Saya tidak mau mengadili sikap Gibran yang sudah menentukan pilihan bersedia dicalonkan oleh Golkar untuk mendampingi Prabowo sebagai Capres. Itu hak dia sebagai personal yang kebetulan MK sudah meloloskan dia untuk syah sesuai konstitusi ikut dalam kontetan Pilpres. Saya tidak akan membahan soal dia adalah putra presiden. Selalu ada alasan pembenaran untuk dia pantas tampil dalam panggung nasional mengalahkan figur seperti Eric Thohir, Airlangga. Itu sudah jalan hidupnya yang dibentangkan karpet merah oleh mereka yang mencintai ayahnya sebagai presiden.
Saya hanya ingin membahas soal hak mencalonkankan diri dan dicalonkan. UU kita walau berbasis pada sistem demokrasi, namun hak mencalonkan diri sebagai capres atau Wapres bagi warga negara tidak ada. Yang ada adalah dicalonkan oleh partai politik. Apa artinya? penguasa dan penentu bandul politik bukan rakyat tetapi adalah partai politik. Jadi paham ya. Hiruk pikuk media massa pencalonan Paslon dalam kontestan Pilpres 2024 itu semua hanya omong kosong. Para pengamat bicara itu hanya cara cari uang receh. Tidak ada makna sebenarnya. Karena pembicaraan sebenarnya di ruang bisik bisik antar elite..
Kalau anda memahami politik dari media massa dan Youtube maka sebenarnya anda sedang terjebak dalam drama korea. Anda akan larut dalam ilusi atau imaginasi setiap episode drama. Sehingga anda berusaha mencari pembenaran sendiri atas sikap Jokowi dan Gibran atau para elite partai politik. Tentu anda akan berusaha berimaginasi seperti melihat orang sedang bermain catur. Tidak begitu sebenarnya, Diantara para elite partai terjalin komunikasi diam diam dan itu hanya bisa dilihat dari sikap dan perbuatannya.
Kalau Gibran memutuskan bergabung dengan Golkar dan akhirnya jadi cawapres Prabowo, itu bukan mendadak. Tetapi sudah direncanakan oleh team kecil sejak dua tahun lalu. Team itu dari relawan yang dimotori oleh kader NU yang bukan pengurus PBNU. Jokowi sendiri dari awal tidak setuju dengan team kecil ini. Sementara Prabowo juga tidak tertarik berpasangan dengan Gibran. Team ini bekerja secara diam diam untuk mengkondisikan Prabowo harus mau menerima Gibran sebagai pasangan. Itu sebagai exit plan kalau Ganjar tidak bisa dikendalikan olem team kecil atau tidak berpasangan dengan Prabowo.
Namun ketika Ganjar sepenuhnya dikendalikan PDIP dan tidak patuh kepada team kecil, saat itu juga Jokowi meminta pak Pratikno mengawal proses Gibran menjadi Cawapres Prabowo dan pada waktu bersamaan Airlangga ( Golkar ), Zulham ( PAN), Eric tersangkut kasus. Untuk aman, mereka tidak ada pilihan kecuali harus dukung Gibran sebagai Cawapres Prabowo. Kalau Prabowo menolak, Golkar dan PAN akan keluar dari koalisi. Otomatis Prabowo tidak cukup suara ikut Pilpres. Jadi baik Prabowo maupun PAN dan Golkar dalam posisi no another alternatif to objection terhadap Gibran. Memang smart design nya.
Penentuan Gibran sebagi Cawapres, Itu bukan karena Coattail effect Jokowi yang menurut lembaga Survey approval rating diatas 80%. Tetapi karena exit plan Jokowi untuk soft landing. Jokowi sebagai presiden mengendalikan TNI dan POLRi yang sangat strategis untuk mencapai kemenangan dengan mudah. Pemilihan Gibran semata mata karena alasan itu. Mungkinkah?. Ya sangat mungkin. MK saja bisa diatur. Tapi PDIP baca itu dengan jelas. Silahkan. PDIP tidak kawatir. Sudah siapkan team handal untuk mengatisipasi penyalah gunaan POLRI dan TNI untuk kepentingan pemengan pemilu.
Dalam team sukses Ganjar - Mahfud, ada Mantan Wakil Kepala Polri (Wakapolri) Komisaris Jenderal (Purn) Gatot Eddy Pramono. Pada 2018, Gatot juga dipercaya menjadi Ketua Satgas Nusantara yang dibentuk agar Pilkada Serentak 2018 bisa berjalan aman. Jadi dia tahu peta kecurangan pemilu. Ada juga Andika Perkasa mantan Panglima ABRI yang pasti menguasai data sumber daya TNI untuk mendukung Pemilu jujur dan adil. Dan terakhir anda Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto. Semua tahu data inteligent dari TNI dan POLRI dan BIN diolah di Lemhanas. Andi tahu setiap gerak paslon lain sehingga mudah menentukan design kampanye. Itu semua yang pilih Jokowi dan termasuk orang jokowi juga.
Sebenarnya kalau Gibran bukan pasangan Prabowo, dipastikan Prabowo bisa menang mudah. Mengapa? dipastikan dari tiga paslon itu tidak mungkin selesai satu putaran. Karena berdasarkan hasil survey elektabilitas tidak ada yang dapat suara diatas 50%. Namun dipastikan Prabowo akan lolos pada putaran pertama. Tinggal lawannya pada putaran kedua, Anies atau Ganjar. Siapapun lawannya, Prabowo tetap menang. Kalau lawannya Anies, pemilih Ganjar akan pilih Prabowo. Engga mungkin pilih Anies. Kalau Ganjar lawannya, pemilih Anies akan pilih Prabowo. Engga mungkin milih Ganjar. Tapi, dengan Gibran sebagai Cawapres, maka pendukung Anies dan Ganjar akan bersatu untuk menghabisi Prabowo pada putaran pertama. Sentimen primordial dan nepotisme itu sangat efektif menimbulkan antipati kepada paslon. Jadi memang niatnya memang habisi Prabowo.
Makanya PDIP senyum aja. Bagi PDIP sikap Gibran dan Jokowi itu biasa saja. Bukan hal yang serius untuk dibahas oleh para elite PDIP. Mengapa? mereka hanya focus turun ke akar rumput untuk panetrasi pemilih dengan mengkampanyekan idiologi Soekarno. Itu aja. Pada akhirnya yang menentukan pemenang pada Pilpres nanti bukan paslon tetapi mesin partai dan logistik.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.