Saturday, March 21, 2015

Indonesia unggul...

Sejak tahun 2009 Negara emerging market mencatat pertumbuhan tinggi dibandingkan Negara lain. Mengapa? Karena kebijakan suku bunga tinggi di negera emerging market mengakibatkan arus dana dari Amerika yang bunga rendah mengalir deras. Likuiditas pasar uang Negara emerging market melimpah. Hal ini mengakibatkan mata uang negara emerging market stabil. Namun kemelimpahan likuiditas itu mulai terancam ketika the FED berniat akan mengurangi pembelian obligasi ( QE) atau dikenal dengan istilah tapering off. Karena itu tahun 2013 bulan agustus Morgan Stanley merilis hasil risetnya bahwa negara emerging market sangat renta (fragile ) dengan kebijakan moneter Amerika. The fed belum memutuskan namun hanya wacana tapering saja sudah  melemahkan beberapa mata uang di lima ( Five ) negara emerging market yaitu Brazil, India, Turki , Indonesia, Afrika Selatan. Morgan Stanley dua hari lalu merilis laporan bahwa Indonesia dan India keluar dari kategori fragile five atau lima ( five ) negara yang mata uangnya rawan terkena dampak kebijakan moneter The Fed. Ekonom Morgan Stanley menilai Indonesia dan India sudah berhasil mereformasi ekonomi dengan meninggalkan model ekonomi lama yang boros dan anti produksi. Indonesia telah mengambil langkah positif di mana Presiden Jokowi dalam lima bulan pertamanya menjabat telah berhasil mengalihkan  subsidi bahan bakar minyak (BBM) kesektor produksi dan menekan defisit anggaran ke 1,9 persen dari PDB. Ketika ada gejolak pada rupiah maka pemerintah melakukan reformasi struktural dengan mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi current account deficit (CAD) atau defisit transaksi berjalan.

Kebijakan mengurangi CAD ini akan terus berlanjut dan terfocus. Dalam waktu dekat akan dikeluarkan pemerintah paket kebijakan baik untuk neraca dagang ataupun jasa. CAD jelas menjadi konsern pemerintah karena salah satu penyebab rupiah tertekan adalah defisit pada neraca transaksi berjalan yang terus terjadi sejak triwulan terakhir 2011. Pada 2014, CAD Indonesia sebesar 2,95 persen dari PDB. Untuk tahun ini karena impor belanja infrastruktur akan melonjak maka defisit masih akan berada pada level sekitar 3 persen dari PDB. Namun Ekonomi akan tumbuh karena orientasi kesektor rill.  Benarkah ? Masa depan ada di ASEAN dan itu ada pada Indonesia. Bagaimana dengan Negara lain ? Negara lain seperti Jepang , Korea, Taiwan tak bisa lagi diharapkan sebagai lahan investasi. Karena kemampuan produksi mereka selama ini tidak punya value apapun setelah China tampil di pasar dunia dengan harga murah. Dalam 20 tahun belakangan ini terbukti Negara tersebut justru menjadi beban bagi Negara konsumen seperti Eropa dan AS. Harga produk  industry mereka telah bubble hingga pada batas irasional. Telah mengakibatkan inefisiensi nasional bagi AS dan tentu beban ekonomi dalam jangka panjang kalau dukungan kemitraan tetap dipertahankan. Namun memberikan dukungan pasar berkelanjutan kepada China juga tidak bijak. Karena system ekonomi yang berbeda telah mengakibatkan Negara inportir dirugikan dari segi mata uang.  China sebagai peluang mengembangkan dana , juga hal yang rumit. Karena regulasi cross border transfer fund yang ditetapkan pemerintah China  telah membuat cost of fund semakin mahal. Maklum saja, bahwa investor tidak bisa bebas memindahkan dananya keluar negeri.

Vietnam juga bukan hal yang bagus untuk investasi jangka panjang. Karena lemahnya menajement moneter serta system politik yang tidak demokratis adalah salah satu hal yang membuat investor berpikir lebih jauh untuk masuk secara penuh. Thailand, memang tempat yang  bagus karena produktifitas mereka yang tinggi namun itupun dalam komoditas yang terbatas. Pasar dalam negeri Thailand pun sangat jenuh untuk dikembangkan karena proteksi pemerintah berlebihan melindungi industry dalam negeri. Disamping kekuatan devisa mereka yang renta karena didukung oleh export barang dan jasa yang tak bisa dikembangkan lebih jauh. Malaysia dan Singapore , tak bisa diharapkan terlalu jauh untuk investasi jangka panjang. Karena mereka sudah over capacity. Disamping itu lingkungan strategis mereka sudah tidak exciting lagi karena Indonesia tidak lagi menjadikan Negara mereka sebagai channeling barang ataupun jasa.  Indonesia adalah Negara di ASEAN yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi paling stabil ! Karena stabilitas sangat penting untuk menghitung probability jangka panjang terhadap investasi. Dan yang lebih penting lagi pertumbuhan itu bukan melulu dipicu oleh hutang. Tapi lebih dipicu oleh keunggulan strategis yang didukung oleh kemelimpahan sumber daya alam Indonesia.  Sektor moneter Indonesia dinilai sangat likuid dibandingkan Negara lainnya. Pasar obligasi sangat kuat. Pasar SBI juga likuid dan menjadi incaran investor jangka pendek. Potensi ekonomi Indonesia yang ada sangat besar namun kapasitas produksi masih rendah. Untuk PMA masih dibawah 50%. Artinya terbuka luas untuk peningkatan produksi lebih besar. Peluang itu ada disemua sektor.  Upah yang sangat murah dibandingkan China dan jumlah orang muda paling banyak di bandingkan negara ASEAN. Lingkungan strategis yang berhadapan dengan Facifik merupakan pontesi yang tak habis habisnya.  

Jokowi membaca peluang ini dan dia bergerak cepat membangun infrastruktur agar peluang itu dapat diraih. Agar peluang itu tidak hanya sebagai potensi terpendam saja. Bagaimanapun peluang ini tidak hanya membuat segelintir orang makmur tapi bagi semua, khususnya petani dan nelayan. Saya yakin kebijakan Pemerintah Jokowi kembali kedesa dan kelaut adalah strategi yang tepat sebagai landasan kokoh menuju negara industry maju yang mandiri, berdaulat dan terhormat. Indonesia harus belajar dari China yang cepat tumbuh akhirnya terjebak dengan pasar International yang stuck. Sementara pasar dalam negeri masih butuh waktu untuk mengambil peran. Indonesia harus belajar dari AS yang cepat tumbuh menjadi hegemoni ekonomi dunia akhirnya terjerembab akibat bubble moneter. Indonesia harus belajar dari Eropa yang tidak becus mengendalikan kebutuhan pertumbuhan dengan daya dukung ekonomi nasional hingga terjebak dalam hutang yang tak terbayar. Indonesia harus belajar dari Mesir , Tunisia, Libia, Syiria yang tumbuh namun gagal swasembada pangan sehingga terjadi gejolak politik. Indonesia harus belajar dari Asia Tengah yang hanya jadi resource asing yang miskin kontribusinya terhadap petumbuhan domestic. Indonesia harus belajar dari Jepang, Korea dan Taiwan yang tumbuh namun tak bisa menjaga keseimbangan ekonomi dalam negeri akhirnya stuck menuju spiral crisis. Indonesia harus belajar dari kegagalan negara lain agar unggul dalam putaran waktu.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.