa yang harus menggantikanya sebagai Wapres? Tahun depan keadaan ekonomi akan semakn suram.Apa yang terjadi bila rupiah tembus Rp. 15,000 per dollar?  Saya tertarik mendengar kata teman ini karena dia berbicara dari sisi Hukum yang selama ini tidak banyak orang memperhatikannya.Menurutnya pada saat sekarang secara sistem tidak ada lembaga yang paling berkuasa. Seandainya terjadi perseteruan antar lembaga maka akan menimbulkan stuck. Dia tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi bila sampai stuck. Banyak hal yang bisa terjadi.  Yang jelas kekuatan kiri yang militan akan segera bangkit untuk ambil kesempatan. Kekuatan kanan juga akan melakukan hal yang sama. Dan bukan tidak mungkin kekuatan tengah akan menggalang aliansi kiri dan kanan untuk menciptakan revolusi sosial.  Yang terjadi, terjadilah...

Bukankah kita punya MK ( Mahkamah Konstitusi ) yang diberi kekuasaan oleh Undang Undang untuk menyelesaikan sengketa bila ada aturan dan Undang Undang yang bertentangan dengan UUD?.MK dibentuk hanyalah sebagai pengganti tugas dari Mahkamah Agung yang sebelumnya ditunjuk oleh UUD sebagai Lembaga Penguji UU yang dibuat DPR dan Peraturan yang dibuat Pemerintah untuk memastikan tidak bertentangan dengan UUD. Tugas MK diperluas lagi termasuk sebagai Hakim peradilan sengketa PEMILU dan PILKADA. Namun bagaimanapun secara sistem MK bukanlah lembaga tertinggi. Liatlah faktanya hanya karena masalah Akhil Muchtar yang terkena kasus Pidana suap,Presiden dapat segera mengajukan Perpu untuk merubah UU keberadaan MK dan DPR menyetujui. Anggota MK yang ditunjuk presiden pun bisa dianulir oleh PTUN. Kacau! Tidak well established. Keberadaan MK adalah tools kekuasaan yang absolut dimiliki oleh President dan DPR. Jadi MK bukanlah penguasa yang berkuasa menjaga keseimbangan kekuasaan antara Lembaga Presiden dan DPR. MK adalah lembaga yang dibentuk karena konpromi dan benci dengan keberadaan sistem lama yang membuat Soeharto berkuasa 32 tahun. Namun MK bukan bentuk kompromi yang final dari rezim reformasi. MK adalah bentuk kompromi yang tidak tuntas dan membuka peluang untuk dipermasalahkan. Jadi benar benar negara ini secara sistem sangat lemah dan mudah sekali digoyang melalui rekayasa politik adu domba atau apapun.  Kesalahan fatal akibat kebodohan.  Kata teman ini.Saya teringat tahun 2001 ketika mendapatkan blue print amandemen UUD 45 yang dibuat oleh USAID ( Amerika) yang ternyata hasil amandemen UUD 45 menjadi UUD 2002 tidak jauh berbeda dengan Draft dari USAID.

Ya hanya MPR yang sangat ideal sebagai wasit dan penguasa tertinggi di negeri ini. Pergantian dari Soekarno ke Soeharto dilakukan melalui lembaga MPR. Pergantian dari Rezim Soeharto dan ke reformasi melalui lembaga MPR. Dua kali MPR berperan sebagai solution provider ditengah kebuntuan politik dan konstitusi. MPR adalah ujud bahwa negeri Ini bukan dipimpin oleh satu orang tapi dipimpin oleh banyak orang yang merupakan perwakilan dari kekuatan yang ada dimasyakarat. Philosophy keberadaan MPR adalah azas keadilan keterwakilan dan semangat bermusyawarah. Karena diyakini bahwa anggota MPR adalah orang yang Hikmat ( berilmu dan berakhlak mulia) yang merupakan perwakilan dari semua golongan, baik yang dipilih langsung oleh rakyat maupun yang memang sudah exist sebagai pemimpin ditengah masyarakat dari profesi sampai ke agama. Inilah yang membedakan sistem kekuasaan kita dengan sistem presidentil dan Parlementer yang ada di Barat. Dengan adanya amandemen UU 45,  MPR sudah bukan lagi lembaga Tertinggi Negara. karena setelah amandemen UUD 45 kedudukan MPR sejajar dengan lembaga-lembaga negara yang lain. Amandemen yang dilakukan tahun 2002, katanya, telah memosisikan MPR sejajar dengan lembaga legislatif yang lain yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan DPD, lembaga eksekutif Kepresidenan, dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta lembaga yudikatif Mahkamah Agung (MA), Komisi Yudisial (KY), dan Mahkamah Konstitusi (MK). Dulu MPR memang merumuskan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), memilih, mengangkat, melantik, dan memberhentikan presiden sebagai mandataris. Dulu, MPR dapat mengubah dan membuat UUD baru, tetapi sekarang hanya dapat meng-impeach presiden. MPR kini tidak bisa sebagai solution provider yang bisa diterima semua golongan karena anggota MPR dipilih secara langsung yang tidak 100 persen murni dipilih karena hati nurani rakyat, Kebanyakan terpilih karena money politic.Itulah yang mengkawatirkan bila terjadi stuck.

Apa yang harus diperbuat? Teman saya itu terdiam lama sambil menatap kami berdua dan akhirnya mengatakan kepada saya bahwa keliatannya ada sesuatu yang akan terjadi kedepan. Sesuatu yang sangat mengkawatirkan atas kelangsungan negeri ini. Keliatannya ada invisible power yang sedang menggiring elite politik berada dalam satu konplik yang tak bisa diselesaikan dan stuck, sehingga dimanfaatkan oleh kelompok tertentu untuk menarik keuntungan politik untuk berkuasa dinegeri ini. Sejarah bangsa ini memang sangat akrab akan perubahan by design dari invisible power; kejatuhan Soekarno digantikan rezim Soeharto dan kejatuhan Soeharto digantikan oleh rezim reformasi. Setiap perubahan itu pada akhirnya hanya melahirkan gerombolon petualang politik untuk keuntungan golongannya saja sementara rakyat tetap  miskin walau negeri ini kaya akan SDA. Apakah itu paranoia saja? Tanya saya. Mitra saya dari singapore mengatakan kepada saya bahwa Indonesia kaya dan selagi kepentingan asing terganggu maka siapapun yang berkuasa, apapaun sistemnya harus diganti dengan cara apapun. Saya terhenyak. Jangan sampai chaos sebagai excuse perlunya perubahan. Jangan sampai !.Karena bila ini terjadi yang korban tetaplah rakyat kecil. Akankah para elite politik bisa disadarkan untuk berdamai dengan realita bahwa kepentingan rakyat adalah segala galanya, karena itu satu sama lain harus biijak dan mengalah?. Akankah?

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.