Thursday, March 10, 2016

Pilihan Rakyat...

Demokrasi itu berdiri di empat pilar yaitu legislatif, eksekutif ,judikatif dan Media Massa. Media massa dapat diperhitungkan sebagai kekuatan karena dari media massa public dapat ikut mengawasi eksekutif, legislatif dan yudikatif. Di Era global society community yang di dukung oleh IT , informasi mengalir begitu derasnya dan darimanapun sumbernya.  Bahkan media massa digital menyediakan ruang interaktif di setiap berita yang dimuat. Media social ( medsos) pun menjadi wahana penyebaran berita dari media massa melalui fasillitas link. Dari medsos pun muncul beragam opini terhadap kebijakan public. Sehingga sulit dikatakan bahwa di Negara yang menganut demokrasi liberal, orang bisa bersembunyi dari kesalahannya sebagai elite politik atau pejabat public. Inilah yang patut disadari oleh siapapun  yang terpilih sebagai bagian dari orang yang duduk di Legislatif, executive ,yudikatif.  Jangan pernah berpikir bahwa kekuasaan pada system demokrasi adalah kekuasaan yang bebas berbuat apa saja seperti kerajaan atau diktator. Sekali jadi penguasa atau pejabat public maka siap siaplah gerak gerik anda di awasi oleh public. Kehidupan pribadi anda tidak  lagi rahasia.  Apabila tidak hati hati maka cepat naik akan cepat jatuh. Cepat di puja, cepat masuk penjara.

Jokowi adalah contoh tepat bagaimana kekuatan media massa bisa mengantarkan si tukang kayu yang bukan jenderal, bukan professor, bukan pimpinan partai dapat melenggang  ke istana menjadi orang nomor satu di republic ini.  Ahok juga akan menjadi contoh bagaimana kekuatan media massa mendukung keberadaan “Teman ahok” untuk mengantarkan Ahok sebagai pemenang dalam Pilgub. Baik Ahok maupun Jokowi bukanlah elite partai. Mereka orang biasa saja. Mereka di dukung partai karena public menginginkan mereka sebagai pemimpin, dan partai “terpaksa “ melegitimasi keinginan rakyat itu. Lantas bagaimana bila ada orang , katakanlah seperti Ahok yang tidak mau di legitimasi partai  dan lebih ingin di legitimasi langsung oleh rakyat melalui jalur independent yang memang di benarkan oleh UU? Ini seharusnya tidak perlu menjadi kesan deparpolisasi atau ingin menggerus keberadaan partai. Ketika UU yang mengatur pemilu/pilkada di syahkan , tentu ini sudah diperhitungkan dengan matang oleh para wakil rakyat. Bahwa siapapun harus diberi ruang dan peluang untuk tampil menjadi pemimpin. Pada akhirnya rakyatlah penentu. Suara rakyat adalah suara Tuhan. Tidak bisa lagi Partai menjadi penentu siapa yang pantas memimpin.

Dengan adanya kekuatan ke empat atau media massa, seharusnya bisa juga menjadi jalur bagi siapapun yang memang punya potensi untuk menjadi pemimpin, entah berkaliber local atau nasional. Mungkin banyak orang hebat dari segi spiritual, intelektual, pengabdian di tengah masyarakat,namun mereka tidak mau tampil kepermukaan. Mereka lebih suka berbuat dalam diam dalam skala terbatas namun hasilnya fenomenal. Mereka menjauh dari partai karena tak ingin larut dalam kepongahan dan korup. Orang orang seperti ini seharusnya diangkat ke permukaan. Media massa tidak punya cara menemukan orang hebat. Namun Ormas yang berbasis keagamaan, social, budaya, bisnis dapat melakukan konvensi untuk menjaring mereka yang potensi untuk di tampilkan. Pada moment ini media massa akan meliputnya.  Contoh ormas seperti Muhammadiah, NU ,HKTI, Walhi, dll, melakukan konvensi calon pemimpin. Gemanya tentu akan menarik perhatian media massa dan public pun akan memperhatikan untuk bersuara meramaikan medsos. Bulan lalu FPI ( Front Pembela Islam ) telah berinisiatif melakukan konvensi memilih gubernur Muslim. Namun gemanya kurang besar. Karena ada unsur SARA , media massa kurang berminat meliputnya. Seharusnya FPI berfocus kepada “memilih Gubernur ber-akhlakul karimah”.

