Salah satu target yang ditetapkan Jokowi kepada
Calon Menteri ESDM adalah mampu membubarkan Petral. Kebetulan Sudirman Said menyanggupi, sementara
ada calon lain ex menteri era SBY menolak karena alasan politik. Setelah kurang lebih enam
bulan dilantik sebagai Menteri, Sudirman Said melunasi janjinya, Pertamina
Energy Trading Limited (Petral) anak usaha PT Pertamina (Persero) dibubarkan.
Petral tidak lagi berfungsi sebagai Trading Arm Pertamina. Indikasi ada
permainan mafia di Petral semakin kuat, ketika kewenangan Petral dicabut dan
dialihkan ke Integrated Supply Chain (ISC) yakni dalam urusan pengadaan impor
minyak mentah dan bahan bakar minyak (BBM). Karena dalam 2 bulan impor yang
dilakukan ISC, Pertamina berhasil hemat US$ 20 juta atau sekitar Rp 260 miliar.
Makanya tidak berlebihan bila keberadaan Mafia Migas selama ini berperan besar
membuat pengelolaan sumber daya migas dan distribusi migas menjadi tidak
efisien. Mafia migas melancarkan aksi-aksinya secara sistematis agar Indonesia
terus tergantung pada impor Bahan Bakar Minyak (BBM). Ketergantungan pada BBM
impor sangat menguras APBN yang pada gilirannya menyebabkan pembangunan tidak
pernah bisa dilaksanakan secara optimal. Pada level strategi kebijakan, mafia
migas di satu sisi menghalangi dan atau 'menyandera' para pengambil keputusan
agar tidak mengeluarkan kebijakan yang mendorong adanya kegiatan eksplorasi.
Jika pun ada, kegiatan eksplorasi diarahkan agar tidak dilakukan secara
seksama. Dampaknya sebagaimana sudah sama-sama kita ketahui, cadangan minyak
nasional terus berkurang. Akhinrya kita keluar dari OPEC.
Di sisi lain, mafia migas terus memproduksi
wacana yang menyesatkan sehingga Indonesia dalam jangka waktu yang lama tidak
lagi membangun kilang-kilang minyak tambahan yang sebenarnya sangat dibutuhkan.
Pada saat yang sama, kilang-kilang yang sudah beroperasi tidak pernah
diperbaharui atau diremajakan sehingga biaya produksinya menjadi tinggi, selain
rentan mengalami gangguan. Dalam 5 tahun terakhir, kerugian kilang mencapai Rp
50 triliun atau Rp 10 triliun setiap tahunnya. Pada level organisasi, mafia
migas aktif menghambat setiap upaya penertiban dan pembersihan organisasi.
Mafia migas dengan berbagai cara selalu berupaya menempatkan figur-figur yang
bersedia menjadi 'kaki-tangan' mereka. Jika ada figur yang berintegritas dan
kompeten yang ditunjuk mengurus sektor migas, para mafia migas tak
sungkan-sungkan menabur fitnah dan jebakan. Pada level operasional, mafia migas
juga menyokong dan atau melindungi berbagai upaya pencurian minyak secara
fisik. Termasuk menyelundupkannya ke luar negeri. Akibatnya, dana subsidi BBM
telah menjadi alat untuk memperkaya segelintir orang belaka. Pemerintah
sebelumnya engga peduli soal ketahanan cadangan minyak. Bahkan tidak pernah
terpikirkan bagaimana membangun stasiun BBM berskala raksasa walau lahan
tersedia luas. Tidak pernah terpikirkan bahwa minyak bagian dari
Politik Negara agar terhormat. Semua
dibiarkan begitu saja tanpa design kemandirian dan kekuatan.
Sebetulnya masalah Petral bukan masalah besar
tapi dampaknya sangat sistematis sehingga indonesia terjebak dengan lemahnya
cadangan minyak. Selanjutnya setelah Petral dibubarkan, pemerintah harus
bekerja keras untuk memastikan cadangan BBM minimal 30 hari, walau masih jauh
dibawah Jepang yang punya cadangan minyak untuk konsumsi 94 hari dan Amerika
164 hari. Pada saat sekarang kemampuan Pemerintah menyediakan cadangan minyak
hanya 12 hari. Ini sangat renta ditinjau dari sisi politik maupun ekonomi.
