Friday, June 17, 2011

Ulama ..

Benarlah sabda Nabi ” Akan datang pada suatu zaman di mana mereka tidak menghormati ulama kecuali karena bajunya yang bagus. Mereka tidak mendengarkan Alquran kecuali dengan suara bagus. Mereka tidak menyembah Allah kecuali pada bulan Ramadhan. Tidak ada lagi rasa malu pada wanita mereka. Mereka tidak puas dengan bagian yang sedikit. Mereka tidak puas pula dengan kekayaan yang melimpah. Mereka berusaha hanya demi perutnya. Agama mereka adalah uang. Wanitanya menjadi kiblat mereka (arah penyembah). Dan rumah-rumah mereka adalah masjid-masjid mereka. Mereka menjauh dari ulama sebagaimana anak biri-biri lari menjauh dari serigala.”***

Dari zaman dulu kota dipagari oleh tembok tinggi. Bertujuan untuk melindungi diri dari serangan pihak luar. Hampir semua dinasti , membangun kota dengan tembok tinggi. Dari balik tembok itulah starategi dan taktik para elite kekuasaan dibangun untuk menjadi penakluk. Dari balik tembok itulah para elite bersembunyi dari rakyatnya sambil menikmati segala kemewahan hidup. Bila mereka keluar dari istana, melewati gerbang , maka rakyat diwajibkan menundukan kepala sebagai butki penghambaan. Tapi tahukah anda ? bahwa Madinah sebagai awal pusat kekuasaan Islam yang menguasai wilayah taklukan sampai seluruh jazirah Arab tak ada tembok tinggi yang mengelilingi kota. Tak ada istana dengan pagar tembok tinggi. Tak ada kumpulan dayang cantik jelita membelai elite negeri itu. Tak ada tahta berjenjang berlian dan intan. Tak ada. Yang ada hanyalah kumpulan manusia berkaliber Ulama. Itulah yang senantiasi hadir disekitar Rasul. Mereka para sahabat yang menjadikan hidup untuk mencari rihdo Allah.

Budaya memagar kota dan negara dengan Tembok telah berlalu. Serangan secara phisik tak lagi dianggap modern walau kadang diperlukan dengan hanya mengirim tentara bersenjata mesin untuk membunuh secara massal.Namun kebanyakan negeri belahan dunia manapun dipagari oleh UU anti teroris. Itu lebih arif katanya. Anehnya istilah teroris hanya diperuntukan bagi ulama atau pejuang syariat Islam. Ini musuh yang paling ditakuti. Seperti ketakutan bangsa China akan serangan bangsa Tsar Tsar dari Mongolia. Seluruh insfrastruktur negara dikerahkan untuk menghalau serangan kekuatan para ulama dan mujahid ini. Melalui soft pawer, kampanye dirancang untuk menghilangkan eksistensi dan subsatansi gerakan para Ulama ini. Melalui smart power, dihadirkan pula ulama tandingan yang doyan popularitas untuk memastikan bahwa pemerintah peduli pada umat dan tidak mengabaikan agama. Melalui hard power, tantara/polisi terlatih dipersiapkan untuk membunuh atau menangkapi para ulama dan mereka yang mendukungnya.

Namun sejak berabad abad gerakan para ulama untuk melakukan dakwah tentang AL Quran dan Hadith tak pernah surut. Ini bagaikan patah tumbuh hilang berganti. Kekuatan yang dirancang begitu hebat bagaikan tembok besar mengelilingi negara dari pengaruh ulama, tak bisa dibendung. Tuntutan dakwah bukan hanya bagi para ulama tapi siapa saja yang mengaku beriman wajib melakukan dakwah. Seperti Abu Bakar Baasir , sosok ulama yang lugas, yang menyampaikan Islam apa adanya. Ketika Islam dijelaskan secara kaffah, tak jarang membuat gerah penguasa dan tembok tebal bergetar. Padahal ketegasan Ustadz Abu dalam berdakwah, tak sampai mendesak penguasa agar turun dari tahtanya. Beliau hanya berdakwah agar syariat Islam ditegakkan di negeri ini. Bahkan rujukannya pun selalu bersumber pada Al Qur’an dan Sunnah. Dalam setiap tabligh-nya, Abu Bakar Baasir selalu menyampaikan taujih dan tadzkirohnya. Dambaannya agar Indonesia diatur oleh syariat Islam dan terwujudnya baldatun thoyibatun wa robbun ghofur adalah bukti kepeduliannya terhadap negeri ini

