Apa yang terjadi bila pemerintah menyediakan Market place ( Pasar )
tidak didasarkan perencanaan yang baik serta tidak didukung aturan yang memaksa
orang untuk berbelanja ke pasar tersebut? Tentu BIla ini terjadi artinya PEMDA
gagal dengan fungsi nya sehingga pedagang dirugikan. Siapa yang harus
menanggung kerugian akibat kesalahan perencanaan ini ? Di china, pengadilan dapat memerintahkan pemda untuk mem
bail out kerugian pedagang. Aturan ini juga berlaku di Singapore dan Malaysia. Inilah
yang disebut dengan Negara pengurus. Negara bertanggung jawab menyediakan tempat
berdagang ( market place ) yang nyaman dan terjangkau bagi usaha kecil. Negara juga
harus mendorong tersedianya market place tersebut sebagai media untuk membina pedagang dari
informal menjadi formal. Sehingga mereka mampu meng eskalasi business nya lebih
cepat ditengan perubahan waktu dan kompetisi. Tentu diharapkan pedagang kelas
kiosan dipasar tradisional ini dalam jangka panjang dapat menjadi asset
nasional sebagai pedagang berkelas international yang ikut memberikan sumbangan bagi kekuatan
devisa nasional. Ya semuanya berawal dari yang kecil, yang bila dibina dengan
baik akan menjadi besar. Indonesia memang bukan China atau Singapore atau Malaysia yang peduli kepada rakyat kecilnya tapi setidaknya kita berharap pemerintah ada kepedulian untuk membina rakyat kecil itu.
Di Indonesia, dikota kota besar
khususnya seperti Jakarta, keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) adalah pemandangan keseharian. DImana saja
tempat orang ramai maka disitulah PKL hadir dengan kreatifitasnya menawarkan
barang dagangannya. Jumlah PKL ini tidak tahu pastinya. Karena mereka tidak
tercatat oleh statistic Nasional. Walau mereka adalah anak bangsa namun mereka
hanyalah komunitas informal. Beda dengan asing yang membawa modal namun dinyatakan
formal.PKL memang tidak membayar pajak formal seperti pengusaha asing tapi PKL
menghidupi pejabat PEMDA dilevel terendah. Para kaki tangan lurah dan camat
yang berlaku seperti preman memeras PKL. Seperti ada mutual simbiosis antara PKL dan
aparat. Dari keadaan ini, dari sejak Gubernur Bang Ali sampai Bang Foke, Jakarta
adalah sorga bagi PKL. Tentu ini pula menjadi icon Jakarta sebagai kota paling kumuh dan tidak tertip didunia. Apakah ini
dibenarkan? Tentu tidak. Ada seperangkat aturan berupa PERDA yang melarang PKL
berdagang ditempat umum namun PERDA itu tidak pernah bisa diterapkan dengan
konsisten karena memang begitulah ciri khas kekuasaan dinegeri ini, yaitu
sangat lemah law enforcement.
Mengapa PERDA tersebut sulit
diterapkan oleh Gubernur sebelumnya ? karena pertimbangan lebih kepada sikap
malas pemda sebagai solution provider bagi penyedia market place yang layak dan
formal bagi rakyat kecil. Walau Mall dibangun tak ada henti di Jakarta, yang tumbuh
bagaikan cendawan dimusin hujan namun sepenggal tempat yang layak bagi rakyat
kecil mendapatkan peluang dari kemelimpahan uang beredar dijakarta ini, pemda
tak mampu menyediakannya. Bahkan pasar tradisional yang existing dibiarkan
kumuh untuk kemudian di privatisasi oleh pemda bagi kepentingan pemodal, tentu
demi Jakarta yang modern. Akibatnya PKL terus bergerak liar kemana mana,
sehingga terkesan tidak tertip. Bahkan jalan Negara dikuasai oleh mereka untuk
berdagang. Taman Kota dijadikan tempat untuk berdagang. Mungkin suatu saat
merekapun bisa berdagang dihalaman istana Negara. Saya yakin siapapun dia tentu
berharap Jakarta lebih manusiawi kepada PKL
namun juga tidak bisa mentolerir bila mereka mengganggu ketertipan umum
dengan berdagang dibahu jalan sehingga membuat jalanan macet. Siapapun pasti
jengkel bila ke Pasar Tanah Abang dan pasar lainnya yang selalu macet dan
kumuh. Kemana PEMDA dan Anggota DPRD? Mengapa ini dibiarkan?
JOKOWI –AHOK mulai bersikap
jelas. Ia tidak membuat aturan tapi hanya menjalankan aturan yang sudah ada
dari Gubernur sebelumnya, bahwa berdagang ditempat umum adalah melanggar hokum.
Mereka berdua ingin menegakkan hokum itu secara konsisten namun pada waktu bersamaan
merekapun memberikan solusi dengan menyediakan tempat dagangan ( pasar ) yang
bersih dan legitimate. Tentu upaya mulia ini tidak seratus persen didukung oleh
masyarakat. Yang pasti menolak adalah kelompok preman yang selama ini hidup
senang dari ketidak tertipan itu. Demi membela PKL , mereka akan menuntut Wagub
Ahok yang berbicara keras tanpa terkesan santun kepada PKL yang membandel
program binaan. Dalam system demokrasi itu syah syah saja dan tentu syah juga bila Ahok tidak akan mundur selangkahpun untuk
melaksanakan programnya bagi kepentingan Jakarta lebih luas. Ini bukan sok jago
atau tiran tapi ini demi melaksanakan konstitusi. Semua pemimpin disumpah untuk
melaksanakan konstitusi. Kita berharap agar program DKI menata PKL merupakan
bagian dari pembinaan usaha informal menjadi formal agar mereka terhormat
dinegeri mereka sendiri ….
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.