Kemarin malam saya bertemu dengan
teman dari China yang berkunjung ke
Jakarta. Kami menghabiskan malam di café untuk sekedar berbicara dengan santai.
Akhirnya pemerintah China mendevaluasi Reminbi ( Yuan ). Kata saya. Teman ini
mengangguk.Menurutnya sejak bulan juni 2010 pemerintah China telah melakukan pelemahan Yuan sebesar
2,5%.Namun ini tidak diumumkan ke public. Setiap hari pasar uang dikendalikan
dengan ketat oleh otoritas agar maksimum penguatan sebesar 2,5% dan kalau bisa
ditekan melemahh sebesar 2,5%. Namun karena
kekuasaan partai begitu besar rakyat China hanya diam saja dan terus bekerja dengan keadaan yang tidak pastai
terhadap Yuan. Ketahuilah ,kata teman bahwa upaya menjaga Yuan terhadap dollar
itu bukan pekerjaan mudah. Setiap hari pemerintah china mengeluarkan dana sampai
dengan USD 1 miliar. Itu terus terjadi sampai dengan akhirnya kini pemerintah
terpaksa membuka diri didepan public bahwa Yuan di devaluasi. Kejatuhan wall street
tahun 2008 Amerika menyalahkan China dengan tuduhan melakukan manipulasi
mata uang. Apanya yang kami tipu ? kata teman itu. China bekerja keras siang
dan malam untuk berproduksi.China tidak ada urusan dengan pasar derivative yang
maya itu.China hanya tahu pasar barang
yang real untuk memenuhi konsumsi dunia. Dan untuk itu China harus
memaksa buruhnya bekerja dengan upah marah agar orang eropa dan Amerika bisa
menikmati barang dengan harga murah. Kami melakuka apa saja agar kami bisa
makan dan dunia mendapatkan harga yang murah. Dimana salah kami ? demikian
teman itu dengan argumentasi sederhana.
Cobalah bayangkan, lanjut teman
itu. Untuk mengatasi krisis tahun 2008, pemerintah Amerika melakukan bail out
melalui 10 bank terkemuka namun dana itu tidak disuplai untuk memperkuat
likuiditas sector real. Dana itu hanya ada dalam catatan akuntasi bank yang tak
tersentuh untuk mendorong perbaikan sector real. Kemudian the Fed mengeluarkan QE dengan tujuan untuk
melemahkan mata uang dollar agar Amerika punya daya saing untuk ekspor nya.Tapi
apa yang terjadi? Dana QE itu tidak di suplai ke sector reai. Lagi lagi
digunakan untuk memusskan nafsu perang mata uang para petinggi moneter Amerika Dana
hasil QE itu dilempar ke Negara berkembang seperti Brazil,Turkey, Indonesia dan
Negara emerging market lainnya. Akibatnya terjadi arus dana panas masuk ke Negara
emerging market. Yang terjadi berikutnya dapat ditebak. Terjadi bubble harga di
bursa saham dan property.Ekonomi tumbuh namun itu bukanlah pertumbuhan real
tapi hanya dampat dari bubble. Pada waktu bersamaan Negara emerging market
harus kehilangan banyak devisanya untuk menahan pelemahan mata uangnya akibat
ancaman kenaikan suku bunga the fed. Mereka takut ketahuan oleh rakyatnya bahwa
pertumbuhan ekonomi itu hanyalah fake growth. Tapi .kata teman itu lagi,saya
senang pemerintah Indoensia sejak jokowi berkuasa berani melakukan koreksi
secara sistematis dengan membiarkan rupiah melemah dan mengembalikan mata uang
ketingkat yang efektif diterima pasardan mendukung upaya memperbaiki
fundamental ekonomi. Era fake growth sudah berlalu. Seharusnya Negara berkembang
lainnya menyadari bahwa system ekonomi global sudah kacau karena ulah Amerika.
Saya berharap teman itu memahami
kegusaran Amerika dimana akibat dari melemahnya mata uang china selama dua
puluh tahun belakang telah menimbulkan jutaan supplay chain industry di Amerika
pindah ke China. Karena industry utamanya sudah
lebih dulu pindah dan mereka tidak mau kehilangan peluang. Apalagi china
memberikan subsidi terselubung kepada industry hulu guna memastikan industry hilir
tumbuh dengan efisien,dan tentu upah buruh yang murah tetap hal yang menarik
bagi investor asing masuk ke China. Ekonomi Amerika semakin memburuk karena
tidak ada lagi pertumbuhan impor China
dari Amerika. Padahal China adalah pasar terbesar didunia. Negara Eropa-pun merasakan dampak buruk akibat geliat ekonomi
China. Makanya tidak berlebihan bila Negara Amerika dan eropa menuduh China
melakukan penipuan mata uang. Tapi teman
itu dengan tangkas mengatakan bahwa amerika dan eropa tidak bisa
menyalahkan China. Kejatuhan
ekonomi amerika dan eropa karena adanya
tidak sinkron nya antara kebijakan fiscal dan moneter. Semua tahu itu. Liatlah
generasi muda terpelajar Amerika dan eropa lebih senang menjadi pialang oblgasi
dan saham daripada menjadi enterprenuer menciptakan inovasi. Lembaga keuangan
yang seharusnya menjadi mitra dunia usaha untuk petumbuhan ekonomi real malah menjadi
mitra para hedger untuk tumbuhnya pasar derivative yang culas itu.
Kini Negara Eropa dan Amerika mulai melakukan aksi perang
dagang dengan disyahkannya UU Fair Trade Act oleh DPR Amerika. Dengan demikian pemerintah lebih punya legitimasi memaksa
China melakukan tiga hal.Pertama, mendorong Cina untuk mengubah model
pertumbuhan untuk lebih mengandalkan permintaan domestik, kedua, Yuan harus
dikembalikan kepasar, dan ketiga , memberikan kesepampatan bagi perusahaan Amerika
ambil bagian dari konsumi domestic China.Demikian kata saya.Dengan tersenyum
teman itu berkata “persoalan amerika dan
eropa karena mereka culas dan rakus. Itu masalahnya. Dan kami tidak akan mau
tunduk dari tekanan amerika dan eropa. Walau mungkin akan ada sikap lunak pemerintah namun tidak akan
mengurangi kebijakan bahwa dalam negeri
adalah segala galanya. Amerika harus
berubah dengan mendidik rakyatnya mandiri dan berproduksi. Jangan paksa Negara
lain membuat kebijakan yang memanjakan Perusahaan Amerikan. Hanya itu yang
harus dilaukan Amerika.Perang mata uang akan terus berlangsung dan china akan
semakin kokoh membetengi industrinya dan mendidik rakyat cinta produksi dalam
negeri..
bung Eli, kapan ulasan tentang devaluasi yuan di publish? kira" dari sudut pandang pemerintah dan rakyat tiongkok sendiri bagaimana? termasuk dengan rontoknya bursa shanghai?
ReplyDeleteBang Eli, mohon ijin share tulisannya di web sya (divatra.com) ya, jika boleh?
ReplyDeleteIzin share di fb, tulisannya sangat bermanfaat.
ReplyDelete