Namun apa yang ditakuti sebetulnya terhadap Ustandz Abu ?. Bahwa Abu Bakar Baasir berusaha menghancurkan tembok besar , tembok keangkuhan penguasa , agar semua orang bisa melihat apa yang dilakukan oleh para elite dibalik tembok besar itu. Makanya yang pantas ditemboki adalah Ustandz itu sendiri agar kalamullah tak lagi membuat orang gelisah ketika berpesta. Diriwayatkan dari Abu Sa'id r.a., beliau berkata, Rasulullah ﷺ telah bersabda, ““Janganlah salah seorang mencela dirinya sendiri.” Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana seseorang mencela dirinya sendiri?” Beliau menjawab: “Dia melihat perkara Allah diperbincangkan, lalu dia tidak mengatakan (pembelaan) kepadanya, maka Allah ‘azza wajalla akan berkata kepadanya kelak di hari Kiamat; ‘Apa yang mencegahmu untuk mengatakan begini dan begini! ‘ lalu ia menjawab, ‘Saya takut terhadap manusia’. Maka Allah pun berfirman: ‘Aku lebih berhak untuk kamu takuti’.”

Apa yang dilakukan ulama membela Allah tak lain tak ingin mencela dirinya sendiri. Ulama tidak pernah bicara tentang politik, Ulama hanya ingin bagaimana peradapan dapat dibangun berdasarkan prinsip prinsip AL Quran dan Sunah. Karena perjuangan politik bukanlah drama moralitas tentang yang ”luhur” dan yang ”berdosa”. Apapun itu politik hanyalah sebuah strategi, dan tiap strategi bisa keliru. Jika ada yang tak keliru, maka itulah Ulama, keberanian untuk berkata ”tidak” kepada yang lalim tapi punya bedil. Di dalamnya ada keberanian untuk gugur dan gagal, hanya untuk mencari ridho Allah sebagai kemenangan sejati. Dan bagaimana dengan Abu Bakar Baasir ? Dia hanyalah berbuat dengan kemampuannya membela Allah ketika orang lain melecehkan Allah. Ia tak takut kepada manusia kecuali kepada Allah semata. Tak takut pada penjara kecuali neraka. Tak takut didakwa teroris kecuali di laknat Allah.

Ketika ulama di pasung dibalik jeruji besi, kitalah sebetulnya yang kalah karena menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin, yang menTuhankan harta, wanita dan tahta... Karena ? ” Sesungguhnya Allah tidak akan menghilangkan ilmu dengan mencabutnya dari semua manusia, akan tetapi dengan menghilangkan ulama, sehingga ketika tidak ada lagi seorang alim, manusia akan menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Yang ketika ditanya, mereka akan memberi fatwa tanpa didasari ilmu sehingga fatwa akan sesat dan menyesatkan (HR Bukhari).” Bagaimana masa depan bangsa bila dipimpin oleh orang orang bodoh ?

Sunday, June 12, 2011

Sistem pendidikan.

Waktu sekolah dulu , sejak SLP sampai SMU saya tidak pernah mendapatkan nilai diatas 5 untuk pelajaran bahasa ( inggeris dan Indonesia). Ketika ujian kelulusan SLP , guru saya memberikan nilai 6 , jadi saya bisa qualified lulus. Begitu juga ketika tamat SMU, guru saya memberi nilai 6 ,sehingga saya qualified lulus. Saya mungkin bersyukur karena dulu sistem pendidikan terkait dengan kebudayaan dan agama . Yang tahu percis saya berbudaya dan beragama ya Guru saya. Itulah indahnya kearifan lokal pendidikan ( Bukan standarisasi nasional). Karena syarat lulusan sekolah kala itu adalah pendidikan moral pancasila dan agama tidak boleh dibawah enam ( merah ). Untuk dua mata pelajaran itu saya termasuk bagus ( maklum karena TK dan SD saya disekolah Agama ). Sehingga untuk mata pelajaran lain guru dapat memberikan “kebijakan “ agar saya masuk qualifikasi lulus. Walau nilai pelajaran bahsa saya buruk tapi tidak membuat saya bodoh berkomunikasi dalam bahasa inggeris dan menulis dalam bahasa Indonesia.

