Tuesday, June 21, 2022

Fake growth

 




Kemarin saya diskusi dengan teman “ Indonesia hebat ya. Banyak negara sedang menuju resesi. Tapi Indonesia selamat dan aman. Karena inflasi kita rendah dibandingkan negara lain. Gimana pendapat kamu “ Katanya.


“ Inflasi itu sangat berbahaya kalau peredaran uang ( M2) lebih banyak di sektor moneter dan di pompa untuk konsumsi. Tetapi kalau uang beredar lebih banyak untuk investasi real dan produksi, itu bagus, Karena bisa jadi candu untuk berkompetisi dan terus berproduksi.


Contoh, anda berproduksi 1000 unit. Kalau inflasi katakanlah 6%/ tahun, itu tidak membuat anda stress kalau 30% dari produksi itu tidak terjual dan jadi stok. Karena tidak akan rugi. Waktu penyimpanan terbayar oleh inflasi. Orang juga males nempatkan uangnya di bank. Karena lama lama uang disimpan akan habis valuenya. Orang lebih suka pegang barang daripada uang. Sehingga ekonomi bergairah dan peluang meluas bagi semua. “Kata saya ala pedagang sempak.


“ Gimana caranya inflasi itu bisa jadi candu? “


“ Pertama, distribusi barang dan jasa harus efisien. Tata niaga harus mendukung kelancaran distribusi, diantaranya aturan mengenai logistik yang cepat dan murah dan ketersediaan infrastruktur ekonomi. Dua, distribusi modal harus inklusif. Sehingga bukan hanya bisa diakses oleh mereka yang qualified sebagai debitur bank tapi juga kepada yang tidak bankable. Artinya beragam sumber daya modal tersedia bagi semua golongan dan kelas.


Tiga, proses perizinan harus cepat dan murah bagi semua. Tidak ada lagi proses berbelit belit dengan beragam izin yang tidak jelas. Empat, upaya pemberantasan korupsi efektif, dan membuat kepastian hukum dan bisnis proses. Sehingga peluang berlaku bagi semua.


“ Artinya Jokowi sudah benar. “ Kata teman.


“ Nah di era Jokowi ini hal yang luar biasa adalah inflasi sangat rendah. Inflasi rendah itu bagus kalau memang fundamental ekonomi kita sustainable. Artinya uang terdisistrbusi luas namun investasi juga besar. Jadi ada korelasinya antara pertumbuhan dan investasi real. Tapi faktanya inflasi itu bisa rendah karena intervensi pemerintah yang berlebihan untuk menjaga inflasi. Ongkosnya mahal sekali. HItung aja berapa dana ekspansi sosial di APBN. Padahal kalaulah inflasi rendah ya engga perlu ada intervensi sosial yang berlebihan. “ Kata saya.


“ Ah kamu ngeles aja. Sok pinter” kata teman.


“ Ya memang saya bodoh. Engga sarjana. Tapi pemerintah sadar inflasi rendah itu fake. Makanya perlu ada pengalihan lewat subsidi.”


“ Yang benar kamu. Makin ngawur aja kamu. Lama kayak kadrun kamu.”


“ Engga percaya? Pertama. Berdasarkan logistic performance index (LPI) 2020 yang dirilis Bank Dunia, Indonesia ada di peringkat 46, sedangkan Malaysia 41, Vietnam 39, Thailand 32, dan Singapura peringkat 7. Kedua, distribusi modal terhdap PDB masih dibawah 50%. Artinya memang tidak niat membagikan modal kepada semua orang. Hanya kepada segelintir orang saja.


Ketiga. Bank Dunia mencatat tahun 2020, Doing Business Indonesia skor menjadi 67,96. Namun peringkatnya flat di urutan ke-73. Kalah dengan India (dari peringkat 63 ke 77), Jamaika (dari 75 ke 71), Uzbekistan (dari 76 ke 69), dan Oman (dari 78 ke 68). Empat, skor Doing business ini berkorelasinya tingginya Index ICP di skor 38 dan ranking 96 dunia. Indonesia disamakan dengan negara korup lainnya seperti , Argentina, Brazil, Turki, Serbia dan Lesotho.”


