Saturday, August 2, 2014

Prabowo kalah...

Pada hari Rabu saya bertemu dengan teman lama di Mandarin Hotel. Tadinya teman ini tinggal di Indonesia namun sejak tahun 1999 dia bermukim di Amerika.Ketika Era Soeharto dia dikenal sebagai pialang handal menarik dana soft loan untuk proyek pemerintah.Saya sudah menganggap teman ini sebagai paman,dan memang dia sendiri selalu menyebut saya sebagai ponakannya.  Kedua anaknya menamatkan pendidikan di The London School of Economics. Walau dia berharap putranya bisa terjun sebagai businessman namun dia tidak bisa berbuat banyak ketika putranya memilih menjadi dosen. Putrinya yang tidak diharapkannya menjadi pebisnis  justru  mengembangkan bisnis  private equity dan leverage buy out. Tapi bagaimanapun dia nampak sehat diusia senjanya. Saya suka berdiskusi dengan dia karena pemahaman ilmu filsafatnya sangat luas sehingga berbagai masalah pelik dapat dia cairkan dengan sangat sederhana,sehingga mudah dimengerti.Disamping itu sebagai pialang specialis soft loan, dia mempunyai koneksi dengan hampir semua lembaga keuangan multilateral seperti IMF, World Bank,ADB,IDB, juga dengan Fund provider dan collateral provider berkelas dunia. Dulu setiap ada acara di kedutaan negara sahabat , dia selalu masuk dalam daftar tamu yang diundang.Menurutnya, sampai kini dia tetap menjalin komunikasi dengan para relasinya walau sebagian  besar mereka sudah pensiun dan bekerja di Foundation nir laba  dengan program pengabdian masyarakat.

Bagaimana dengan hasil Pilres sekarang? Saya ingin tahu perspektif dia sebagai orang tua yang sarat pengalaman dan mempunyai akses kepada elite politik untuk mendapatkan the first hand information. Menurutnya, Prabowo dikalahkan oleh dirinya sendiri,bukan oleh siapa siapa. Demikian uangkapan bijaknya. Mengapa? Ketika dia bersandar kepada Partai koalisi pendukungnya, indentitasnya sebagai pembela Gerakan Indonesia Raya menjadi kabur. PKS, PPP, PAN,PBB menggiringnya menjadi Indonesia sempit ( bukan Raya).Itu tercermin dari kampanye yang membawa issue SARA sebagai cara menjatuhkan Jokowi. Padahal issue SARA itu hanya laku untuk segelintir umat Islam Indonesia atau tidak lebih 10%. Tapi dampak dari issue SARA ini membuat Prabowo menjadi tidak menarik bagi umat islam dan membuat takut orang non islam. Jadi harapannya berkoalisi dengan Partai Islam bisa menarik mayoritas pemilih menjadi sia sia. Inilah kesalahan fatal Prabowo.Kesalahan berikutnya, bahwa agenda Garindra ( Prabowo) yang bertahun tahun di kampanyekan adalah menciptakan pemeritahan yang bersih dari korupsi. Ini bukan hanya di kampanyekan tapi dibuktikan dimana Prabowo ada dibalik suksesnya Jokowi jadi Gubernur DKI dengan kader Garindra ( Ahok) sebagai wakil. Terbukti dengan suksesnya mendukung Ridwan Kamil sebagai walikota yang fenomenal itu. Tapi karena pimpinan Partai koalisi pendukungnya semua terlibat skandal korupsi maka semua yang dikampanyekan bertahun tahun hilang begitu saja,alias sia sia belaka. Nah, ketika dia tidak yakin dengan dirinya sendiri dan berharap kemenangan dari orang lain maka saat itulah dia kalah!. Dia dikalahka oleh dirinya sendiri.

Tapi menurut kubu Prabowo, Pilpres ini sarat dengan kecurangan. KPU tidak bekerja efektif.Kata saya. Teman ini tersenyum. Menurutnya , ketika hasil quick count diumumkan, sebetulnya semua elite partai koalisi merah putih tahu pasti bahwa Jokowi unggul.Tapi ada yang menjamin bahwa Prabowo masih bisa dimenangkan melalui proses penghitungan ( real count ) yang dilakukan oleh KPU. Karena perbedaanya tipis. Ini berangkat dari pengalaman tahun 2004 dan 2009, dimana IT system KPU bisa direkayasa untuk mendongkrak suara salah satu calon.Walau tidak dalam jumlah besar namun signifcant menjadi pemenang.Siapa  yang menjamin itu ? Tanya saya penasaran. Teman ini menjawab dengan satu pertanyaan,siapa wakil Prabowo? Ya dia adalah Hatta Rajasa , orang kepercayaan SBY dan juga besan dari SBY. Silahkan tafsirkan  sendiri,katanya. Lantas kemana  jaminan itu ketika KPU menetukan Jokowi-JK sebagai pemenang. Tanya saya semakin penasaran. Setelah hasil quick count memenangkan Jokowi-JK maka saat itulah Obama mengucapkan selamat kepada SBY atas suksesnya Pilpres. Dari sumber koneksi teman ini di Gedung Putih menegaskan bahwa Amerika harus memastikan proses Pilpres ini berlangsung tanpa ada rekayasa dari SBY ( penguasa ) untuk memenangkan salah satu capres. Mengapa? People power yang tercermin dari konser dua jari di Senayan suatu bukti bahwa sangat besar resikonya bagi SBY bila merekayasa kekalahan Jokowi. Yang terbaik bagi SBY adalah bersikap netral dan mengawal kemenangan Jokowi sampai tanggal pelantikannya.

Yang harus diketahui bahwa bagi Amerika dan Sekutunya Uni Eropa,  indonesia adalah negara yang sangat pital bagi kelangsungan geopolitik dan geostrategis dikawasan asia pasifik. Ini bukan hanya Indonesia kaya akan sumber daya alam tapi Indonesia berada dilintasan perdagangan dan investasi di Asia Pacific ,yang merupakan kawasan paling ramai dan paling pesat pertumbuhannya. Amerika dan Uni Eropa menikmati keuntungan luar biasa dari stabilitas Asia Pacific pada umunya dan Indonesia pada khususnya. Tapi ada juga kekuatan lain yang juga menginginkan manfaat dari indoneisa dan kawasan asia pacific. Siapa itu? Ya Rusia dan China. Saat sekarang baik China maupun Rusia dalam  posisi menanti saat yang tepat untuk masuk, dan itu hanya mungkin apabila terjadi chaos seperti di Suriah dan Irak. Apabila Indonesia tidak aman maka Asia Pasific juga tidak akan aman. Ini disadari sepenuhnya oleh Amerika dan Uni Eropa yang karenanya apapun akan dilakukan untuk memastikan stabilitas keamanan dan politik di Indonesia tetap terjaga. Bagi SBY menjadikan Pilpres  ini berlangsung aman dan tertip adalah prestasi tersendiri dan akan dikenang sejarah bahwa dia penguasa yang tidak mengutamakan keluarga ( besan) tapi mengutamakan kebenaran, bahwa pilihan rakyat harus dihormati.Prabowo telah kalah sebelum Pilpres. Memenangkan Prabowa lewat MK sama saja menegakkan benang basah, alias useless..


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.