Pendidikan bukan hanya soal menghafal dan berhitung untuk mendidik orang mampu menganalisa secara kualitatif maupun kuantitatif tapi juga kemampuan mengkayakan hati secara independen lewat pemahaman tentang agama dan budaya. Dalam suatu negara yang berniat membangun peradaban, maka idiologi adalah mata pelajaran utama. Pendidikan idiologi itu berbasis kepada budaya ( untuk negara sekular ) . Untuk negara islam maka design pendidikan itu bertumpu kepada Al Quran dan Hadith yang bijak terhadap budaya lokal. Dari sistem pendidikan seperti inilah akan terbentuk karakter bangsa /umat. Menjadi masyarakat pencerah tentang cinta dan kasih sayang. Tapi jangan pula dianggap ini mengabaikan pentingnya sains untuk membangun peradaban. Sains penting tapi harus diletakan bukan segala galanya. Ia hanya pelengkap. Pelajaran termahal dapat dilihat di AS. California dikenal sebagai pusat pendidikan terbaik dibidang Ekonomi dan Tekhnology ternyata bangkrut karena tidak mampu bayar gaji PNS. Kebangkrutan itu disebabkan oleh sains yang dominan dan sains pula yang menghancurkan mereka.

Strategi pendidikan Nasional Indonesia setelah reformasi mengikuti design dari Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD). Ini lembaga international yang dikenal sebagai penyokong utama program globalisasi dan kapitalisme dibawah bendera demokratisasi. OECD sebagi penggagas cetak biru pendidikan dinegara berkembang, memaksakan prinsip soal kapitalisme pendidikan. Bukan hanya soal biaya pendidikan yang harus dikurangi dari APBN (negara ) tapi juga paradigma sistem pendidikan yang harus dikeluarkan dari kebudayaan. Maka ketika reformasi tidak ada lagi Departement Pendidikan dan Kebudayaan, diganti dengan Kementrian Pendidikan. Ya, pendidikan kita sudah masuk SOP kapitalism yang semuanya ditentukan oleh rating. Kampus/Sekolah di Rating, Siswa/Mahasiswa di Rating , sebagai acuan masuk ke bursa kerja. Tidak ada lagi egaliter pendidikan. TIdak ada lagi membumikan kebudayaan dan agama dalam pendidikan.

Apa yang terjadi ? demi rating, semua orang menghalalkan segala cara untuk mencapai terbaik. Termasuk mencontek agar lulus dengan cara culas untuk qualifed masuk bursa kerja dan poles image agar qualified masuk bursa Kampus bergengsi. Soal kualitas hanya sebatas procedural belaka. Substansi pendidikan untuk perbaikan etika dan moral terdulasi sedemikian rupa akibat sistem kompetisi yang dibangun. Maka generasi yang dibangun adalah generasi yang miskin empati. Individualis terbentuk seiring lahirnya budaya hedonisme. Semua sibuk dalam kegegemaran memoles diri menjadi masyarakat cepat saji. Seperti Mi Instant , rasa soto tapi bukan soto. Rasa ayam tapi bukan ayam. Sarjana tapi bukan sarjana. Anggota dewan tapi bukan anggota dewan. Presiden tapi bukan presiden. Guru tapi bukan guru. Tentara tapi bukan tentara. Pengusaha tapi bukan pengusaha. Substansi terhalau, yang ada hanyalah topeng.

Ya...setidaknya saya bersyukur tidak dididik diera sekarang. Andai mengikuti sistem sekarang, mungkin saya tidak pernah bisa tamat SMU , apalagi kuliah. Sudah saatnya paradigma pendidikan dikembalikan kepada akar budaya bangsa dan kearifan lokal dengan menempatkan agama sebagai dasar membangun peradaban bangsa. Hanya dengan cara itulah kita bisa memperbaiki situasi yang sudah terlanjur jadi benang kusut , sekusut kita dalam berdiskusi menemukan solusi bagi masa depan bangsa kita.

