Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali melemah. Pada Kamis (19/3/2020) sore, rupiah kurs tengah Bank Indonesia (BI) anjlok ke level Rp 15.919 per dolar AS. Pelemahan rupiah ini sama dengan pelemahan mata uang lainnya di dunia. Mengapa ? Saya akan uraikan secara ringkas penyebabnya, yang sebetulnya sesuatu yang sudah dipahami oleh negara manapun.
Pertama, akibat dari trade war AS -China yang sedang berlangsung berdampak kepada menyusutnya pasar akibat harga melambung dan permintaan turun. AS menaikan tarif berharap bisa membuat China kalah bersaing, tetapi secara otomatis China melemahkan mata uangnya. Kenaikan tarif berimbas ke negara lain, sementara China semakin kompetitif. Keadaan ini seperti terus berlangsung dari setiap phase perundingan antara AS-China, sehingga upaya normalisasi pasar dan ekonomi tidak kunjung ada titik temunya.
Kedua, akibat hal pertama diatas, banyak perusahaan yang terperangkap biaya tetap yang tinggi sementara pendapatan terus menurun akibat harus menyesuaikan diri dari kenaikan tarif, atau kalah bersaing dipasar. Kalau pendapatan turun, maka penerimaan pajak negara juga turun. Semua negara mengalami penurunan penerimaan pajak sejak beberapa tahun lalu. Indonesia sejak tahun lalu penerimaan pajak turun. Tahun ini defisit APBN semakin melebar. Defisit anggaran meningkat 0,34% dibanding periode sama tahun lalu, dari Rp 54 triliun menjadi Rp 62,8 triliun pada Februari. Defisit anggaran itu setara dengan 0,37% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Ketiga, sejak akhir desember 2019 ada wabah corona di China, sebagian besar industri China shut down. Hampir semua industri di dunia mengalami masalah kesulitan akan supply chain, yang tadinya 30% berasal dari China. Walau hanya dua bulan namun berdampak luas dengan turunya kapasitas produksi dunia, yang tentu semakin membuat korporat terjebak dengan biaya tetap. Masuk januari korporat dipaksa untuk menguras arus kasnya bayar utang. Sementara likuiditas terperangkap tanpa pemasukan. Bahkan utang baru untuk refinancing tertutup akibat bursa mengalami penurunan luar biasa. Perbankan pun melakukan aksi play safe menjaga tingkat NPL dengan memperketat pemberian kredit. Maka lengkaplah kekacauan likudiitas.
Keempat, dua minggu lalu the Fed menurunkan suku bunga. Dalam situasi pasar normal, ini sangat menolong memperbaiki likuiditas. Namun dalam situasi pasar sedang terpuruk, semua investor mengalihkan investasinya ketempat yang aman. Justru perpindahan investasi terjadi ke surat utang AS, walau berbunga murah. Orang butuh rasa aman, bukan lagi tingkat bunga. Akibatnya bursa ASIA termasuk Indonesia terpuruk. Terjadi aksi jual dalam rangka reposisi asset. Termasuk aksi jual terhadap rupiah pindah ke mata uang aman, seperti Yuan dan US dollar. Rupiah terpuruk.
Nah dengan keempat hal tersebut, tidak ada satupun negara bisa aman dan terbebas dari krisis. Virus corona satu hal tetapi penyebab utama adalah krisis fundamental berawal dari perang dagang AS-China, yang disikapi oleh Trumps dengan tidak rasional, dan kemudian datang virus corona yang disikapi irasional oleh market. Maka lengkaplah derita ekonomi. Udah jatuh ketimpa tangga. Skenario terburuk kalau dalam 3-6 bulan masalah virus corona ini tidak teratasi maka pertumbuhan ekonomi dunia akan terkoreksi mendekati 0%. Pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan akan berkisar 2,5-0% kalau masalah corona berlangsung 3-6 bulan.
Untuk indonesia sekarang, walau rupiah terpuruk, defisit APBN melebar, namun secara makro masih sehat. Inflasi masih terjaga rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi, dan cadangan devisi masih sangat aman. Walau ekspor turun namun impor juga turun. Masalahnya sampai kapan kita bisa bertahan bila situasi politik semakin memanas akibat kepanikan Covid 19 ini. Jadi apa yang seharusnya dilakukan oleh Indonesia?