Bagaimanapun lahirnya kepemimpinan lewat jalur independent jangan disikapi berlebihan oleh elite partai. Semangat demokrasi harus di hidupkan di kalangan masyarakat agar nilai nilai demokrasi semakin mengerucut sehingga partai juga berubah menjadi benar benar lembaga bergengsi untuk mendidik orang menjadi elite politik di negeri ini. Selagi elite partai hidup seperti di istana gading dengan keangkuhan dihadapat rakyat ,maka jangan salahkan rakyat bila pemilu rakyat memilih bukan orang yang di legitimasi partai. Karena semakin lama rakyat semakin cerdas dan tahu siapa yang peduli dan tulus bersama mereka. Mereka tidak peduli jargon idiologi atau agama, mereka hanya meliat apabila calonnya jujur dan adil ,amanah maka mereka menjadi militan mendukung calonnya. Partai yang seharusnya menjadi patron rakyat malah  akan menjadi musuh yang harus dilawan oleh rakyat. Kepada elite Partai , mari sikapi suasana hati rakyat dengan cerdas untuk berubah menjadi lebih baik bagi rakyat dan kejayaan negeri ini.  



Monday, March 7, 2016

Riuh sesama anggota Kabinet.

Ketika Rizal Ramli di panggil Jokowi untuk menduduki jabatannya sebagai menteri, ia mengatakan pada awalnya masih ragu untuk menerima jabatan menteri dan bergabung dalam Kabinet Kerja Jokowi. "Saya sebetulnya tadinya ragu-ragu mau terima tapi saya terharu dengan cara Presiden Jokowi meminta saya untuk gabung bahkan dia bilang yang minta bukan Jokowi tapi rakyat Indonesia karena kita sedang dalam kondisi yang sulit," katanya.Ia mengaku lemas dan tidak bisa menolak atas tawaran tersebut. "Zaman dulu saya juga menolak, tapi karena Presiden Jokowi sungguh-sungguh yang minta dan ini disebut rakyat Indonesia, saya lemas dan memutuskan untuk menerima," katanya.

Itu salah satu contoh bagaimana cara Jokowi merekrut Menteri. Sebetulnya apa yang disampaikan Jokowi dengan alasan rakyat bukanlah hal yang luar biasa.Karena memang sejak reformasi, walau pemilihan menteri hak prerogatif Presiden namun secara hukum kedudukan Menteri tunduk kepada UU, bukan kepada Presiden. Presiden hanya membuat kebijakan makro politik yang berhubungan dengan SOSEKPOLBUD, dan pelaksana serta penjabaran tekhnisnya ada di bawah Kementerian dan Lembaga Negara lainnya , termasuk Pemprov dan Pemda, yang masing2 adalah lembaga otonom yang tunduk kepada UU dan aturan, bukan kepada Jokowi. Dalam sistem demokrasi,Presiden bukan penguasa seperti Raja yang titahnya adalah hukum, atau seperti Soeharto yang Inpres nya lebih sakti dibandingkan UU. Siapapun yang melakukan kebijakan yang menyimpang dari UU dan Aturan akan berhadapan dengan pedang hukum, yang siap di ayunkan oleh KPK kapan saja.

Contoh dulu ada kasus Century. Walau printah itu berawal dari keputusan presiden namun SBY tidak bisa di salahkan. Karena kebijakan bail out Bank Century itu ada pada kementerian yang tergabung dalam KKSK. Yang bertanggung jawab adalah pejabat yang terkait dengan KKSK dimana ketuanya adalah SMI. Juga kasus Kereta Cepat, mengapa Jokowi berani meresmikan proyek tersebut padahal izin belum ada? Karena peresmian itu adalah motivasi kepada bawahannya.Terbukti secara politik di dukung oleh dua gubernur Jawa Barat dan DKI, dimana proyek itu akan di bangun.Bagaimana kelanjutannya? itu kembali kepadaa Menteri terkait yang berwewenang memberikan izin. Begitu juga dengan masalah konsesi Sumber daya Alam, dimana wewenang itu ada pada Kementrian terkait. Mereka lebih tahu UU dan aturan yang menjadi dasar keputusan pemerintah. Jokowi hanya bersikap normatif sesuai dengan amanah UU.