Thursday, June 9, 2011

Riba

Kalau anda bekerja sebagai karyawan itu pasti karena kebutuhan akan pemenuhan biaya hidup, yang terus berkembang yang tidak hanya kebutuhan tapi kepuasaan. Dari itulah industri terbangun, dunia perdagangan terbentuk, sektor jasa tersedia. Semua itu tidak ada yang gratis, Anda harus bekerja keras untuk membayarnya dan keuntungan bayar membayar ini bergulir kepada negara dalam bentuk pajak untuk memenuhi kebutuhan lain agar anda bisa hidup nyaman dengan terpenuhinya kebutuhan yang tak bisa anda adakan sendiri. Anda mendapatkan gaji dari kerja keras anda dan kemudian berawal dari pendapatan anda itulah sistem dibangun untuk memberikan jaminan bagi masa tua anda ketika pensiun dan tak lupa memberikan jaminan bagi kebutuhan perumahan serta kesehatan. Keliatannya sekilas sistem seperti ini begitu idealnya. Dimana kebutuhan umum maupun kebutuhan pribadi terbentuk by design dalam komunitas modern. Benarkah ?

Jaminan penghasilan , kesehatan dan perumahan, tidak datang dari langit. Ini datang dari hasil memeras kerja keras anda. Hasil design yang membodohi anda dengan diawali oleh ancaman rasa takut. Takut akan masa tua yang tidak aman, maka anda rela menyerahkan sebagian pendapatan anda untuk disisihkan bagi dana pensiun ( pensiun fund ) . Takut dari ancama penyakit, kecelakaan , bencana, anda harus rela menyerahkan sebagian pendapatan anda untuk asuransi (Insurance ). Takut tidak punya rumah untuk bernaung, anda harus bersedia menabung di bank agar qualified mendapatkan home loan. Tanpa anda sadari hasil kerja keras anda dikelola oleh segelintir orang didunia perbankan dan Sekuritas / Asset Management. Karena dana pensiun , asuransi akan parkir didunia perbankan dalam bentuk Deposito dan juga di sekurities company dalam bentuk penguasaan saham dibursa.

Dana Pensiun mendulang laba dari bunga bank dan capital gain dan dividen penyertaan saham dibursa. Mereka menyebut ini sebagai prestasi mengembangkan dana agar tidak terdulasi oleh inflasi. Perusahaan asuransi mendulang laba dari dana premi lewat deposito bank dan juga penyertaan saham lewat bursa. Keuntungan mereka tidak untuk anda sepenuhnya. Karena mereka hanya punya kewajiban membayar berupa uang yang anda tanamkan lewat pemotongan gaji anda dan sedikit berbagi berapa yang mereka peroleh dari pengelolaan uang anda itu. Lebih hebatnya lagi, dana anda itu dianggap dana pribadi mereka. Dana itu diputar dalam berbagai kegiatan untuk membuat mereka semakin kaya dan kaya. Kenapa mereka bisa seperti itu ? karena sistem negara membenarkan. Ada sederet UU dan Peraturan yang membuat mereka semakin eksis dalam gurita sistem kekuasaan

Dari sistem tersebut diatas , maka sebetulnya ada konspirasi hebat antara pemerintah dengan corporate financial untuk mengalirkan darah bagi enterpreneur mendulang kekayaan lewat produksi dan jasa. Mereka , adalah segelintir orang cerdas dan hidup diatas puncak piramida masyarakat. Data Credit Suisse tahun 2010 menyebutkan jumlah mereka di Indonesia hanya 60,000 orang. Hidup mereka sangat nyaman dan nikmat.Mereka bergelimang dengan status terhormat, kantor mentereng, pakaian bermerek, kendaraan bermerek, deposito /tabungan tak terbilang, singkatnya mereka adalah kelompok hedonisme yang miskin spiritual sosialnya. Mengapa ? karena secara sistem mereka berada jauh sekali dari kita semua. Pendapatan mereka ratusan kali dari pendapatan orang kebanyakan. Andaikan mereka mengalami kegagalan akibat lembaga perbankan salah urus, atau perusahaan sekuritas kalah ”bermain ” dibursa, tidak usah kawatir. Negara akan mem bail out nya dari uang pajak yang anda bayar dan ini secara tidak langsung memenggal nilai uang anda sendiri (efek inflasi).

