Friday, February 26, 2010

Riset dan Visioner

Satu kesempatan saya bertemu dengan teman lama. Dia sekarang bekerja di perusahaan Investasi di Hong Kong. Kepindahannya ke Hong Kong karena tahun 1998 bank tempatnya bekerja di tutup akibat krisi moneter. Pekerjaannya sebagai tenaga research untuk mendukung analis invetasi. Yang membuat saya terkejut adalah gajinya per bulan sebesar Rp. 60 juta. Saya membandingkan gaji peneliti di Indonesia yang tak lebih dari Rp. 5 juta. Apa yang bisa diperbuat oleh seorang peneliti dengan gaji sebesar itu? Makanya jangan terkejut bila banyak SDM berkualitas Indonesia yang hijrah kenegeri orang lain karena mereka dihargai dan dimanusiakan sebagai ilmuwan

Indonesia memang Negara modern tapi tidak di design secara modern. Ciri utama Negara modern adalah Negara yang kuat dibidang riset. Karena tanpa riset yang kuat tak mungkin kebijakan menyangkut populasi diatas 200 juta orang ini mampu dihasilkan dengan properly. Bayangakanlah Negara dengan APBN diatas USD 100 billion ( Rp. 1000 triliun ) , dana riset hanya sebesar USD 140 juta atau Rp. 1,5 triliun atau 0,1 % dari APBN. Jangan dihitung dari GNP yang USD 420 Billion, tak ada arti sama sekali. Padahal idealnya menurut UNESCO anggaran riset itu minimum 3% dari GNP .Sementara kita, anggaran sebesar itu 80% habis untuk biaya rutin dan tersisanya hanya 20% untuk penelitian. Pertanyaannya bagaimana para pengambil kebijakan Negara ini memikirkan masa depan bangsa ?

Alasan pemerintah terhadap kecilnya anggaran penelitian karena keterbatasan dana yang tersedia. Menurut saya ,lebih karena para pemimpin kita tidak visioner dan hanya berpikir sebatas usia jabatannya. Berapa dana talangan untuk LAPINDO , Berapa dana talangan untuk bank Century. Berapa dana talangan untuk INDOVER , berapa dana korupsi MIGAS, Berapa dana penggelapan pajak. Berapa dana BLT. Berapa anggara bayar hutang luar negeri. Banyak lagi dana yang keluar sia sia akibat kebijakan yang situasional. Dan anehnya dana untuk itu ternyata tersedia. Artinya bukannya dana tidak tersedia tapi memang tidak ada design futuristic. Akibatnya, Industri kita kalah bersaing dengan asing. Perbankan kita dikuasai Asing. Migas kita dikontrol oleh TNC asing. Sumber daya alam kita dikuasai asing. Sumber dana pembangunanpun tergantung asing.

Dari anggaran yang tersedia untuk riset maka tahulah kita bahwa memang kita men design Negara dan bangsa ini untuk menjadi follower dan pembeli tekhnologi. Negara yang dibangun yang tidak bertumpu pada geostrategis dan geopolitis. China unggul dalam persaingan global karena dana risetnya yang raksasa.Bahkan ketika awal reformasi Deng, anggaran Riset mendapat prioritas. . Malaysia tahun 2006 saja menganggarkan dana riset sebesar Rp. 30 triliun atau 2% dari Anggara negaranya.. Lihatlah hasilnya. Tak mungkin kita bisa mengangkat potensi bangsa ini tanpa riset yang kuat dan luas. Padahal SDM kita berlimpah untuk menjadi peneliti bagi kemakmuran bangsa ini.

Setiap kebijakan akan berkualitas bila didukung oleh riset yang kuat. Kasus Bank Century , betapa kebijakan bagus menghasilkan dampak buruk karena tidak didukung oleh data riset yang kuat. Alasan menhindari dampak sistemik menjadi polemic. Banyak kebijkan Negara dibuat tak didukung oleh riset yang kuat. Akibatnya kebijakan itu tidak berspektrum jauh kedepan Tidak mengarah kepada perbaikan secara menyeluruh. Kita takut bila harus belanja kebenaran tapi tak kawatir untuk belanja impian. Padahal yang membedakan kebenaran dan mimpi adalah riset. Riset menterjemahkan realitas menjadi kebenaran absolute untuk membimbing manusia melihat masa depan. Dari sinilah akal pikiran memperkuat jiwa kita melangkah dan berbuat dengan benar. Tapi kebijakan Negara kita keliatannya takut terhadap “kebenaran”.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.