Jadi riuh menteri di kabinet jokowi bukanlah sesuatu yang buruk.Itu tanda bahwa sistem pengelolaan negara yang demokratis berjalan dengan efektif. Sebelumnya hal ini tidak pernah terjadi.Karena memang tidak ada kebijakan fenomenal yang harus membuat menteri berbeda pendapat. Saat sekarang semua Menteri bekerja keras siang malam dengan target yang ketat dan terbuka serta diawasi langsung oleh Jokowi sampai ke lapangan. Jokowi sebagai leader tidak ada hentinya melakukan improvisasi motivasi agar kabinet bekerja efektif dan kreatif. Menurut cerita , Jokowi bekerja 18 jam sehari tanpa ada rasa lelah. Setiap rapat, Jokowi hanya bertanya apa yang sudah dilakukan oleh kementrian. Jokowi tidak suka membahas hal yang sama berkali kali. Sekali rapat langsung di putuskan dan selanjutnya dia berhak bertanya dan menuntut kinerja menteri. ini amanah rakyat dan semua mereka yang menjabat dibayar oleh rakyat.

Jadi riuh kabinet itu bukanlah hal yang luar biasa dan bukan pula bentuk kepemimpinan Jokowi yang tidak efektif. Begitulah seharusnya bekerja dalam sistem demokrasi. Semua berhak berbicara dan membuat kebijakan karena UU dan bertanggung jawab masing masing karena jabatannya dengan target yang ditetapkan Presiden.

Sunday, March 6, 2016

2016 menuju Resesi

Kurang dari satu dekade yang lalu, ekonomi dunia tenggelam ke dalam resesi besar: yang terdalam dan paling luas penurunannya sejak Depresi Besar tahun 1920-an dan 30-an. Sejak pasar saham jatuh pada tahun 2008, upaya pemulihan terkesan lambat dan tidak jelas arahnya. Walau Indeks S & P 500 naik lebih dari 92% selama lima tahun terakhir sampai dengan paruh kedua tahun 2015. Tapi harus di catat bahwa pertumbuhan selama lima tahun belakangan ini bagaimanapun, didorong oleh dana talangan pemerintah , kebijakan moneter yang longgar dan suntikan besar modal dalam bentuk pelonggaran kuantitatif. Bukan karena tumbuhnya sektor riel secara fundamental. Terbukti pada tahun 2016, S & P 500 turun hampir 9% sejak awal tahun ini. Mengapa ? Masalahnya adalah bahwa intervensi Pemerintah lewat kebijakan tidak dapat selamanya dilakukan hanya dengan uang murah dan dukungan bank sentral. Pada akhirnya, dasar-dasar yang mendasari ekonomi tumbuh harus lebih kuat untuk menciptakan pertumbuhan riil. Karena ekonomi riil telah tertinggal dalam banyak hal, mungkin ini indikasi bahwa dunia berada di ambang resesi global yang lain. Berikut adalah beberapa indikasi dunia mengarah ke resesi.

Eropa?
Krisis utang yang mengikuti Resesi Besar di Eropa telah menjadi isu yang terus-menerus, dan Eropa merupakan bagian penting dari ekonomi dunia. Bank Sentral Eropa (ECB) juga telah mengambil langkah luar biasa menerapkan pelonggaran kuantitatif di zona euro untuk merangsang pertumbuhan. Yang disebut PIIGS negara (Portugal, Irlandia, Italia, Yunani & Spanyol) telah diselamatkan berulang kali oleh Uni Eropa dan IMF, dengan langkah-langkah penghematan seperti kita ketika krismon.Tidak hanya melakukan penghematan tidak populer, langkah-langkah tersebut mungkin juga dibatasi pertumbuhan dengan mengurangi permintaan agregat dan menjaga beban utang di negara-negara ini tinggi. Yang terburuk dari PIIGS adalah Yunani, yang gagal bayar hutang kepada IMF pada tahun 2015. Orang-orang Yunani telah memilih sebuah pemerintahan anti-penghematan dalam sebuah referendum yang populer, menolak istilah bailout Uni Eropa dan menyerukan untuk mengakhiri penghematan memotong subsidi sosial. Meskipun Yunani sendiri merupakan bagian yang relatif kecil dari zona euro, rasa takut adalah bahwa jika Yunani meninggalkan mata uang bersama Eropa (disebut Grexit), negara-negara PIIGS lain akan mengikuti dan penularan akan menyebar, mengakhiri eksperimen euro. Sebuah bencana runtuhnya euro akan memiliki konsekuensi negatif yang luas bagi perekonomian dunia, mungkin membawa pada resesi terparah.