Jadi, jangan terkejut bila kita yang mayoritas hidup bagaikan tikus terjepit dalam perangkap. Seperti orang gila yang terisolisi dijeruji besi. Sadar atau tidak , kita yang tidak berdaya menerima sistem ini terbangun, sebetulnya telah memberikan peran besar terbangunnya sistem RIBA. Padahal sebagaimana kita tahu dalam Islam bahwa RIBA adalah termasuk 10 dosa besar. Dosa yang bersanding dengan dosa besar lainnya seperti perbuatan Syirik, membunuh, melawan orang tua, Menfitnah wanita baik baik berbuat zina, memakan harta anak yatim, lari dari medan pertempuran, berputus asa dari rahmat Allah, merasa aman dari ancaman Allah , berbuat zina. Ya, saya ingat kata orang bijak, membiarkan kesalahan lebih jahat dibandingkan pelaku kejahatan itu sendiri. Itulah sebabnya ,saya ogah jadi pekerja, ogah punya deposito.ogah berhutang berbunga. Ogah punya asuransi. Mungkin saya tak berdaya merubah keadaan tapi setidaknya saya bisa keluar dari sistem itu dan bertawakal kepada Allah.

Thursday, June 2, 2011

Demokrasi ?

Pancasila adalah fakta sejarah dan sekaligus sebagai dasar hukum tertinggi terbentuknya NKRI. Yang harus dipahami bahwa NKRI exist setelah adanya Proklamasi Kemerdekaan. Namun Bangsa Indonesia sudah ada sebelum NKRI itu terbentuk (Jadi beda dengan AS yang bangsanya barus exist setelah declarasi kemerdekaan AS). Bangsa Indonesia itu terdiri dari berbagai kerajaan ( didominasi kerajaan Islam ) yang nota bene diakui legitimasinya oleh negara didunia namun terjajah oleh system kolonialisme. Proklamasi hanya mengumumkan KEMERDEKAAN bangsa Indonesia dalam bentuk negara kesatuan. Makanya tidak dibutuhkan demokrasi atau PEMILU untuk melegitimasi negara.. Tapi atas dasar musyawarah dan mufakat dari sekelompok orang yang hikam / berilmu dan beretika tinggi ( hikmat bijaksana) sebagai wakil rakyat Indonesia. Siapakah sekelompok hikam itu ? budaya Indonesia jauh lebih hebat memilih para hikam itu karena strata masyarakat Indonesia disemua level mempunyai tokoh untuk terpilih. Mereka hadir lewat seleksi alamiah sebagai proses budaya dan agama.

Fakta sejarah pula bahwa Pancasila itu di create awalnya oleh tokoh Intetektual Islam dan Ulama yang berkeja keras membentuk Dasar Negara dan UUD , yang dikenal dengan Piagam Jakarta. Perubahan sila pertama menghilangkan kalimat syariat islam bagi pemeluknya tidak menghilangkan ruh Pancasila sebagai puncak itjihad ulama untuk membangun peradaban yang dirahmati Allah. Karena pada sila keempat tertuang ruh Islam yang menempatkan musyawarah dan mufakat (Q.S. Asy Syurâ [42]:38). Ini tidak ditentang oleh golongan agama lain. Tidak ditentang oleh semua suku. Tidak berbeda pendapat dengan semua tokoh pendiri negara ketika itu.

Dalam aspek tatanan hukum pada umumnya dan Hukum Tata Negara Indonesia pada khususnya, Pancasila merupakan Sumber Hukum Materiel Tertinggi, yang mengharuskan keseluruhan isi norma hukum positif mengacu kepadanya. Bilamana suatu norma hukum positif ternyata bertentangan dengan Pancasila, maka norma hukum tersebut tidak memiliki daya keberlakuannya sehingga harus dinyatakan sebagai tidak berlaku. Yang jadi masalah dalam sejarah kita, UUD 45 sebagai batang tubuh tidak ada korelasi dengan Pancasila ( pembukaan UUD 45 ). Pembukaan UUD 1945 ( Pancasila ) dikatakan berpihak kepada musyawarah , sedangkan Batangtubuh berpihak kepada voting (pemungutan suara) sebagai mekanisme pengambilan keputusan, padahal keduanya mengandung makna yang bertolak belakang. Masklum saja ahli hukum tatanegara Prof DR. Soepomo sebagai team perancang UUD 45 bukan Ahli agama yang tidak memahami makna tersirat dari Pancasila. Disamping itu tokoh Islam masiih membutuhkan waktu untuk membuat UUD 45 sementara proklamis kemerdekaan mendesak dilaksanakan.

