William Gonçalves, seorang
Professor di Universitas Negara Rio De Jeneiro, mengatakan, “Lula adalah
rakyat. Ia mengerti perasaan mereka dan berbicara dengan bahasa mereka.”
Demikian ungkapan singkat penuh makna tentang Lula Da Silva,President Brazil.
Mengapa ? Mayoritas rakyat Brazil adalah miskin. Lula lahir dari keluarga
miskin, bahkan sangat miskin. Dia tidak pernah menamatkan Sekolah Dasar. Sejak
usia 12 tahun dia hidup dijalanan. Ketika remaja hidup sebagai buruh berupah
murah di pabrik pengolahan Tembaga dan kemudian bekerja diperusahan otomotive dan
karena itu jarinya putus. Kecelakaan
kerja itu adalah titik awal bangkitnya darah perjuangan untuk membela kawan
kawannya yang tertindas oleh kapitalisme. Karena perjuangannya itu , Lula
akhirnya terpilih sebagai Presiden pada tahun 2002. Pertama kalinya dalam
sejarah Brazil dipimpin oleh Presiden berhaluan kiri dan dari latar-belakang kaum duafa. Begitu menjadi Presiden, Lula tidak mengubah kehidupannya. Ia
tetap berpenampilan sederhana. Lula terpilih dua kali sebagai Presiden Brazil.
Masa pemerintahannya dianggap sangat sukses. Tak heran, tingkat penerimaan
rakyat terhadap pemerintahan Lula mencapai 80%. Walau Lula tidak fasih bahasa
inggeris namun dia berhasil menempatkan Brazil sebagai negara yang disegani
dalam perundingan perdagangan dan investasi international. Ditangannya Brazil
menjadi negara emerging market yang paling tinggi pertumbuhannya dan terhormat
dengan tingkat korupsi yang paling rendah serta berhasil mengangkat 19 juta
rakyat dari kubangan kemiskinan. Ketika jabatan dua periode Lula Da Silva
berakhir , rakyat mengkawatirkan masa depan Brazil tanpa Lula. Rasanya sulit
mendapatkan capres yang akhlaknya bisa seperti Lula.
Apa yang dilakukan oleh Lula tak
beda dengan yang dilakukan Nestor Kirchner dalam
memakmurkan negerinya. Caranya adalah dengan tidak melanjutkan apa yang pernah
dilakukan pendahulunya, justru dengan melakukan strategi berbalik dengan
komitmen kampanyenya “returning to a
republic of equals” (kembali ke sebuah republik yang egaliter). Langkah
Kirchner di Argentina sebetulnya selaras dengan agenda reformasi di Indonesia,
yaitu reformasi militer, pemberantasan KKN, dan reformasi birokrasi. Hanya
bedanya, Kirchner sangat komitmen dengan tekadnya. Kirchner berhasil menjungkalkan
para petinggi militer yang dalam sejarah Argentina begitu ditakuti dengan drama
tanpa darah, menyingkirkan para birokrat yang jelas-jelas tidak terpuji. Karena
dalam pakem manapun di muka bumi ini, tidak akan terjadi perubahan paripurna
jika di dalamnya masih mempertahankan orang-orang yang korup, terlebih dalam
sebuah struktur pemerintahan. Justru jika masih ada orang-orang kotor dalam
pemerintahan sedikit apapun, akan menjadi sarana kursus gratis bagi orang-orang
yang masih bersih untuk berubah menjadi orang kotor dalam waktu singkat. Tak
ubahnya seperti yang dilakukan oleh Jokowi di DKI. Dia melanjutkan agenda reformasi yang tak pernah dilaksanakan sungguh sungguh oleh gubernur sebelumnya. Dia mereformasi birokrasi
lewat lelang jabatan, menjadikan KPK dan BPKP mitra kerja dalam proses
pengambilan keputusan anggaran. Sehingga tindak korupsi dari awal sudah
diadakan pencegahan secara efektif. Membuat transference lelang pengadaan lewat e-budgeting dan e-procurement
dan pada waktu bersamaan memastikan penerimaan pajak daerah bersih dari korup
melalui program pajak online.