China.?
Ekonomi Cina telah tumbuh dengan tingkat yang luar biasa selama beberapa dekade terakhir. GDP Cina kedua di dunia setelah Amerika Serikat, dan banyak ekonom percaya bahwa itu hanya masalah waktu sebelum China akan mengambil alih posisi Amerika Serikat. Pemerintah China, bagaimanapun, memaksakan kontrol modal untuk menjaga uangnya dalam kendali penuh. Oleh karena itu, kelas menengah Cina telah berkembang, mereka memiliki beberapa pilihan untuk berinvestasi atas uangnya. Akibatnya, saham Cina dan real estate, dua tempat di mana orang-orang China dapat berinvestasi, menjadi semakin mahal, dampak dari sebuah gelembung yang terbentuk. Pada satu titik tahun lalu, pasar saham Cina memiliki PER rasio yang lebih tinggi dari negara lain, dengan sektor teknologi China yang menunjukkan valuasi gelembung-seperti lebih dari 220 kali PER. Untuk pembanding pasar NASDAQ untuk saham teknologi berat memiliki PER rata2 150 kali sebelum dot-com bubble burst. Pasar saham China telah mengalami koreksi, dengan pemerintah mengambil langkah-langkah peringatan seperti membatasi short selling. Baru-baru ini, dalam upaya untuk mengekang volatilitas, Cina telah memutus sirkuit yang akan menghentikan semua perdagangan di bursa saham negara itu jika kerugian turun menjadi 7%. Gila!Sementara itu, boom real estate telah menyebabkan kelebihan produksi bangunan sehingga disebut kota hantu, seluruh lanskap perkotaan mana tidak ada kehidupan. Ketika pasar melihat bahwa kelebihan pasokan tidak dapat memenuhi permintaan, harga bisa runtuh di pasar perumahan Cina.Jika ekonomi China tergelincir ke dalam resesi, kemungkinan akan menyeret seluruh negara dalam krisis dahsyat.

Amerika ?
Kini yang mulai menjadi jebakan ekonomi AS untuk terpuruk lagi adalah keharusan membayar hutang akibat kebijakan Amerika mem bail out utang mereka yang tidak punya penghasilan tetap.khususnya kredit perumahan. Ingat tahun 2008 Amerika membail out utang sebesar USD 1,2 triliun atau 3 kali GNP Indoensia dengan skema membundel utang tersebut dan di structure menjadi CDO untuk di jual di pasar uang.Sekarang bagaimana bayarnya ? Akan terkadi gelombang default sehingga menjatuhkan Trust dari US tresury untuk berfungsi dengan baik menggalang hutang di kemudian hari. Dan yang pasti karena itu sumber pendanaan untuk private mengerakan sektor riil akan habis karena hilangnya Trust Pemerintah di hadapan pasar uang.Angka statistik pengangguran turun tapi itu karena perubahan metode sensus dimana orang bekerja serabutan dianggap bukan pengangguran. Kalau sensus real angka pengangguran bukannya turun menjadi 4,9% ( pada bulan Januari, level terendah sejak krisis dimulai ) tapi justru meningkat menjadi 10,5 %. Itu salah satu sebab US dollar melemah. Bahkan untuk kerja mereka, upah riil tetap cukup stagnan. rekening upah riil dengan dampak dari inflasi, dan upah riil stagnan dapat menunjukkan ekonomi lemah yang tidak menunjukkan pertumbuhan ekonomi riil.

