Pemerintah YMP Prabowo bentuk Menteri Perumahan tersendiri. Menterinya orang hebat yaitu Maruarar Sirait dan wakilnya Fahri Hamzah. Ini dua aktifis 98 dan jelas attitude nya secara personal bagus. Nasionalisme nya engga perlu diragukan. Saya akan memberi masukan terhadap program 3 juta rumah yang dicanangkan oleh YMP Prabowo.
Problem utama pengadaan rumah bagi rakyat miskin itu dari dulu dan di negara manapun selalu sama, yaitu soal biaya kontruksi yang sudah terlanjur mahal. Harga tanah yang bersifat rente. Mudah sekali naik saat ada rencana proyek perumahan mau dibangun. Itu juga karena factor urbanisasi dan keterbatas ruang. Opsi pendanaan terbatas. Itu aja masalahnya. Nah gimana solusinya?
Biaya kontruksi.
Solusinya ada pada tekhnologi material bahan bangunan. Saat sekarang ada banyak tekhhnologi material bangunan yang murah. Sudah juga dipakai oleh negara berkembang dalam housing development program. Seperti mengganti cement dengan Abu Vulkanik. Material ini bisa juga untuk beton ringan. Bisa dipakai untuk dinding dan atap. Sumber daya abu vulkanik di Indonesia sangat banyak.
Untuk pengganti kayu, kita bisa gunakan limbah batang Jerami dan limbah ranting kayu. Dengan tekhnologi press, kayu bisa dihasilkan lewat moulding sesuai ukuran. Dengan adanya dukungan tekhnologi material bangunan itu ongkos kontruksi jadi murah. Misal, di philipina dan Afrika, biaya contruksi per unit rumah ukuran 36 hanya USD 5000.
Harga tanah.
Problem pengadaan rumah itu ada pada tanah. Di desa tidak ada masalah. Yang masalah di Kota. Tidak mudah dapatkan tanah yang murah. Memang ada rencana mau sita tanah yang berkasus sengketa dengan negara. Itu bagus aja. Tetapi kalau itu diandalkan bisa wasting time. Jadi solusinya gimana? Untuk kota besar di Jawa bisa gunakan lahan PT.KAI. Karena lahan terbatas, ya bangun rusun. Jangan terlalu tinggi sehingga tidak perlu ada lift. Ya maksimum 4 lantai.
Kendalanya memang sebagian besar lahan PT.KAI diserobot oleh penduduk. Lewat program revitalisasi Kawasan dengan mengubahnya jadi Kawasan rusun, itu bisa jadi solusi tanpa mengusir warga yang sudah tinggal disana namun memberi peluang lebih banyak orang punya rumah tinggal disana. Di luar jawa tentu masalah tanah tidak ada, hanya saja pemerintah harus subsidi harga perolehan tanah agar cost rumah jadi murah.
Opsi pendanaan.
Dengan adanya tekhnologi low cost dari Housing Development Program (HDP), pemerintah bisa menyediakan dana lewat pelonggaran quantitative lewat thematic SBN. Struktur Fund lewat SBN itu tidak dijual di market. Tetapi hanya dijadikan collateral yang likuiditasnya dijamin Bank Central. Walau skema pembiayaan tetap melalui bank umum namun bank hanya sebagai channeling. Kontraktor yang membangun rumah dapat pembayaran dari bank setelah rumah selesai dibangun namun mereka juga dapat fasilitas konstruksi loan dari bank lewat bankable process settlement.
Peserta HDP yg mendapatkan fasilitas rumah harus membayar premium atas collateral sebesar 0,5% per tahun, ya semacam CDS collateral default SWAP, dan bank charge sebagai channeling 0,5 per tahun. Angsuran rumah hanya 15% dari upah. Misal, harga rumah Rp. 100 juta. Peserta hanya bayar bank charge dan premium collateral total sebesar 1% per tahun atau Rp. 1 juta. Itu bisa dibayar bulanan bersamaan dengan angsuran utang. Jadi orang dengan upah dibawah Rp 2 juta sebulan bisa punya rumah. Selama rumah belum lunas statusnya milik negara. Setelah rumah lunas, rumah itu status nya jadi milik peserta. Dan collateral SBN yang ada di bank dikembalikan ke negara. Jadi sebenarnya walau sifatnya hutang namun SBN itu off balance sheet.
Skema ini disebut fund provider. Sudah diterapkan di negara sosialis seperti di China, Vietnam dan sebagian di Afrika, termasuk Amerika latin, termasuk Putin di Rusia. Walau bersifat stimulus atau rangsangan namun bisa mempercepat proses kemakmuran lewat pengaruh bergandanya ( Multiplier effect). Ya maklum dengan adanya pembangunan fisik serta infrastruktur kawasan perumahan akan memperbesar pasar domestik dan lapangan pekerjaan. Belum lagi orang kalau sudah punya rumah hidupnya akan tentram. Gairah kerja meningkat, tentu memacu produktivitas. Lingkungan yang nyaman akan membuat mereka sehat lahir batin. Problem stunting tidak akan ada lagi.
Demikian usulan dari saya. Tentu kembali lagi kepada niat baik pemerintah atau pollical will membela orang miskin. Semoga bisa diterima.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.