Teman saya di AS sempat telp saya. Minta bantuan bayar sewa apartement. Karena rumahnya disita bank. Dia kena PHK, dan tak mampu bayar cicilan. Ceritanya, dia sempat datang ke rumah anaknya yang bekerja sebagai tukang ledeng. Namun baru sampai di rumah anaknya, dia sudah harus pergi. Karena anaknya tidak sanggup menanggung hidupnya dan tinggal sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Saya bantu. Karena dia teman saya.
Pernah tahun 2009 paska krisisi lehman. Saya ngobrol dengan teman teman fund manager di London. Mereka umumnya mengeluhkan krisis wallstreet. Banyak diantara mereka yang kehilangan income sampai 90%. Bahkan ada yang kena PHK. Mereka sempat kawatir akan masa depannya. Saya katakan kepada mereka, kamu tahu, tahun 1998 kami kena krisis Moneter. Kurs rupiah terjun bebas. Tahun yang sama kami mengalami krisis politik. Belum usai krisis diatasi, kami kena bencana alam Tsunami. 300.000 orang mati di Aceh.
Bayangkanlah. Ketika krismon terjadi, 95% rakyat masih ada dalam kubangan kemiskinan. Rupiah jatuh. Yang kaya jatuh miskin, yang miskin semakin terpuruk. Beda sekali dengan kalian yang walaupun krisis tapi kelas menengahnya diatas 50%. Miskin tidak lebih 10%. Apakah kami musnah sebagai bangsa dan gagal sebagai negara ? Tidak. Kami tetap eksis. Bahkan setelah tahun 2004 PDB kami terus meningkat. Mereka tentu bingung atas jawaban saya itu. Tetapi karena saya bicara fakta, maka itu menjadi hikmah agar mereka tegar melewati krisis.
Lantas apa yang membuat bangsa kita ini kuat dan negara maju lemah secara sosial dalam menghadapi krisis ? jawabannya adalah modal sosial ( human capital). Modal sosial ini adalah warisan leluhur dalam bentuk budaya dan adat. Apa sih modal sosial itu? Ada tiga. Modal sosial mengikat (social capital bonding), modal sosial menyambung (social capital bridging) serta modal sosial mengait (social capital linking) memiliki bentuk yang berbeda. Menurut Woolcock (2000) modal sosial mengikat (social capital bonding) merupakan tipe modal sosial yang memiliki karakteristik ikatan yang kuat (adanya perekat sosial) dalam suatu sistem kemasyarakatan. Pada umumnya berasal dari ikatan kekeluargaan, sahabat, dan kehidupan bertetangga. Anggota dalam modal sosial ini umumnya memiliki interaksi yang insentif.
Modal sosial menyambung (social capital bridging) merupakan ikatan sosial yang muncul akibat reaksi atas berbagai macam karakteristik kelompoknya. Modal sosial tipe ini muncul karena adanya berbagai macam kelemahan yang ada di sekitarnya, sehingga membangun kekuatan dari kelamahan tersebut. Terbentuk modal sosial tipe ini karena adanya interaksi antar kelompok dalam suatu daerah dengan tingkatan yang relatif lebih rendah seperti etnis, kelompok agama, serta tingkat pendapat tertentu. Sementara modal sosial mengait (social capital linking) adalah hubungan sosial yang dikarakteristikkan akibat adanya beberapa level hubungan dari kekuatan sosial ataupun status sosial yang ada di dalam masyarakat. Pada umumnya modal sosial mengait (social capital linking) terbentuk dari adanya hubungan formal antar berbagai pihak seperti bank, sekolahan, lembaga politik, pertanian, klinik kesehatan, kepariwisataan dan sebagainya.
Pada umumnya ketiga tipe modal sosial ini dapat berfugsi tergantung dari keadaanya. Ketiga tipe modal sosial tersebut dapat bekerja dalam kelemahan ataupun kelebihan dari suatu permasalahan yang ada di masyarakat. Tipe modal sosial tersebut dapat dijadikan serta digunakan untuk pendukung sekaligus dapat menjadi penghambat dalam ikatan sosial tergantung bagaimana individu atau masyarakat memaknainya. Teori modal sosial menunjukkan bahwa hubungan interpersonal menciptakan nilai bagi individu karena mereka menyediakan sumber daya yang dapat digunakan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Artinya kalau kita engga ada uang, ada kakak, adik atau orang tua yang pasti akan menolong. Dan biasa nya ada teman atau tetangga yang membantu. Kalaupun kita tidak punya kredit karena pelit, tetapi agama mendidik kita bahwa tidak beriman orang ketika dia tidur ada tetangganya kelaparan. Orang membantu karena kebuhan akan iman.
Masalahnya sejak tahun 2004 sampai tahun 2023, modal sosial kita sudah tereduksi karena sistem pemilu langsung. Dampaknya? timbulnya penyakit kebudayaan berupa sifat egocentris. Pemilu perlu ongkos logistik. Padahal kalau gotong royong, kan tidak perlu ongkos logistik. Hubungan interpersoal kader partai dan kontituen, itu harusnya terbina lewat proses panjang sehingga menjadi jaring sosial yang kokoh. Sila keempat, sistem perwakilan adalah yang paling cocok untuk pertahankan modal sosial. Biarkan rakyat memilih partai yang akan mewakilinya di DPR/MPR. Selanjutnya biarkan mereka yang terpilih itu untuk mempertimbangkan secara hikmat bijaksana menentukan siapa yang pantas jadi Presiden.
Mungkin anda heran ketika Ganjar berkata “ ngurus marhaen itu mudah. Engga perlu uang banyak. “ Kalau anda belajar tentang idiologi Marhaen, anda akan sampai pada tesis hidup gotong royong.. Layanan publik kelas premium seperti kendaraan pribadi, pesawat terbang, jalan toll, Apartemen mewah, real estate, silahkan nikmati oleh orang kaya karena mereka mampu menyediakan dan juga mampu bayar. Tetapi negara hadir untuk memastikan terjadinya susbidi silang antara layanan publik orang kaya dengan layanan publik orang miskin, berupa sarana transfortasi yang murah, perumahan yang murah. Skemanya bukan direct subsidi lewat APBN tapi lewat tarif.
Begitu juga, tata niaga komoditas utama berupa tambang, CPO dan lain lain berbasis system stockis untuk memastikan negara hadir untuk terjadinya gotong royong antara modal, produsen, pembeli, penjual dan lingkungan sosial dalam satu ekosistem. Keren kan. Karena dari usaha kecil sampai besar dalam sinergi yang solid. itulah gotong royong! Kalau para elite cerdas dan punya visi untuk menggunakan kekuatan modal sosial itu terjadinya proses produksi barang dan jasa. Tentu dengan begitu besar sumber daya negara ini tidak sulit mempercepat pembangunan menuju kemakmuran. Sayang sekali, kita punya banyak orang terpelajar tapi tidak cukup cerdas melaksanakan kemanusiaan yang adil dan beradab.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.