Solusi yg dilakukan Pemerintah.
Pejabat Bank Central biasanya menggunakan kebijakan moneter yang longgar, atau ekspansif untuk merangsang ekonomi ketika tampaknya melambat. Mereka menurunkan suku bunga, terlibat dalam operasi pasar terbuka, atau melalui pelonggaran kuantitatif.Karena suku bunga sudah mendekati nol, dengan beberapa negara Eropa bahkan mengerahkan suku bunga negatif kebijakan (NIRP), bahwa ternyata alat kebijakan ini tidak lagi efektif bagi bank untuk mencegah penurunan berikutnya. Sementara itu, pelonggaran kuantitatif dan pembelian aset pemerintah telah menggelembungkan neraca bank sentral ke tingkat belum pernah terjadi sebelumnya. Bank Central sebagai kebanggaan kapitalisme mulai terjebak dan tangannya terantai untuk menjadi Hero mengatasi krisis yang mengarah ke resesi.

Dunia menuju resesi ...
Penjualan ritel anjlok terbesar sejak sebelum resesi terakhir. Hal yang sama berlaku dengan penjualan grosir. Di AS pesanan pabrik turun pada bulan Desember 2015 dan terburuk sepanjang tahun. Menurut Departemen Perdagangan.  pertumbuhan riil AS GDP melambat. Pertumbuhan ekspor AS telah melemah. Keuntungan perusahaan menurun. Begitu juga negara lain termasuk Indonesia.

Kesimpulan
Kita mungkin di ambang resesi global yang lain. Pola dalam data ekonomi menunjukkan tanda-tanda pelemahan dan masalah bertahan di Eropa atau gelembung meledak di Cina mungkin menjadi pemicu yang mendamparkam kapal kapitalis ekonomi ke pulau karang. Tidak seperti pada tahun 2008, ketika bank sentral mampu menurunkan suku bunga dan memperluas neraca mereka, bank sentral sekarang tidak punya jurus dan ruang untuk mengatasi resesi ekonomi. Resesi adalah bagian normal dari siklus ekonomi makro dan dunia telah mengalami berkali kali yang terjadi dari waktu ke waktu. Resesi terakhir sudah tujuh tahun yang lalu. Tanda-tanda mungkin menunjukkan bahwa berikutnya adalah tornado ekonomi yang akan meluluh lantakan kebanggaan kapitalisme. Semoga Pak Beye paham, agar tidak lagi meminta ekonomi tumbuh 5%. Bagaimanapun pencapaian ekonomi Indoensia era Jokowi bukan hanya terbaik dibandingkan negara lain tapi memang keajaiban dunia.

Mungkinkah Ahok Menang?

Sahabat saya pengusaha hiburan mengirim WA kepada saya bahwa Ahok kehilangan teman yang dulu mendukung pembiayaan dia menjadi orang kedua di DKI. Karena setelah berkuasa janji kepada teman tidak di penuhi. Pajak hiburan di naikkan dan penambahan izin baru untuk usaha hiburan di perketat. Bagaimana mungkin kota mentropolitan seperti Jakarta di perketat dunia hiburan malamnya? Sebelumnya teman yang pengusaha properti juga mengeluhkan karena pemaksaan membayar utang fasos. Bagi pelanggar utang fasos akan mengalami kesulitan mendapatkan izin baru. Ahok boleh bangga dengan pemasukan lebih dari 3 triliun rupiah dari tagihan kepada pengembang , tapi bagaimanapun mereka adalah pendukung riel bagi ahok untuk tetap menjadi gubernur periode kedua. Kini mereka menarik diri dari dukungannya. Ahok bukan lagi teman seiring sejalan. Ahok nampaknya tidak peduli dengan mereka yang berbeda pendapat dengannya.Tidak butuh dukungan pengusaha yang mengharapkan fasilitas dari kekuasaannya. Ahok nampaknya ingin melawan arus seperti ikan salmon. Kalah menang akan dia hadapi dengan keyakinannnya. Bahwa dia ingin maju bukan karena trasaksional tapi memang berbuat dengan agenda niat baiknya,untuk rakyat Jakarta.