Berdasarkan data tersebut diatas paham ya. Kalau inflasi selama ini memang fake, yang bisa kapan saja meledak. Sekali meledak, itu akan cepat sekali naik tanpa bisa dibendung. Akan menjebol struktur ekonomi yang rapuh dan menyapu semua mereka yang berpenghasilan tetap, dan bokek. “


“ Duh solusinya gimana ?


“ Solusinya engga sulit. Kalau inflasi harus naik, ya udah. Tapi harus diikuti dengan perbaikan empat hal itu. Marilah focus kepada empat hal itu saja. Perbaiki dan kerjalah yang focus, engga usah mikir Pemilu 2024. Saya tahu Jokowi itu berniat baik, tetapi dia engga bisa kerja sendirian. Perlu pendamping dan pembantu yang juga berniat baik dan mau kerja.” kata saya tersenyum.


Dia keliatan bengong dan bingun mau tanya apa lagi. “ Engga usah bingung. Lah pendapat pedagang sempak lue dengar. Focus aja dengan diri masing masing. Engga usah sibuk dengan politik. Kalau ada orang kritik, itu bagus. Artinya mereka sayang kepada Jokowi dan ingin indonesia lebih baik untuk generasi berikutnya.” Kata saya


***

“ Emang salah ya uda subsidi itu ? Tanya Yuni.


“ Subsidi itu sama dengan pisau bermata dua. Kalau dilakukan dengan benar, itu cara smart memacu pertumbuhan dan kemakmuran. Kalau engga, bisa merusak sistem dan menciptakan sarana korupsi”


“ Maksudnya ?


“ Kalau subsidi itu diberikan kepada industri hulu,  itu bagus untuk menciptakan daya saing kepada industri hilir. Contoh pemerintah memberikan subsidi dalam bentuk tarif kepada industri baja, Nikel, CPO, kimia dll . Nah itu bisa melahirkan peluang bagi industri Hilir. Investor domestik dan luar negeri akan antusias berinvestasi di hilir. Karena efisien dan tentu mudah bersaing. Jadi walau di hulu pemerintah engga dapat pajak tetapi di hilir dapat pajak banyak dan tentu menyerap angkatan kerja luas.”


“ Terus..”


“ Tetapi kalau subsidi kepada harga pasar, nah ini bahaya. Karena engga jelas targetnya. Kan kalau harga disubsidi bisa saja orang yang tidak tepat menerima subsidi. Contoh subsidi BBM, kan sulit kendalikan apakah yang menerima subsidi itu orang yang sesuai target. Kalaupun diatur, nah aturan itu bisa jadi sumber korupsi. Umumnya pemerintah lebih suka subsidi lewat intervensi harga. Karena gampang dikorup. Semua kebagian, dan hebatnya dapat citra politik bagus di hadapan  rakyat . Tetapi jelas tidak mendidik dan distorsi terhadap hukum pasar. 


“ Jadi seharusnya gimana untuk contoh seperti BBM itu.”


“ Seharusnya pemerintah memberikan subsidi lewat skema investasi agar Pertamina atau NOC bisa bangun kilang, bunker dan tiingkatkan lifting migas. Nah dengan adanya subsidi di upstream, trade off nya pemerintah bisa buat tata Niaga untuk menstabilkan harga. “


“ Gimana kalau terjadi gejolak harga diluar batas rasional?


“ Biarkan saja. Itu kan hukum pasar. Engga bisa dilawan. Yang harus dilakukan adalah meningkat anggaran Sosial di APBN dalam bentuk subsidi langsung kepada masyarkat miskin yang terdampak akibat kenaikan harga itu. Ya karena apbn tentu ada program yang terukur untuk salurkan subsidi itu. Seperti PSO subsidi ongkos angkutan umum, BLT, dll.” Kata saya.


