Tahukah kamu kata teman waktu
ketemu kemarin sehabis acara presentasi proyek infrastruktur, bahwa dulu era
Soeharto semua kekuatan hanya bertumpu ditangan President. Lembaga President
menjadi lembaga tak tertandingi. Inilah kesaktian kekuasaan yang berdasarkan
UUD 45. Hanya dikawal oleh 500.000 personel tentara namun dia dapat berkuasa
selama 32 tahun dalam kondisi yang sangat stabil mengendalikan lebih dari 150
juta rakyat. Program yang dikenal ketika itu adalah stabilitas politik ,
stabilitis ekonomi dan stabilitas keamanan. Ketiga hal ini yang dijaganya
dengan all at cost. Soeharto tidak merasa berdosa bila karena itu harus
membunuh orang tanpa diadili (Petrus), tidak merasa melanggar HAM bila
menangkap lawan poltik dan diadili
dengan sesukanya atau mencekal lawan politik tanpa ada pengadilan. Namun dari
stabilitas itulah strategy nya bekerja untuk membangun SD diseluruh desa untuk
mengurangi angka buta hurup. Membangun Puskesmas diseluruh Desa untuk memastikan pelayanan
kesehatan terjangkau bagi semua rakyat. Membangun basis ekonomi rakyat lewat
koperasi. Membangun irigasi, bendungan dan mencetak sawah baru, untuk mencapai
swasembada pangan.Membangun jalan trans sumatera, trans kalimantan dan tran
sulawesi untuk membuka wilayah dan mengembangkan potensi wilayah. Dan banyak
lagi program berjalan dengan terencana dengan tujuan yang jelas.
Bagaimana Soeharto bisa menggerakan kekuatannya dengan sangat efektif
dalam keadaan demokrasi dipasung dibawah dokrin pancasila? Itulah pertanyaan
saya kepada teman ini.Dia mengatakan bahwa pada era Soeharto kekuatan itu
sebetulnya berasal dari elemen masyarakat
namun semua elemen masyarakat itu ditempatkan dalam satu kata yang
disebut ‘tentara”. Tentara itu dalam bahasa Yunani adalah srategois dan
stratos atau strategy yang artinya adalah pelaksana atau pihak yang menjalankan. Makanya
diera Soeharto tentara itu disebut Angkatan. Ada angkatan yang dipersenjatai
atau disebut dengan ABRI, dan ada juga angkatan yang tidak dipersenjatai ( aparatur
negara termasuk direktur BUMN dan rakyat). Kedua angkatan ini bekerja sesuai bidang keahliannya masing
masing untuk mencapai tujuan nasional. Mereka
tidak melakukan politik tapi hanya pelaksana dari politik yang tertuang dalam GBHN.Tugas mereka
menterjemahkan GNHN itu dalam bentuk kegiatan ekonomi,sosial dan budaya.
Sementara Politik tetap ada pada President. Hanya presiden yang boleh berpikir
dan bersikap tentang politik. Makanya barisan semua kekuatan nasional selalu
rapat dan lurus. Gerakan barisan tidak pernah berkelok atau bergeser dari
tujuan nasional. Kekuatan seperti ini tidak bisa dimasuki oleh kekuatan asing
yang ingin memecah belah dan menguasai dengan cara neokolonial.
Meski cara kepemimpinan Soeharto
tidak lepas dari kritik para aktivis atau lawan-lawan politiknya, namun
Soeharto menjadi berkah bagi rakyat kecil. Bagi rakyat kecil , era Soeharto
merupakan era terbaik karena sembilan kebutuhan pokok yang mereka butuhkan
sangat terjangkau. Harga beras murah, minyak tanah juga, bahkan harga cabai tak
sampai semahal sekarang. Keamanan buat mereka pun terjamin, yang paling
membanggakan lagi, di era Soeharto, Indonesia menjadi negara yang paling
berpengaruh dan disegani di Asia Tenggara. Tak ada negara ASEAN yang berani
menyinggung Indonesia seperti yang dilakukan oleh Malaysia sekarang. Perkembangan
GDP perkapita Indonesia yang pada tahun 1968 hanya US$70 dan pada tahun 1996
telah mencapai lebih dariUS$1.000, sukses transmigrasi, sukses KB, sukses
memerangi buta huruf, pengangguran minimum, sukses Gerakan Wajib Belajar,
sukses Gerakan Orang Tua Asuh, sukses keamanan dalam negeri, investor asing mau
menanamkan modal di Indonesia, dan sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan
cinta produk dalam negeri. Setiap lima tahun program pembangunannya selalu
terjadi perubahan yang significant. Janjinya selalu dipenuhinya. Ini bukan
hanya retorika tapi memang dirasakan oleh rakyat.