Partai besar seperti PDIP dan Garindra sudah dalam posisi " lu mau ikut gua, ikutin aturan gua. Lue hanya kerja untuk gua." Hal ini berlawanan dengan sikap Ahok yang selalu ingin maunya dengan agendanya, bukan agenda partai yang ujung ujungnya duit. Ada beberapa partai yang mau mendukung tapi butuh backing dari pengusaha untuk menggerakkan mesin partainya. Tanpa itu mereka tidak seratus persen berani mendukung. Jokowi keliatannya akan mendukung Ahok yang tentu tidak secara langsung. Dukungan itu melalui politik agar lembaga yang terkait dengan penyelenggaraan Pilgub dapat berlaku adil dan jujur tanpa terpengaruh dengan loby partai yang akan merugikan Ahok. Namun dukungan Jokowi akan sulit mengerakan resource nya bila Ahok tidak di dukung Megawati. Ahok memang tidak sendirian karena rakyat yang setia selalu ada di sampingnya. Kita akan liat nanti. Yang pasti kemenangan itu tidak lagi mudah yang dibayangkan

Apabila Partai tidak bersedia mengusung Ahok maka satu satunya harapan Ahok sebagai mesin politiknya adalah " teman Ahok" yang siap menjadi militan mendukung dia melalui calon Independent. Tapi apakah itu cukup di andalkan? Lawan yang di hadapan adalah Yusril, yang walau berkali kali gagal dalam capres namun dia punya koneksi kuat di kalangan elite politik dan juga pengusaha. Walau mengelola partai Yusril gagal namun secara pribadi piawai dalam memainkan perannya sebagai politisi. Dia tidak akan terjebak gaya politisi Islam walau dia punya dukungan dari partai dan ormas Islam. Yusril akan menghindari kampanye hitam dan menjauh dari slogan anti SARA. Dia akan menampilkan dirinya yang santun dan tentu berusaha menggandeng pasangannya yang mencerminkan dukungan kaum muda. Cara ini menjadikan Ahok berada dalam posisi tidak mudah melawan Yusril, apalagi bila Ahok tetap dengan gayanya yang terkesan keras dan mudah terpancing polemik.

Kalau sampai Ahok maju melalui jalur independent dan ternyata bisa mengungguli lawan yang di dukung partai besar maka suka tidak suka, ini merupakan tamparan keras kepada Pimpinan Partai atau elite politik bahwa dengan sistem demokrasi rakyat semakin cerdas dan bisa menghukum partai. Tamparan ini harus membuat partai belajar dari kesalahannya selama ini yang korup dan tidak pro aktif dengan suasana hati rakyat, dan hanya peduli kepada rakyat ketika PEMILU. Sudah saatnya bagi seluruh kader dan elite Partai untuk memperbaiki niat bahwa partai adalah lembaga pendidikan politik untuk lahirnya pemimpin berkelas nasional untuk tegaknya NKRI yang makmur atas dasar keadilan sosial bagi semua. Juga pelajaran bagi elite Islam agar mulai sadar bahwa umat tidak butuh retorika indah tentang sorga dan ditakuti karena neraka. Umat butuh pemimpin yang smart memperjuangkan keadilan dan kejujuran , dengan keteladanan berani walau harus kehilangan jabatan. Sudahilah menggiring umat hanya sebagai alat meraih kekuasaan. Karena rakyat semakin cerdas dan tahu, siapa yang pantas memimpin mereka.

Akankah dari Pilgub DKI ini kita bisa mendapatkan pelajaran terbaik tentang demokrasi dan mendapatkan hikmah? kita liat nanti.

....