Pertama, tetap focus kepada fostur APBN 2020 yang ada. Jangan ada pengeluaran anggaran atas dasar kepanikan politik akibat virus corona. Agar defisit APBN tidak melebar, pemerintah harus memotong pengeluaran belanja pagawai dan memberikan stimulus kepada dunia usaha. Dari pemotongan anggaran belanja pegawai dan yang tidak masuk prioritas , itu sudah menghemat sedikitnya 30% dari APBN. Jadi kita bisa surplus untuk sementara. Jadikan wabah virus corona ini untuk mereformasi APBN agar lebih efesien. Yakinlah, ini akan memperbaiki kurs rupiah. Setelah wabah virus berlalu kita akan lebih baik dari sebelumnya, setidaknya APBN/D tidak lagi jadi sumber bancakan.
Kedua, pemerintah harus belajar dari Vietnam dan negara lain yang melobi China agar tidak mengurangi komitmen investasinya dan terus berproduksi agar geliat ekonomi dunia kembali bergairah. Kalau ekonomi China tumbuh, itu sudah membantu 1/3 ekonomi dunia untuk pulih. Kini dunia hanya bergantung kepada ekonomi China. AS dan Eropa sedang sekarat.
Ketiga, dalam situasi seperti sekarang ini, siapapun yang bermain politik kotor dengan menerbar issue politik yang menciptakan kekacauan, distrust terhadap pemerintah sebaiknya langsung dibungkam. Engga ada urusan dengan HAM dan demokrasi. Karena ini menyangkut kapal ekonomi yang memuat penumpang lebih dari 250 juta orang yang berhadapan dengan faktor eksternal. Ini bukan karena pemerintah tidak becus urus ekonomi. Semua negara mengalami hal yang sama. Kalau tidak tegas, kapal karam, yang korban rakyat miskin dan yang tampil adalah predator berbungkus politik populis dan agama.
Dulu kita bisa merdeka karena semua golongan dan anak bangsa bersatu untuk mengusir penjajah. Sekarang kita sudah merdeka, saatnya kita bersatu menghadapi krisis ekonomi plus corona, bukan untuk kita saja tetapi untuk masa depan anak cucu kita. Kalau kita tidak bersatu maka negara kita akan kembali dijajah secara politk.***
Pengamat Asbun dan provokatif.
Pertama, tetap focus kepada fostur APBN 2020 yang ada. Jangan ada pengeluaran anggaran atas dasar kepanikan politik akibat virus corona. Agar defisit APBN tidak melebar, pemerintah harus memotong pengeluaran belanja pagawai dan memberikan stimulus kepada dunia usaha. Dari pemotongan anggaran belanja pegawai dan yang tidak masuk prioritas , itu sudah menghemat sedikitnya 30% dari APBN. Jadi kita bisa surplus untuk sementara. Jadikan wabah virus corona ini untuk mereformasi APBN agar lebih efesien. Yakinlah, ini akan memperbaiki kurs rupiah. Setelah wabah virus berlalu kita akan lebih baik dari sebelumnya, setidaknya APBN/D tidak lagi jadi sumber bancakan.
Kedua, pemerintah harus belajar dari Vietnam dan negara lain yang melobi China agar tidak mengurangi komitmen investasinya dan terus berproduksi agar geliat ekonomi dunia kembali bergairah. Kalau ekonomi China tumbuh, itu sudah membantu 1/3 ekonomi dunia untuk pulih. Kini dunia hanya bergantung kepada ekonomi China. AS dan Eropa sedang sekarat.
Ketiga, dalam situasi seperti sekarang ini, siapapun yang bermain politik kotor dengan menerbar issue politik yang menciptakan kekacauan, distrust terhadap pemerintah sebaiknya langsung dibungkam. Engga ada urusan dengan HAM dan demokrasi. Karena ini menyangkut kapal ekonomi yang memuat penumpang lebih dari 250 juta orang yang berhadapan dengan faktor eksternal. Ini bukan karena pemerintah tidak becus urus ekonomi. Semua negara mengalami hal yang sama. Kalau tidak tegas, kapal karam, yang korban rakyat miskin dan yang tampil adalah predator berbungkus politik populis dan agama.
Dulu kita bisa merdeka karena semua golongan dan anak bangsa bersatu untuk mengusir penjajah. Sekarang kita sudah merdeka, saatnya kita bersatu menghadapi krisis ekonomi plus corona, bukan untuk kita saja tetapi untuk masa depan anak cucu kita. Kalau kita tidak bersatu maka negara kita akan kembali dijajah secara politk.***
Pengamat Asbun dan provokatif.
"Rp akhirnya jebol juga Rp16.000/$. Tim ekonomi @jokowi memang payah. Sudah diingetkan potensi krisis sejak 1,5 tahun yll & alternatif2 solusi, keminter & jumawa padahal tidak punya tranck record ‘turn around’ makro ataupun korporasi. Yg ada pembisik2 angin sorga," tulis Rizal melalui akun Twitternya @RamliRizal, Kamis (19/3/2020). Rizal melanjutkan walaupun BI sudah intervensi, rupiah tetap jebol Rp16.000. Dia mengatakan intervensi akan sangat mahal dan nyaris sia-sia bagaikan buang garam kelaut, kecuali ada dukungan kebijakan fiskal dan terobosan sektor riil. Dia menambahkan, rupiah jebol Rp16.000 per dolar AS akan spiral. Karena komponen impor besar untuk kebutuhan dalam negeri, harga-harga kebutuhan rakyat akan naik ditambah panic buying.