Bayangkan saja, apa yang akan terjadi bila lewat dua minggu pemerintah gagal
mendapatkan BBM? Chaos politik dan ekonomi akan terjadi dan Negara runtuh.
Dengan kekuatan cadangan minyak tidak lebih 12 hari membuat Indonesia tidak
punya cukup bargain secara politik dengan Negara lain. Kekuatan kita menghadapi
konplik tidak lebih 2 minggu. Setelah itu kita menjadi Negara pecundang.
Mengapa ? semua alat perang membutuhkan minyak untuk bisa mobile. Setelah
Petral di bubarkan dan investigasi dilaksanakan. Selanjutnya tugas yang tidak
ringan adalah bagaimana meningkatkan cadangan BBM. Adapun cadangan minyak
Indonesia saat ini sebesar 3,7 miliar barel. Sedangkan potensi yang belum
dikelola sebesar 3,6 miliar barel. Yang menjadi masalah adalah bagaimana
caranya untuk meningkatkan cadangan energi nasional ini ke depan.
Memang tidak mudah mengelola cadangan minyak. Mengapa? Industri migas setidaknya harus memiliki empat kriteria agar bisa mengelola
reserve. Pertama, industri itu harus memiliki padat modal. Ini modal berbilang
puluhan triliun. Kedua, industri migas
juga harus punya padat teknologi untuk bisa mengelola cadangan minyak. Kalau
tidak memiliki itu, industri akan kehilangan semua uangnya. Ketiga, yang harus
dimiliki industri untuk bisa mengelola cadangan minyak adalah harus padat
pengalaman. Lihatlah bagaimana perusahaan minyak Jepang Inpex yang sebelum
masuk ke Blok Masela, mereka belajar dulu di ConocoPhillips. Selanjutnya,
kriteria keempat yang harus dimiliki industri untuk bisa mengelola cadangan
minyak adalah siap padat risiko. Faktor resiko ini yang membuat banyak swasta nasional
yang hebat hebat tidak tertarik masuk ke MIGAS dan lebih suka mencari yang
mudah seperti batubara dan CPO. Pemerintah Jokowi harus melakukan reformasi MIGAS secara menyeluruh sehingga menghilangkan segala celah timbulnya modus mafia dan memastikan terjadinya efisiensi dari sejak produksi sampai dengan distribusi. Memastikan iklim investasi MIGAS kondusif dan menempatkan Pertamina sebagai leading dalam mengelola sumber daya migas demi tercapainya peningkatan produksi minyak dan cadangan minyak nasional. Komitmen politik Jokowi sangat jelas untuk itu dan ini dipahami dengan jelas pula para menteri dan direksi Pertamina. Kini MIGAS dikelola dengan cara berbeda dan semua untuk rakyat, tentunya, bukan untuk segelintir orang...semoga.
Amin allohuma amin yra.semoga Allah merestui oeejalanan perjuangan presiden kita
ReplyDeleteKadang saya wonder ...
ReplyDeletePertamina kan BUMN pertama Indonesia yang masuk ke Fortune 500 ya (kemungkinan dari besar aset, but saya belum lihat detailnya)
Yang saya wonder...pernahkan kita mengukur ketertinggalan kita terhadap provider Oil & Gas dunia seperti 7 sisters eg. Shell? Misal bisa diukur dr tiap parameter ... lalu di tiap parameter itu 7 sisters rangking berapa, kita rangking berapa....Jadi terpetakan yang musti dikejar itu apa dan well apakah kita perlu mengejar mereka juga sih :)
Also, G7 akan phase out oil energy mulai di akhir abad ini.
Pihak China (atau developing country spt Indonesia yang baru akan full force menggunakan coal sbg power plant) menuduh ini upaya barat untuk mengerem laju pertumbuhan ekonomi developing countries..
What do you think on this one?
oleh karena itu ada hal kelima yg mesti jadi perhatian, yaitu kekuatan R&D, Shell tumbuh karena punya kapabilitas dan kemampuan dalam berinovasi untuk beragam produk unggulan...brand Shell tumbuh karena itu, dan itu absen di bumn migas seperti pertamina....dalam 10 thn terakhir amat sedikit inovasi dari bumn ini dalam hal penemuan/inovasi produk baru... padahal produk baru atau invoasi baru adalah sarana sebuah entitas bisnis untuk tumbuh dan berkembang
ReplyDelete