Tuesday, March 1, 2016

Sumber Penerimaan APBN

Tahun 2015 eistimasi penerimaan pajak di buat tinggi atau diatas 20 % dari penerimaan sebelumnya. Realisasi hanya mencapai 81,5 %. Pada APBN 2016 estimasi penerimaan pajak masih tetap tinggi. Mengapa tetap tinggi?  padahal tahun sebelumnya target penerimaan tidak tercapai. Estimasi pajak yang tinggi ini menurut saya lebih kepada perbedaan persepsi tentang basis pemajakan. Ini adalah bagian dari politik anggaran. Dasarnya adalah Proporsi penghasilan tertinggi merupakan indikasi terjadinya ketimpangan pendapatan. Dengan meningkatnya proporsi penghasilan tertinggi, berarti semakin besar proporsi pendapatan nasional yang dikuasai oleh kelompok penduduk yang mempunyai penghasilan tertinggi, atau dengan kata lain pendapatan nasional terkonsentrasi pada kelompok penghasilan tertinggi. Indonesia termasuk ke dalam salah satu negara yang memiliki tax ratio yang rendah. Tax ratio Indonesia yang hanya sebesar 11%, dibanding Filipina sebesar 12%, Malaysia sebesar 16%, dan Singapura sebesar 22%. Hal ini menggambarkan kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pajak, untuk berkontribusi membayar pajak, dan untuk membangun kesejahteraannya sendiri karena tidak mungkin negara ini dapat berjalan tanpa pajak, apalagi pajak memiliki porsi sebesar 75% dalam penerimaan negara, yang selebihnya disumbang oleh bea cukai, PNBP, dan lain-lain. Dan jika dilihat dalam perspektif jangka waktu tertentu, apabila proporsi tersebut semakin meningkat, dapat dikatakan bahwa ketimpangan pendapatan semakin meningkat. Pemerintah menyadari ketimpangan ini. Itu sebabnya dalam APBN tercermin tekad pemerintah untuk meningkatkan  penerimaan pajak dengan upaya perluasan basis pajak dan kepatuhan pajak.

Sebuah studi yang dilakukan oleh Aizenman dan Jinjarak (2012) menyelidiki keterkaitan antara ketimpangan pendapatan dan basis pemajakan diantara negara-negara pada periode 2000-an, dan menghubungkannya dengan tingkat ketergantungan terhadap utang. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif antara ketimpangan pendapatan dengan basis pemajakan, dan ketimpangan pendapatan yang lebih tinggi terkait dengan basis pemajakan yang lebih rendah, ruang fiskal riil (de facto fiscal space) yang lebih kecil, dan ketergantungan terhadap utang yang lebih tinggi.  Ruang fiskal riil—berdasarkan kajian Aizenman dan Jinjarak (2011) sebelumnya—didefinisikan sebagai utang pemerintah dibandingkan dengan basis pajak riil, dimana basis pajak riil adalah penerimaan pajak yang terealisasi dirata-ratakan selama beberapa tahun untuk memperhalus fluktuasi siklus bisnis. Karena itu, ruang fiskal riil mempunyai kaitan yang berkebalikan dengan lamanya tahun pajak yang diperlukan untuk melunasi hutang pemerintah. Pada prakteknya, penerimaan pajak rata-rata menjadi ukuran yang baik atas kapasitas pemajakan riil, sebagai hasil dari dijalankannya ketentuan dalam perpajakan dan penindakan yang efektif. Sementara rasio utang terhadap GDP meningkat pesat dalam masa-masa krisis

Akibatnya, rasio utang pemerintah terhadap basis pajak riil, atau jumlah tahun pajak yang diperlukan untuk melunasi utang pemerintah, memberikan informasi mengenai ketatnya ruang fiskal suatu negara. Untuk kasus terjadinya guncangan fiskal yang tidak terantisipasi semacam itu, negara dengan utang pemerintah / rata-rata penerimaan pajak yang lebih rendah mungkin memiliki lebih banyak ruang untuk menyesuaikan diri dengan melakukan realokasi prioritas penggunaan basis pemajakan yang relatif tinggi. Untuk dapat menjelaskan hubungan antara basis pemajakan dengan ketimpangan pendapatan, Aizenman dan Jinjarak (2012) melakukan analisis ekonometrika tersebut pada 50 negara yang mempunyai catatan komprehensif mengenai variabel-variabel kunci seperti: Gini coefficient, basis pemajakan, dan ruang fiskal hingga tahun 2011. Kemudian ditemukan bahwa ketimpangan yang semakin tinggi mempunyai keterkaitan dengan basis pemajakan yang lebih kecil dalam periode yang diteliti; dan bahwa dampak ketimpangan tersebut meningkat dari 2007 ke 2011. Pengaruh ketimpangan terhadap ruang fiskal bekerja melalui saluran basis pemajakan, dan pengaruhnya besar: peningkatan 1 standar deviasi Gini coefficient, atau 10 dalam skala 0-100, terkait dengan basis pemajakan rata-rata yang lebih rendah sebesar 21 persen dari GDP di 2011. 