Kirchner menjadi amat populis
dimata masyarakat pinggiran, karena agenda terbesarnya bukan agenda politik,
melainkan agenda sosial, dengan memberantas kemiskinan, betul-betul menjadi
martir bagi kaum pinggiran. Caranya adalah menolak bantuan dari pihak-pihak
kreditor seperti IMF yang memberi pinjaman hanya untuk menutupi hutang, bukan
mendorong kebangkitan ekonomi domestik. Melalui pinjaman dari Venezuela,
Kirchner memfokuskan pengembangan ekonomi domestik, pemberian kredit terjangkau
bagi usaha kecil dan menengah. Sikap konsisten inilah yang membuahkan
keberhasilan meningkatnya volume ekspor Argentina berkali lipat.Hal ini tak
ubahnya yang dilakukan oleh Jokowi di DKI yang focus kepada perbaikan nasip
rakyat miskin lewat kartu jakarta pintar, kartu jakarta sehat,program kampung
deret, relokasi warga yang tinggal dibantaran kali dan waduk ke Rumah Susun
dengan harga sewa yang terjangkau. Revitalisasi Pasar Tradisional menjadi pasar
yang modern namun terjangkau sewanya bagi padagang kecil serta bisa menampung
lebih besar pedagang khususnya pedagang kaki lima. Jokowi juga meningkatkan
modal Bank DKI agar lebih besar perannya membantu usaha kecil di DKI.
Singkatnya pembrantasan kemiskinan benar benar menjadi agenda utama jokowi.
Agenda Jokowi jadi capres , saya yakin tak beda dengan agenda dari Lula Da
Silva dan Kirchner yaitu reformasi
birokrasi dan pengentasan kemiskinan.Itulah sebabnya Jokowi menolak
koalisi transaksional, walau itu datang dari partai yang berhaluan agama.
Latar belakang Lula Da Silva, Jokowi tidak berbeda. Jokowi, dia lahir dari keluarga miskin. Keluarganya
tinggal dipinggiran kali dan tiga kali dalam hidupnya merasakan bagaimana pedih
dan sedihnya digusur oleh pejabat kota. Karena kemiskinan keluarganya sedari kecil
dia sudah di didik hidup mandiri,seperti berdagang, mengojek payung, dan jadi
kuli panggul untuk mencari sendiri keperluan sekolah dan uang jajan. Saat
anak-anak lain ke sekolah dengan sepeda, ia memilih untuk tetap berjalan kaki. Dalam
usia 12 tahun dia sudah punya keahlian menggergaji. Keahlian ini dia dapat dari
Ayahnya. Tamat SMA dia berhasil melanjutkan ke Gajah Mada. Jurusan/Fakultas yang dipilihnya tak jauh dari bisnis
keluarganya yaitu Kehutanan atau yang berhubungan dengan kayu. Setamat kuliah, dengan gelar insinyur di bekerja di BUMN. Tapi itu hanya bertahan 1,5 tahun. Jokowi tak ingin potensinya habis hanya karena ingin hidup mapan di BUMN.Seterusnya dia menempa dirinya dalam
dunia wiraswasta sebagai produsen
furniture. Usaha ini di rintisnya 9 tahun dalam jatuh bangun sampai dia berhasil mengeksport produknya kemanca negara. Suksesnya sebagai pengusaha
tidak membuat dia memanjakan diri dan keluarga tapi membuat dia terpanggil
untuk berbuat lebih bagi orang banyak dengan menerima jabatan publik sebagai
walikota. Sukses sebagai walikota Solo mengantarkannya sebagai Gubernur DKI. Kini
belum usai jabatannya, dia diminta oleh PDIP sebagai Calon Presiden. Baik di
Solo maupun di DKI , dia focus kepada program sosial untuk rakyat miskin dan
kelak bila dia terpilih sebagai presiden dia akan berlaku sama seperti yang
dilakukan oleh Lula dan Kirchner. Mereka orang partai tapi ketika mereka
terpilih sebagai president maka mereka bukan lagi orang partai tapi milik
rakyat. Jokowi membuktikan itu di Solo dan DKI
, tak ada satupun kasus kKN antara dia dengan Kader PDIP.
Pilihlah pemimpin karena dia akrab
lahir batin dengan rakyat miskin. Yang mengenal rakyat bukan dari laporan
statistik atau bacaan buku tapi mengenal rakyat lewat dialogh langsung ,
mendatangi rumah mereka yang kumuh ,merasakan apa yang mereka makan, dengan itu
jiwa dan akal akan menyatu untuk lahirnya program cinta bagi semua. Ingat bahwa
berpikir besar dengan agenda besar tidak akan menghasilkan apa apa kecuali
bicara besar. Tapi berpikir sederhana namun berbuat dengan cinta besar maka akan
menjadi karya besar walau tanpa bicara besar...Firman Allah SWT dalam surat
Al-Qoshash ayat 6, “Dan kami (Allah) akan menolong kaum dhu’afaa di muka bumi
dan menjadikan mereka pemimpin dan orang-orang yang akan mewarisi (bumi).” Nabi
pun bersabda, “Sesungguhnya kemenanganmu adalah bersama-sama dengan kaum
dhu’afaa.”
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.