Monday, March 1, 2010

Dipersimpangan jalan

Yang menjadi Icon kejujuran dan profesionalitas bagi Partai Demokrat adalah Sri Mulyani dan Budiono, SBY. Tak ada satupun petinggi Partai Demokrat yang mengatakan Sri Mulyani dan Budiono salah. Bahkan menyebut namanya salah saja dalam Keputusan Akhir Pansus sangat tabu. Ruhut Sitompul sampai mengatakan “ Jangankan uang tak halal, uang halal saja mereka tidak mau kok” Para pengamat Politik dan Ekonom yang pro Partai Demokrat juga bersuara sama tentang kehebatan dan kejujuran sosok Budiono dan Sri Mulyani sebagai pejabat Negara. Keliatannya ada satu design politik untuk menempatkan orang professional lebih bernilai daripada Politisi maupun agamais ataupun budayawan dalam kancah kekuasaan di Indonesia.

Dalam satu kesempatan saya pernah berdialogh dengan teman dalam satu forum Business di Luar negeri. Dia mengatakan bahwa “ Ada paradigma sekarang di banyak negara bahwa Politisi itu tak professional dan tak jujur. Yang pantas ditampilkan dipanggung politik adalah professional yang paham betul arah globalisasi dan neoliberal. Maklum saja konsep globalisasi dengan neoliberalnya sangat restriksi bagi pejabat politis yang paham betul dengan geostrategis dan geopolitik. Paradigma ini merupakan kampanye global dari pecinta Globalisasi dan Neoliberal untuk semakin meminggirkan peran politisi dalam kebijakan ekonomi yang pro local. “ Ungkapan ini menjadi catatan abadi dalam memori saya dalam melihat perkembangan politik global dan fenomena kekuasaan.

Siapapun yang berkagori professional , entah dia berlatar belakang militer, ekonom , tekhnologh akan diusung sebagai pembaharu dan akan mendapat award international dari Lembaga yang mengkampanyekan program globalisasi dan neoliberal. Majalah Time yang digaris depan penyokong Globalisasi dan Neoliberal juga senantiasa memuji muji langkah mereka. Hingga tak berlebihan ungkapan yang mengatakan peran Negara harus diperkecil dalam mengatur kehidupan social ekonomi , adalah suatu ungkapan tentang agar semakin kecilnya keterlibatan politisi , budayawan, agamawan dalam mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara. Samahalnya peran BUMN harus sekecil mungkin karena BUMN tidak profesional dan jenderung korup. Makanya layanan publik harus di privatisasi. Swasta lebih baik dari BUMN.

Dalam kasus Bank Century ini, ada hal yang dipertaruhkan yaitu legitimasi sistematis dari konsep neoliberal dalam bidang liberalisasi sector keuangan. Kebijakan Bail out sebetulnya anti liberalisasi perbankan. Tapi menempatkan LPS sebagai pelaksana bail out dan sekaligus meyakinkan kepada Publik bahwa tidak ada uang Negara dirugikan adalah bentuk canggih untuk semakin menguatkan keberadaan program neoliberal. Dari satu sisi kebijakan itu menempatkan Negara mempunyai power untuk mengamankan system perbankan namun disisi lalin menempatkan kekuatan diluar struktur Negara berbuat melakukan recovery. Keberadaan LPS terus dipertahankan bahwa itu bukanlah bagian dari Negara dan ini deal murni dari sebuah system perbankan nasional. Dari ini semua, politisi semakin dibuat bingung dan tak berdaya dalam debat intelektual maupun hokum.

Saya tidak tahu apakah analisa saya diatas itu benar atau salah. Mungkin saya paranoid tapi saya merasa terlepas dari rasa bersalah itu karena ungkapan seorang teman analis keuangan Perusahaan Investasi asing , “ Seandainya tidak ada kebijakan bail out , Indonesia akan masuk dalam putaran spiral crisis yang dahsyat. Karena hampir semua pemain hedge fund akan menjadikan Indonesia sebagai killing field. Semua tahu bahwa ekonomi Indonesia tumbuh tanpa fundamental ekonomi yang kokoh. Tak sulit untuk menarik keuntungan dari situasi itu. Keadaan tersebut akan dijadikan alasan kuat bagi politisi yang anti neoliberal untuk menggilas semua regulisi yang pro pasar.” Jadi yang dikawatirkan bukanlah efek sistemik moneter tapi efek sistemik regulasi menyeluruh dari system neoliberal. Apalagi ketika peristiwa itu terjadi , pertarungan menduduki korsi kekuasaan antara mereka pro pasar dan anti pasar sedang memanas…

Bail out Century telah dilsaksanakan. Indonesia sukses keluar dari krisis moneter jilid dua. Pecinta Pasar bebas menjadi pemenang dan terus dipuja. Tapi pertarungan akan terus berlanjut…selama itu Indonesia berada diatas tungku. Inilah akibat dari di amandemennya UUD 45 , yang hanya akan terhenti bila lahirnya revolusi. Semoga ini disadari oleh semua kita agar lebih bijak dalam melihat masa depan untuk 200 juta lebih rakyat. Saatnya duduk satu meja , satu nafas dan kembalilah ke hakikat UUD 45 dengan menempatkan agama dan budaya dalam bersikap dan bertindak…

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.