Itu sebabnya ketika Indonesia di proklamirkan, UUD 45 belum bisa dijadikan dasar negara dan semua pendiri negara sepakat akan memperbaikinya. Artinya UUD 45 belum dikatakan sempurna sesuai dengan Pancasila. Namun belum sempat diperbaiki, empat bulan setelah Indonesia di proklamirkan , pada 14 Nopember 1945 Indonesia memberlakukan system Perlementer dalam bentuk UUD RIS. Bahwa Indonesia negara kesatuan bukan negara Serikat. Ini jelas bertentangan dengan Pancasila. UUD RIS ini dibatalkan oleh Kabinet M Natsir. Kemudian tahun 1950 dibuat UUD (Sementara) yang semakin membuat kacau Undang Undang Dasar Indonesia , yang tanpa berlandaskan kepada Pancasila. Karena pemimpin dipilih lewat sistem pemilu ( demokrasi ) dengan suara terbanyak yang menjadi pemenang. Terbukti ketika Pemilu 1955, tidak satupun elite politik terpilih yang berhasil membuat UUD sesuai dengan Pancasila. Hingga akhirnya Konstituante sebagai team pembuat UUD di bubarkan oleh Soekarno.

Tahun 1955, Soekarno mengeluarkan dekrit kembali kepada UUD 45 namun sebagaimana kita ketahui bahwa UUD 45 tidak bisa dikatakan syah karena tidak sesuai dengan Pancasila. Namun Soekarno memaksakan diri untuk membuat MPR ( sementara ) sebagai infrastruktur Pancasila untuk menghasilkan lembaga musyawarah dan mufakat namun justru Soekarno menggunakan MPR ( sementara ) untuk melegitimasinya sebagai President seumur hidup. Ini lagi lagi, bertentangan dengan Pancasila yang mengutamakan azas musyawarah dan mufakat. Soeharto lewat MPRS yang direkayasa untuk musyawarah dan mufakat, berhasil menjatuhkan Soekarno sebagai President. Namun tetap menggunakan UUD 45 sebagai landasan kelak dia terpilih melalui keunggulan Golkar dalam PEMILU. Ketika Soeharto jatuh digantikan oleh Habibie, masih menggunakan UUD 45. Malah semakin jauh dari Pancasila dengan terjadinya peroses amandemen UUD 45 menjadi demokrasi lansung.

Ketika Gus Dur naik sebagai Presiden ( lewat voting ) jelas tidak sesuai dengan Pancasila. Begitupula dengan dijatuhkannya Gus Dur dan terpilihnya Megawati sebagai presiden , UUD 45 masuk dalam proses amandemen secara prinsipil yang semakin jauh dari Pancasila, semakin jauh dari azas musyawarah mufakat. Ketika SBY terpilih sebagai President lewat Pemilu Langsung maka terbentuklah wajah Indonesia yang benar benar keluar dari Pancasila, dimana MPR sebagai lembaga perwakilan untuk musyawarah dan mufakat mememilh pemimpin nasional di hapus. Makanya janga kaget sejak proklamasi kemerdekaan, azas musyawarah dan mufakat tidak pernah digunakan. Kedaulatan kerakyatan berdasarkan perwakilan ( MPR- Ahlusy-syûrâ) untuk musyawarah dan mufakat tidak pernah terbentuk sampai hari ini. Lembaga ( MPR ) sebagai azas musyawarah mufakat tidak akan terbentuk selama sistem demokrasi ( Voting ) dipakai apalagi pemilu langsung.

Kalau Pancasila masih diakui maka bagaimana status hukum UUD yang kita jadikan dasar menempatkan orang jadi pemimpin ? Jadi siapakah sebetulnya pengkhianat nilai nilai proklamasi Kemerdekaan Indonesia ?