“ Kan sederhana masalahnya. Ada teorinya semua itu. Kenapa sulit diterapkan dalam kebijakan publik?


“ Kamu tahu, semua kebijakan itu dibuat oleh orang terpelajar, bahkan kebijakan korup pun ada pembenarannya lewat kajian akademis. Sehingga korupsi sulit diberantas karena sudah korup sejak dalam pikiran,  ya mind corruption. Itulah mental feodal. “ kata saya


***


Saya sering ditanya oleh teman teman. Apa dasar berinvestasi di luar negeri ? Alasannya ? Pertama? Uang tidak berasal dari warisan. Tetapi uang berasal dari pinjaman dan venture. Artinya harus jelas menguntungkan. Kedua, berinvestasi di Indonesia itu tidak efisien dari segi uang maupun waktu. Ketiga, karena alasan pertama dan kedua itu, menjadikan Indonesia bukan skala prioritas berinvestasi. 

Benarkah alasan saya itu ? 


Mari kita lihat indikator Incremental Capital Output Ratio (ICOR). ICOR adalah suatu rasio antara investasi dengan pertumbuhan output, yang berfungsi untuk menunjukkan efisiensi investasi di suatu negara. Semakin tinggi ICOR di suatu negara, maka semakin tidak efisien perekonomian di negara tersebut. Indonesia  level ICOR 6,24 pada 2022. Bandingkan dengan Malaysia yaitu 5,4, kemudian India (5), Filipina (4,1), dan Vietnam (3,7). Apa penyebabnya? Korupsi. 


Engga percaya ? Mari kita lihat data rasio investasi terhadap PDB.  Saat sekang rasio investasi terhadap PDB adalah 32%. Sejak era Jokowi rasio nya setiap tahun berkisar 30-42%.  Jadi soal investasi kita mengalahkan semua negara ASEAN. Saingan kita hanya China saja. Bahkan Eropa dan AS kalah jauh dengan kita. Tetapi mengapa begitu besarnya investasi namun tidak berdampak kepada kemakmuran secara luas ? Karena korupsi. Diperkirakan 30% Dana investasi itu di korup dengan berbagai modus yang sulit tersentuh hukum. 


Apa artinya ?  Yang kita bangun hanya proyek phisik yang bersifat rente. Bukan investasi  yang mendorong eskpor, mendorong tumbuhnya hilirisasi SDA, membawa teknologi yang bisa diimplementasikan dan ditransfer ke dalam negeri, dan memerhatikan lingkungan yang menjamin sustainable growth.


Masih engga percaya ? Mari kita lihat minat bank dalam negeri untuk mengukur sejauh peluang bisnis yang layak itu di Indonesia ? Saat sekarang rasio credit perbankan terhadap PDB hanya 35%. Rasio pasar modal terhadap PDB 50,76 %. Uang beredar terhadap PDB 45%. Apa artinya? Dalam negeri saja ogah Investasi apalagi asing. Bandingkan negara lain, seperti china, India dan Singapore. Itu rata rata diatas 100% PDB.


Memang saat sekarang kita termasuk aman dari resesi. Itu karena kita tahan dengan beragam subsidi. Tetapi ada batasnya pertahanan itu. Mulai akhir kwartal 1 sudah mulai merangkak naik inflasi dan udah engga bisa ditahan lagi. Kerena faktor rendahnya kualitas pembangunan, walau  krisis belum terasa , namun sekali kena mungkin kita negara yang sulit mengatasinya. Beda dengan negara lain. Saya tidak melihat menteri ekonomi Jokowi berpikir  bagaimana memperbaiki kualitas pembangunan. Karana sekarang mereka sibuk cari Cuan untuk pemilu 2024.


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.