Sunday, August 4, 2013

PKL di DKI

Apa yang terjadi bila  pemerintah menyediakan Market place ( Pasar ) tidak didasarkan perencanaan yang baik serta tidak didukung aturan yang memaksa orang untuk berbelanja ke pasar tersebut? Tentu BIla ini terjadi artinya PEMDA gagal dengan fungsi nya sehingga pedagang dirugikan. Siapa yang harus menanggung kerugian akibat kesalahan perencanaan ini ? Di china,  pengadilan dapat memerintahkan pemda untuk mem bail out kerugian pedagang. Aturan ini juga berlaku di Singapore dan Malaysia. Inilah yang disebut dengan Negara pengurus.  Negara bertanggung jawab menyediakan tempat berdagang ( market place ) yang nyaman dan terjangkau bagi usaha kecil. Negara juga harus mendorong tersedianya market place tersebut  sebagai media untuk membina pedagang dari informal menjadi formal. Sehingga mereka mampu meng eskalasi business nya lebih cepat ditengan perubahan waktu dan kompetisi. Tentu diharapkan pedagang kelas kiosan dipasar tradisional ini dalam jangka panjang dapat menjadi asset nasional sebagai pedagang berkelas international  yang ikut memberikan sumbangan bagi kekuatan devisa nasional. Ya semuanya berawal dari yang kecil, yang bila dibina dengan baik akan menjadi besar. Indonesia memang bukan China atau Singapore atau Malaysia yang peduli kepada rakyat kecilnya tapi setidaknya kita berharap pemerintah ada kepedulian untuk membina rakyat kecil itu.

Di Indonesia, dikota kota besar khususnya seperti Jakarta, keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL)  adalah pemandangan keseharian. DImana saja tempat orang ramai maka disitulah PKL hadir dengan kreatifitasnya menawarkan barang dagangannya. Jumlah PKL ini tidak tahu pastinya. Karena mereka tidak tercatat oleh statistic Nasional. Walau mereka adalah anak bangsa namun mereka hanyalah komunitas informal. Beda dengan asing yang membawa modal namun dinyatakan formal.PKL memang tidak membayar pajak formal seperti pengusaha asing tapi PKL menghidupi pejabat PEMDA dilevel terendah. Para kaki tangan lurah dan camat yang berlaku seperti preman memeras PKL.  Seperti ada mutual simbiosis antara PKL dan aparat. Dari keadaan ini, dari sejak Gubernur Bang Ali sampai Bang Foke, Jakarta adalah sorga bagi PKL. Tentu ini pula menjadi icon Jakarta sebagai  kota paling kumuh  dan tidak tertip didunia. Apakah ini dibenarkan? Tentu tidak. Ada seperangkat aturan berupa PERDA yang melarang PKL berdagang ditempat umum namun PERDA itu tidak pernah bisa diterapkan dengan konsisten karena memang begitulah ciri khas kekuasaan dinegeri ini, yaitu sangat lemah law enforcement.

Mengapa PERDA tersebut sulit diterapkan oleh Gubernur sebelumnya ? karena pertimbangan lebih kepada sikap malas pemda sebagai solution provider bagi penyedia market place yang layak dan formal bagi rakyat kecil. Walau Mall dibangun tak ada henti di Jakarta, yang tumbuh bagaikan cendawan dimusin hujan namun sepenggal tempat yang layak bagi rakyat kecil mendapatkan peluang dari kemelimpahan uang beredar dijakarta ini, pemda tak mampu menyediakannya. Bahkan pasar tradisional yang existing dibiarkan kumuh untuk kemudian di privatisasi oleh pemda bagi kepentingan pemodal, tentu demi Jakarta yang modern. Akibatnya PKL terus bergerak liar kemana mana, sehingga terkesan tidak tertip. Bahkan jalan Negara dikuasai oleh mereka untuk berdagang. Taman Kota dijadikan tempat untuk berdagang. Mungkin suatu saat merekapun bisa berdagang dihalaman istana Negara. Saya yakin siapapun dia tentu berharap Jakarta lebih manusiawi kepada PKL  namun juga tidak bisa mentolerir bila mereka mengganggu ketertipan umum dengan berdagang dibahu jalan sehingga membuat jalanan macet. Siapapun pasti jengkel bila ke Pasar Tanah Abang dan pasar lainnya yang selalu macet dan kumuh. Kemana PEMDA dan Anggota DPRD? Mengapa ini dibiarkan?

JOKOWI –AHOK mulai bersikap jelas. Ia tidak membuat aturan tapi hanya menjalankan aturan yang sudah ada dari Gubernur sebelumnya, bahwa berdagang ditempat umum adalah melanggar hokum. Mereka berdua ingin menegakkan hokum itu secara konsisten namun pada waktu bersamaan merekapun memberikan solusi dengan menyediakan tempat dagangan ( pasar ) yang bersih dan legitimate. Tentu upaya mulia ini tidak seratus persen didukung oleh masyarakat. Yang pasti menolak adalah kelompok preman yang selama ini hidup senang dari ketidak tertipan itu. Demi membela PKL , mereka akan menuntut Wagub Ahok yang berbicara keras tanpa terkesan santun kepada PKL yang membandel program binaan. Dalam system demokrasi itu syah syah saja dan tentu syah juga  bila Ahok tidak akan mundur selangkahpun untuk melaksanakan programnya bagi kepentingan Jakarta lebih luas. Ini bukan sok jago atau tiran tapi ini demi melaksanakan konstitusi. Semua pemimpin disumpah untuk melaksanakan konstitusi. Kita berharap agar program DKI menata PKL merupakan bagian dari pembinaan usaha informal menjadi formal agar mereka terhormat dinegeri mereka sendiri ….

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.