Lambat laun lawan politiknya
menjadi kehilangan alasan untuk berseberangan dengan Soeharto. Puncaknya adalah
ketika masuknya barisan kekuatan intelektual Islam ( ICMI) dalam lingkaran
kekuasaan Soeharto. Inilah yang sangat mengkawatirkan Barat/AS yang punya
prinsip apapun kekuatan islam harus dihabisi.
Soeharto tidak lagi dianggap good boy di Asia Tenggara sejak dia menunaikan
rukun Islam ke Lima. Kembali cara lama dipakai oleh Barat/AS yaitu
menggunakan tokoh tokoh islam yang dibina dan didik oleh agent demokrasi Amerika untuk menjadi agent
perubahan di Indonesia.Menjadi pressure group terhadap kekuasaan Soeharto.Issue
yang dipakai adalah KKN. Gelombang tuntutan reformasi walau sayup namun telah
mengakibat berderaknya kesatuan kekuatan angkatan dalam Tentara. Karenanya hanya
dengan sedikit sapuan gelombang hedge fund dari George Soros telah membuat
ekonomi Indonesia limbung dan politikpun ikut limbung. Seoharto nampak menua
yang lelah menghadapi tekanan dari segala sudut agar dia mundur. Soeharto jatuh
dan Elite reformasi yang dimotori oleh tokoh islam seperti Amin Rais ( Muhammadiah), Abdul
Rahman Wahid ( NU), Nurcolis Madjid ( Cendikiawan Islam) tampil menjadi pahlawan. Melalui mereka reformasi di design. Tidak di
design sesuai syariat islam tapi sesuai design dari USAID. UUD 45 di amandement menjadi UUD 2002 yang
menempatkan Indonesia menjadi negara demokrasi liberal. Terjadi perubahan dari single power menjadi group power yang flexible yang tak mudah dirubuhkan karena ia lentur seperti ular.
Sebagian orang menganggap system
demokrasi adalah system yang paling baik untuk mendistribusikan kebaikan,
kebenaran dan keadilan. Kata saya. Teman itu mengatakan bahwa dia tidak
mempermasalahkan demokrasi. Tapi yang harus diketaui bahwa system demokrasi
bukanlah seperti nilai nilai demokrasi yang bicara tentang kedamaian,
kebebasan, dan kesetaraan. Demokrasi adalah alat untuk lahirnya tiran baru.
Rezim yang ingin menguasai dunia dalam satu genggaman. Merupakan bagian dari
program neoliberal yang memungkinkan dunia terintegrasi menjadi wilayah
private. Tak ada lagi idiologi sebagai perekat rakyat dalam barisan teratur.
Kecuali semua mengarah kepada kepentingan kapitalisme global. Pada waktu
bersamaan meminggirkan semangat nasionalisme, semangat kebersamaan, semangat
kasih sayang. Yang ada hanyalah individualisme. You win you take all. Sebagai
sebuah system politik maka konsep neoliberal menjauhkan tanggung jawab social
dan ekonomi negara kepada rakyat. Artinya hal yang berkaitan dengan social dan
ekonomi harus dipisahkan dari struktur pemerintahan. Karenanya jangan kaget banyak negara tak
berdaya terhadap tuntutan neoliberal. Seakan tangan pemerintah dirantai untuk
bebas melindungi rakyat yang lemah akibat persaingan kapitalis. Demokrasi yang
kita kenal hanya ada dalam konsep yang melangit namun tak pernah membumi. Ia
hannya menjadi sekedar sebuah procedural dan pemerintah hasil pemilu menjelma
menjadi pemerintahan oligarhis atau plutokratis. Yang ada kini demokrasi
bukannya seperti konsep idealnya dimana dari rakyat , oleh rakyat tapi dari
pasar, oleh pasar dan untuk pasar. Asing (AS/Barat) melalui para bedebahnya dapat dengan mudah menjatuhkan Tentara
Soeharto untuk menguasai Indonesia dan terjajahlah sudah ...
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.