Saturday, May 31, 2014

Membela kaum duafa

William Gonçalves, seorang Professor di Universitas Negara Rio De Jeneiro, mengatakan, “Lula adalah rakyat. Ia mengerti perasaan mereka dan berbicara dengan bahasa mereka.” Demikian ungkapan singkat penuh makna tentang Lula Da Silva,President Brazil. Mengapa ? Mayoritas rakyat Brazil adalah miskin. Lula lahir dari keluarga miskin, bahkan sangat miskin. Dia tidak pernah menamatkan Sekolah Dasar. Sejak usia 12 tahun dia hidup dijalanan. Ketika remaja hidup sebagai buruh berupah murah di pabrik pengolahan Tembaga dan kemudian bekerja diperusahan otomotive dan karena itu jarinya putus.  Kecelakaan kerja itu adalah titik awal bangkitnya darah perjuangan untuk membela kawan kawannya yang tertindas oleh kapitalisme. Karena perjuangannya itu , Lula akhirnya terpilih sebagai Presiden pada tahun 2002. Pertama kalinya dalam sejarah Brazil dipimpin oleh Presiden berhaluan kiri dan dari latar-belakang kaum duafa. Begitu menjadi Presiden, Lula tidak mengubah kehidupannya. Ia tetap berpenampilan sederhana. Lula terpilih dua kali sebagai Presiden Brazil. Masa pemerintahannya dianggap sangat sukses. Tak heran, tingkat penerimaan rakyat terhadap pemerintahan Lula mencapai 80%. Walau Lula tidak fasih bahasa inggeris namun dia berhasil menempatkan Brazil sebagai negara yang disegani dalam perundingan perdagangan dan investasi international. Ditangannya Brazil menjadi negara emerging market yang paling tinggi pertumbuhannya dan terhormat dengan tingkat korupsi yang paling rendah serta berhasil mengangkat 19 juta rakyat dari kubangan kemiskinan. Ketika jabatan dua periode Lula Da Silva berakhir , rakyat mengkawatirkan masa depan Brazil tanpa Lula. Rasanya sulit mendapatkan capres yang akhlaknya bisa seperti Lula.

Apa yang dilakukan oleh Lula tak beda dengan yang dilakukan Nestor Kirchner dalam memakmurkan negerinya. Caranya adalah dengan tidak melanjutkan apa yang pernah dilakukan pendahulunya, justru dengan melakukan strategi berbalik dengan komitmen kampanyenya “returning  to a republic of equals” (kembali ke sebuah republik yang egaliter). Langkah Kirchner di Argentina sebetulnya selaras dengan agenda reformasi di Indonesia, yaitu reformasi militer, pemberantasan KKN, dan reformasi birokrasi. Hanya bedanya, Kirchner sangat komitmen dengan tekadnya. Kirchner berhasil menjungkalkan para petinggi militer yang dalam sejarah Argentina begitu ditakuti dengan drama tanpa darah, menyingkirkan para birokrat yang jelas-jelas tidak terpuji. Karena dalam pakem manapun di muka bumi ini, tidak akan terjadi perubahan paripurna jika di dalamnya masih mempertahankan orang-orang yang korup, terlebih dalam sebuah struktur pemerintahan. Justru jika masih ada orang-orang kotor dalam pemerintahan sedikit apapun, akan menjadi sarana kursus gratis bagi orang-orang yang masih bersih untuk berubah menjadi orang kotor dalam waktu singkat. Tak ubahnya seperti yang dilakukan oleh Jokowi di DKI. Dia melanjutkan agenda reformasi yang tak pernah dilaksanakan sungguh sungguh oleh gubernur sebelumnya. Dia mereformasi birokrasi lewat lelang jabatan, menjadikan KPK dan BPKP mitra kerja dalam proses pengambilan keputusan anggaran. Sehingga tindak korupsi dari awal sudah diadakan pencegahan secara efektif. Membuat transference lelang  pengadaan lewat e-budgeting dan e-procurement dan pada waktu bersamaan memastikan penerimaan pajak daerah bersih dari korup melalui program pajak online.