Basis pemajakan riil memang tidak dapat diubah dalam waktu singkat karena mencerminkan kontrak sosial. Kontrak tersebut bergantung pada kapasitas negara untuk melakukan penindakan perpajakan, yang bermuara pada persepsi publik terhadap keadilan dalam perpajakan dan manfaat yang diperoleh dari pengeluaran sektor publik oleh pemerintah. Pandangan ini konsisten dengan temuan kajian empiris baru-baru ini yang menemukan bahwa kepatuhan dalam perpajakan dan kerelaan individu untuk membayar pajak dipengaruhi oleh persepsi tentang keadilan dalam struktur pajak. Seorang wajib pajak individu sangat dipengaruhi oleh persepsinya terhadap perilaku wajib pajak lainnya (Alm dan Torgler 2006). Jika wajib pajak memandang bahwa sikap mereka cukup terwakili dan mereka mendapatkan manfaat dalam bentuk barang publik, rasa memiliki terhadap negara meningkat, dan karenanya kerelaan untuk membayar pajak juga meningkat (Frey dan Torgler 2007).  Dengan demikian, ketimpangan pendapatan yang semakin besar akan membatasi kemampuan untuk melakukan kebijakan kontra fiskal. Mengkonfirmasi logika tersebut, hasil temuan empiris dari Aizenman dan Jinjarak (2012) menyatakan bahwa semakin terpolarisasi suatu masyarakat maka akan semakin sulit untuk menyesuaikan diri dengan menaikkan pajak pada saat krisis.

Jadi estimasi pajak yang tinggi itu karena dasarnya adalah upaya serius negara secara politik memperluas basis pemajakan dan mengadopsi kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan. Kombinasi dari kedua kebijakan tersebut akan meningkatkan persepsi masyarakat terhadap keadilan dalam struktur pajak, mengurangi polarisasi, dan memperbaiki kapasitas untuk menyesuaikan diri pada saat terjadi krisis. Kalaupun tidak tercapai target maka bukan berarti itu salah. Kebijakan harus konsisten dengan tetap meninggikan estimasi pajak agar negara (DPR) membuat semua UU dan aturan yang bertumpu kepada pengurangan ketimpangan penghasilan di masyarakat.dengan memperluas basis pemajakan. Seperti rencana revisi UU Pajak yang berkaitan dengan Tax Amnesty. Upaya keras pemerintah untuk memaksa Singapore dan negara lain untuk menandatangi Keterbukaan informasi di bidang perbankan dalam upaya mengejar pemilik dana yang menempatkan dana di luar negeri. Mendukung pembinaan usaha kecil dan mendorong mereka mematuhi pajak dan lain lain.Ini sedang berproses. Yang pasti hasilnya kini sudah nampak dimana walau ekonomi menurun secara global, Indonesia tetap mampu menarik pajak, bahkan tembus Rp.1000 triliun yang sebelumnya tidak pernah terjadi walau ekonomi lagi booming.

Sumber pembiayaan di luar APBN juga dilakukan  dengan mendorong agar BUMN lebih kreatif menarik dana dari luar. Namun untuk menarik dana dari luar adalah tidak mudah. Karena ini berkaitan dengan performance permodalan dari BUMN. Umumnya permodalan BUMN tidak semua sehat. Rata rata DER mereka sudah diatas ambang batas untuk me leverage asset nya sebagai trigger menarik dana dari luar. Itu sebabnya pemerintah menambah modal disetor pada BUMN dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN ). Jadi PMN itu bertujuan memperbaiki Performance Balance sheet agar lebih mudah menarik dana dari luar. Jadi dana PMN itu tidak dipakai langsung untuk proyek. Contoh kasus jalan toll sumatera. Itu sepenuhnya di biayai oleh perbankan melalui pinjaman yang dilakukan SPV dimana BUMN ada didalamnya. Melalui dana PMN yang ada BUMN bisa melakukan leverage minimal 10 kali. Artinya kalau PMN sebesar USD 400 juta maka leverage nya mencapai USD 4 miliar..artinya semua anggaran proyek dapat di biayai secara PPP. Juga menggandeng asing membangun infrastruktur dengan skema B2B murni tanpa melibatkan PMN dan APBN,seperti Kereta Cepat Jakarta - Bandung.