Saya akan focus menjawab kepada solusi yang ditawarkan oleh RR, apa itu? kebijakan fiskal dan terobosan sektor riil.
Pertama, perang dagang dimulai bulan maret 2018. Praktis semua komoditas utama indonesia jatuh di pasar international. Bukan hanya Indonesia yang terkena dampak tapi seluruh dunia. Sejak saat itu dilakukan terobosan dengan mengurangi impor BBM dengan produksi biodisel dari sawit, sehingga bisnis sawit yang harganya jatuh bisa diselamatkan dan impor BBM turun. Melarang ekspor bahan mentah tambang dalam bentuk apapun, kecuali dalam bentuk barang jadi. Bisnis downstream tambang jadi bangkit di Sulawesi dan Kalimantan. Langkah ini merupakan terobosan yang luar biasa. Sangking luar biasanya mendapat kecaman dari Eropa dan Jepang. Gugatan ke WTO terhadap indonesia dilakukan mereka. Saya engga dengar anda bela RI.
Kedua, sejak awal Jokowi berkuasa, memperbaiki sistem distribusi barang dan jasa, termasuk logistik. Itu dengan cara membangun infrastruktur dan memperbaiki regulasi. Padahal kebijakan membangun infrastruktur ekonomi selalu anda nyinyirin. Apa yang terjadi? Walau rupiah jatuh, namun inflasi tetap terjaga. Tidak ada panic buying secara meluas. Itu karena distribusi lancar. Saat sekarang rupiah tembus 16.000. Apakah karena itu jokowi engga becus? Semua mata uang utama dunia juga jatuh. Apakah mereka juga engga becus? kan engga. Itu dampak dari pemangkasan suku bunga the Fed yang irasional, dan tidak berdampak jangka panjang. Hanya situasional saja.
Ketiga, anda selalu bilang harus ada kebijakan fiskal dan terobosan sektor riil. Tetapi mengapa anda tidak percaya dengan adanya RUU Omnibus law. Padahal itu adalah langkah seperti yang ada mau yaitu terobosan. Dalam komentar lain, anda bilang pesimis dengan omnibus law akan meningkatkan ekonomi. Alasannya masih ada korupsi di birokrasi. Lah Omnibus law itu justru bertujuan memangkas birokrasi dan mencegah korupsi dalam sistem birokrasi. Anda dkk, bilang Jokowi lemah. Lah mengapa anda dkk, menolak Omnibus law yang justru akan membuat Jokowi kuat?
Dengan tiga hal tersebut diatas, saya menduga anda sebetulnya sedang berpolitik, bukan beropini sebagai pakar ekonomi. Anda paham apa yang sudah dilakukan Jokowi di tengah keterbatasan, di tengah badai krisis perang dagang, di tengah wabah covid19, itu sangat luar biasa, namun anda tidak punya alasan rasional untuk menyalahkan kecuali menggiring opini ke politik. Bertambah bias lagi sikap anda adalah ketika anda memuji Gubernur DKI, tindakan Anies lebih baik dari pemerintah pusat. Padahal tindakan Anies dalam hal corona, justru menghancurkan sektor real di Jakarta. Semua geliat ekonomi di Jakarta langsung melemah tanpa ada solusi apapun dari Abas. Dia bilang ekonomi engga penting, yang penting kemanusiaan. Itu yang anda puji, kan bias uda...
Dengan tiga hal tersebut diatas, saya menduga anda sebetulnya sedang berpolitik, bukan beropini sebagai pakar ekonomi. Anda paham apa yang sudah dilakukan Jokowi di tengah keterbatasan, di tengah badai krisis perang dagang, di tengah wabah covid19, itu sangat luar biasa, namun anda tidak punya alasan rasional untuk menyalahkan kecuali menggiring opini ke politik. Bertambah bias lagi sikap anda adalah ketika anda memuji Gubernur DKI, tindakan Anies lebih baik dari pemerintah pusat. Padahal tindakan Anies dalam hal corona, justru menghancurkan sektor real di Jakarta. Semua geliat ekonomi di Jakarta langsung melemah tanpa ada solusi apapun dari Abas. Dia bilang ekonomi engga penting, yang penting kemanusiaan. Itu yang anda puji, kan bias uda...
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.