Kirchner menjadi amat populis dimata masyarakat pinggiran, karena agenda terbesarnya bukan agenda politik, melainkan agenda sosial, dengan memberantas kemiskinan, betul-betul menjadi martir bagi kaum pinggiran. Caranya adalah menolak bantuan dari pihak-pihak kreditor seperti IMF yang memberi pinjaman hanya untuk menutupi hutang, bukan mendorong kebangkitan ekonomi domestik. Melalui pinjaman dari Venezuela, Kirchner memfokuskan pengembangan ekonomi domestik, pemberian kredit terjangkau bagi usaha kecil dan menengah. Sikap konsisten inilah yang membuahkan keberhasilan meningkatnya volume ekspor Argentina berkali lipat.Hal ini tak ubahnya yang dilakukan oleh Jokowi di DKI yang focus kepada perbaikan nasip rakyat miskin lewat kartu jakarta pintar, kartu jakarta sehat,program kampung deret, relokasi warga yang tinggal dibantaran kali dan waduk ke Rumah Susun dengan harga sewa yang terjangkau. Revitalisasi Pasar Tradisional menjadi pasar yang modern namun terjangkau sewanya bagi padagang kecil serta bisa menampung lebih besar pedagang khususnya pedagang kaki lima. Jokowi juga meningkatkan modal Bank DKI agar lebih besar perannya membantu usaha kecil di DKI. Singkatnya pembrantasan kemiskinan benar benar menjadi agenda utama jokowi. Agenda Jokowi jadi capres , saya yakin tak beda dengan agenda dari Lula Da Silva dan Kirchner yaitu reformasi  birokrasi dan pengentasan kemiskinan.Itulah sebabnya Jokowi menolak koalisi transaksional, walau itu datang dari partai yang berhaluan agama.

Latar belakang Lula Da Silva, Jokowi tidak berbeda. Jokowi, dia lahir dari keluarga miskin. Keluarganya tinggal dipinggiran kali dan tiga kali dalam hidupnya merasakan bagaimana pedih dan sedihnya digusur oleh pejabat kota. Karena kemiskinan keluarganya sedari kecil dia sudah di didik hidup mandiri,seperti berdagang, mengojek payung, dan jadi kuli panggul untuk mencari sendiri keperluan sekolah dan uang jajan. Saat anak-anak lain ke sekolah dengan sepeda, ia memilih untuk tetap berjalan kaki. Dalam usia 12 tahun dia sudah punya keahlian menggergaji. Keahlian ini dia dapat dari Ayahnya. Tamat SMA dia berhasil melanjutkan ke Gajah Mada. Jurusan/Fakultas  yang dipilihnya tak jauh dari bisnis keluarganya yaitu Kehutanan atau yang berhubungan dengan kayu. Setamat kuliah, dengan gelar insinyur di bekerja di BUMN. Tapi itu hanya bertahan 1,5 tahun. Jokowi tak ingin potensinya habis hanya karena ingin hidup mapan di BUMN.Seterusnya dia menempa dirinya dalam dunia wiraswasta sebagai produsen  furniture. Usaha ini di rintisnya 9 tahun dalam jatuh bangun sampai dia berhasil mengeksport produknya kemanca negara. Suksesnya sebagai pengusaha tidak membuat dia memanjakan diri dan keluarga tapi membuat dia terpanggil untuk berbuat lebih bagi orang banyak dengan menerima jabatan publik sebagai walikota. Sukses sebagai walikota Solo mengantarkannya sebagai Gubernur DKI. Kini belum usai jabatannya, dia diminta oleh PDIP sebagai Calon Presiden. Baik di Solo maupun di DKI , dia focus kepada program sosial untuk rakyat miskin dan kelak bila dia terpilih sebagai presiden dia akan berlaku sama seperti yang dilakukan oleh Lula dan Kirchner. Mereka orang partai tapi ketika mereka terpilih sebagai president maka mereka bukan lagi orang partai tapi milik rakyat. Jokowi membuktikan itu di Solo dan DKI  , tak ada satupun kasus kKN antara dia dengan Kader PDIP.

Pilihlah pemimpin karena dia akrab lahir batin dengan rakyat miskin. Yang mengenal rakyat bukan dari laporan statistik atau bacaan buku tapi mengenal rakyat lewat dialogh langsung , mendatangi rumah mereka yang kumuh ,merasakan apa yang mereka makan, dengan itu jiwa dan akal akan menyatu untuk lahirnya program cinta bagi semua. Ingat bahwa berpikir besar dengan agenda besar tidak akan menghasilkan apa apa kecuali bicara besar. Tapi berpikir sederhana namun berbuat dengan cinta besar maka akan menjadi karya besar walau tanpa bicara besar...Firman Allah SWT dalam surat Al-Qoshash ayat 6, “Dan kami (Allah) akan menolong kaum dhu’afaa di muka bumi dan menjadikan mereka pemimpin dan orang-orang yang akan mewarisi (bumi).” Nabi pun bersabda, “Sesungguhnya kemenanganmu adalah bersama-sama dengan kaum dhu’afaa.”

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.